Episode 9 Panggilan
"Harus berapa kali kubilang, jangan panggil aku Chef!" Janesh menatap Kiran dengan kesal. "Kamu sudah bukan lagi anak didikku dan aku juga bukan atasanmu!"
"Tapi, Chef!" rajuk Kiran dengan netra membulat. "Aku ... suka aja panggil begitu. Masak nggak boleh?"
Janesh mengusap wajah, penat dengan rangkaian kegiatan yang tak pernah habis. Profesionalitas menuntutnya untuk tetap tampil fresh di layar kaca. Lalu sekarang, ia masih harus menghadapi kekasihnya yang bahkan tak mau mengucap namanya.
"Semua cewek yang ada di dapurku juga manggil aku kayak gitu." Lelaki itu menenggak kopi hitamnya, demi membuatnya terjaga.
Kiran cemberut. Ia tahu, lelaki itu sengaja memancingnya agar tak mau memanggilnya Chef. Bagi Kiran, apa salahnya? Toh itu memang profesi Janesh sejak dulu. Belum lagi saat di Hard Kitchen, ia sudah biasa memanggil lelaki itu dengan Chef. Mengapa sekarang ia jadi sensi sekali dengan panggilan itu?
"Anda ... kan lebih tua. Aku nggak mungkin manggil nama aja," kilah Kiran, seraya menyisipkan rambut di belakang telinga dan memalingkan wajah.
"Aku nggak keberatan. Panggil aja J, Janesh atau Kak atau Mas. Banyak panggilan yang bisa kamu gunakan buat aku." Janesh kini bersedekap sembari menatap wajah gadis manis di hadapannya.
Kiran berpikir sejenak. "Kalo gitu aku juga mau nama panggilan! Biar impas!" Ide itu muncul begitu saja.
Salah satu sudut bibir Janesh terangkat. "Silakan. Kamu mau dipanggil apa?"
Tangan gadis itu cekatan mengiris panekuk yang baru saja dihidangkan di atas meja. "Em. Sayang?" Baru saja kata itu muncul dari bibir, wajahnya langsung memerah karena terbakar rasa malu. "Enggak, enggak. Sweetheart aja."
Jujur saja, Kiran sendiri sangat malu saat mengutarakan hal tersebut. Tapi ia bersikeras agar Janesh merasa malu karena harus memanggil Kiran dengan panggilan sayang, hingga Janesh tak keberatan dengan panggilan Chef.
"Sweetheart." Janesh mengatakan itu dengan mimik muka datar, tanpa ekspresi. Giliran Kiran yang tercengang dan merasa merinding.
"Nggak jadi, nggak jadi!" Kiran melambaikan tangan, berusaha menutupi wajahnya yang terasa panas.
"Lalu?" Salah satu alis Janesh terangkat. Lelaki itu hanya mencuil-cuil panekuknya dengan malas, mencicipinya lalu menaruh garpunya begitu saja. Kiran menelan ludah, sepertinya makanan di cafe ini tak sesuai selera kekasihnya. Apa lelaki itu bakal melepehnya dan memaki juru masaknya? Semoga juru masaknya tidak pingsan mengetahui kalau ada Chef sekaliber Janesh yang datang ke sini.
"Kenapa?" tanya Janesh dengan nada bosan.
"Pancake-nya nggak enak ya?" tanya Kiran takut-takut.
Lelaki itu melirik piringnya sekilas lalu mengangkat bahu. "Ya gitu deh."
"Nggak bakal dimarahin kan juru masaknya?" Kiran memindai wajah lelaki itu, mencari tanda-tanda kemarahan.
"Ya nggak lah." Janesh mengibaskan tangan lalu meneguk kopinya lagi.
"Kenapa?" Kali ini gadis itu mendadak penasaran.
Janesh mendengkus. "Karena aku nggak dibayar buat ngomentari makanannya."
Ini bukan pertanyaan langka. Setiap kali Janesh bertemu mitra bisnis, mencoba beberapa kali berkencan dengan gadis lain sebelum Kiran, atau kolega, selalu saja mereka bertanya demikian. Kadang Janesh merasa sebal, karena imejnya di televisi begitu lekat dengannya sebagai Chef pemarah. Orang lain selalu menganggapnya di kehidupan nyata, dia akan selalu memberikan komentar negatif pada setiap masakan yang ia makan.
"Oh." Kiran manggut-manggut. "Aku takut banget kalo Chef nanti bakal marah-marah. Untung nggak ya."
Mendengar itu, Janesh meledak dalam tawa. Selama ini orang selalu mengharapkan dirinya untuk berlaku sama dengan aktingnya di televisi, tetapi baru Kiran yang mengharapkan sebaliknya.
"Memangnya kenapa kalo aku marah?"
"Ya serem lah. Aku udah deg-degan. Tapi, emang ini beneran nggak enak? Kasih penilaian dong, Chef." Kiran menaruh garpunya, menopangkan dagu seakan menunggu penjelasan Janesh.
