Episode 3 Bencana Teriyaki
"Apa otak kamu pindah ke dengkul?" Janesh kembali menyemprot Kiran untuk ke sekian kalinya. Rasanya sungguh menjengkelkan ketika lelaki itu memarahinya terus-menerus.
"Chef, aku udah kupas semua jahenya! Salah apa lagi coba!" bantah Kiran karena kesal.
"Jangan kupas jahe pake pisau! Dagingnya akan berkurang banyak dan rasanya nggak akan maksimal!" omel Janesh, mengulang lagi pernyataannya kepada Kiran sebelum memberinya tugas untuk mengupas jahe.
"Terus harus dikupas pake apa?" tanya Kiran setengah berteriak, putus asa.
Janesh menghela napas seraya memijat pelipis, tanda kalau dia sedang jengkel. "Kerok kulitnya pake sendok. Aku sudah bilang ratusan kali, kan?" Nadanya terdengar jengkel.
Kiran menipiskan bibir, ingin mengakui bahwa dirinya salah karena lupa atas instruksi Janesh, tapi harga dirinya mencegah. Sedari tadi dia sudah disemprot karena ketidakpiawaiannya di dapur, padahal saat membuka kedai Heart Kitchen dia tak pernah membuat kesalahan apa pun. Apa sih bedanya? Mengapa di sini ia selalu terlihat salah dan melakukan kesalahan? Dan Janesh tidak perlu meninggikan suaranya sewaktu mereka bekerja, kan? Ini kan bukan syuting Hard Kitchen.
"Lakukan lagi, cepat! Kita butuh banyak jahe untuk pesanan hari ini! Kamu ngerti?" Janesh kembali memberikan instruksi. Kiran menghela napas jengkel, tak mau menjawab. "Ngerti, nggak?" Nada suara Janesh naik tiga oktaf, sekaligus.
"Mengerti, Chef!" sergah gadis itu, lalu berjalan memasuki ruang penyimpanan untuk mengambil jahe, tanpa memedulikan Janesh lagi.
Saat mengupas jahe di ruang belakang, Kiran beberapa kali mendesah, karena rasanya sungguh berat sekali bekerja di dapur restoran besar itu. Sama sekali tak ada kelonggaran, tak ada ampunan. Rasanya sama seperti saat syuting Hard Kitchen, gadis itu membatin. Capek tenaga, capek pikiran dan capek hati. Apa mereka lagi niruin suasana syuting itu biar terlihat keren atau bagaimana? Kiran memutar bola mata.
Dan Janesh ... astaga. Kenapa lelaki itu sama saja sikapnya? Bisa kan dia bersikap lembut sedikit pada Kiran. Bukankah mereka ... ah, sudahlah. Kiran bahkan tak mau mengingat apa pun tentang Janesh sekarang. Sepertinya lelaki itu tidak punya perasaan. Sejak awal Kiran bekerja di restoran besar ini, lelaki itu tetap dingin, acuh dan kasar padanya.
"Ran, setelah kupas jahe, jangan lupa kupas bawang bombay, ya. Tadi Chef bilang ke aku."
Kiran mendongak. Itu tadi Almira, sous chef Janesh di restoran ini. Kiran mengangguk, lalu sang sous chef pun berlalu. Almira memang jadi salah satu alasan Kiran marah pada Janesh. Mengapa bukan dirinya yang jadi sous chef, tetapi Almira? Janesh bilang Kiran cukup andal dan berbakat, tetapi kenapa dia harus di bagian pembantu umum macam begini? Walau pun Almira bersikap baik padanya, Kiran tetap saja