Janesh berdeham. Menatap sekilas panekuk yang dilumuri madu dan es krim vanilla. "Ya, tipe pancake yang kayak gini emang bukan seleraku. Terlalu manis dan teksturnya kering. Aku suka panekuk yang lembut."
"Oh begitu." Kiran masih menikmati panekuk yang dilumuri saus cokelat. "Ini enak kok. Aku suka."
Lelaki itu mengerling ke arahnya. "Oh ya? Kamu suka yang kayak gini?" Bibirnya mengembangkan senyum. Mungkin setelah ini ia bisa meracik resep panekuk kesukaan Kiran untuk ide masakan selanjutnya.
Cengiran lebar segera menghiasi wajah Kiran. "Eh nggak tahu juga. Ini pertama kali aku makan ginian, kayaknya enak-enak aja. Aku belum nyoba pancake yang lembut kayak selera Chef."
Senyum di bibir Janesh lenyap. "Panggil aku Janesh, kenapa sih? Aku risih sama panggilan Chaf Chef ini dari kamu. Aku bukan bosmu, tahu nggak?"
"Anggap aja itu panggilan kesayangan aku. Lagipula Chef nggak mau manggil aku Sweetheart." Kiran berkilah, mencoba menghindari topik panggilan ini.
"Sweetheart, panggil aku Janesh atau J aja. Atau manggil yang lain, asal bukan Chef."
Kali ini Kiran kalah telak. Meski pun wajah lelaki itu seakan datar saja menyebutnya, sama sekali tak terganggu dengan panggilan menggelikan itu, efeknya untuk tubuh Kiran sangat berbeda.
"Ralat, coba panggil aku ...." Kiran mencoba nama panggilan aneh lainnya. "Cutie Pie."
"Cutie Pie." Ekspresi datar yang sama masih menghiasi wajah Janesh.
"Ah, curang! Kenapa Chef kayak santai aja manggilnya. Aku kan geli!" Kiran kembali merajuk.
"Kan kamu yang minta. Aku nggak masalah. Sekarang gantian, kamu panggil aku J."
Kiran menggeleng kuat-kuat. "Nggak mau! Aku mau manggil Chef aja."
💔💔💔💔💔
Janesh terbangun, lalu bergegas mencuci wajahnya sebelum mulai mengecek pesan yang masuk. Kemarin malam ia ketiduran karena tak sanggup menahan netranya yang sudah ingin terkatup karena kantuk. Padahal ia ingin membalas pesan Kiran. Sedang apa kekasihnya itu sampai pukul setengah dua pagi? Apa restorannya lembur?
Tak ingin membuang waktu, Janesh segera menelepon Kiran. Lagipula jam segini Kiran masih belum bekerja.
"Halo?" Suara Kiran yang masih diliputi kantuk jelas kentara.
"Hai, aku kemarin mau bales tapi ketiduran. Sori ya. Apa kamu nungguin?" Janesh segera meminta maaf sebelum kekasihnya kembali mengamuk.
Sementara itu, Kiran yang mendengar suara Janesh mendadak siaga. Hatinya berdebar-debar, tak menyangka lelaki itu akan meneleponnya sepagi ini. Ia pun bergegas merapikan rambut dan membersihkan wajah, sekali pun Janesh takkan bisa melihat wajahnya dari seberang sana.
"Nggak papa, Chef. Kemarin aku nggak bisa tidur. Aku cuma mau tanya tentang Chef Lee yang jadi co-host itu lho." Kiran menggigit bibir, merasa gugup karena suara kekasihnya begitu merdu di telinga.
Terdengar suara gemericik air, sepertinya Janesh hendak bersiap mandi. Kiran menepuk dadanya, menyuruhnya untuk bersabar agar tak over dosis dengan pesona Janesh.
"Oh iya. Emang kenapa sama Honey?" Sahutan di seberang sana seakan menjadi sambaran petir bagi Kiran.
Lupakan debaran dan kegugupan, badan Kiran kini menegak serta netranya terbelalak sempurna. Apa? Dia manggil mantannya Honey?
💔Episode09💔
Waduh, gimana ini jadinya ya? Kok tiba-tiba ada Honey nyempil di sini? Apakah kisah cinta ini bakal kayak World of Married?
Ha ha ha ... insha Allah enggak lah ya. Genrenya aja drama romantis kok. Nggak bakal ada yang serem-serem kayak Drakor tadi. Aku juga nggak mau nonton yang begituan.
Betewe, selamat berpuasa bagi yang menjalankan ya. Yang tidak menjalankan seperti aku karena berhalangan sini absen dulu 🤣🤣🤣
Lalu siapakah Honey ini? Apakah masih ada guratan rasa Janesh buat dia? Tunggu episode berikutnya ya Keliners.
Love,
DhiAZ
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top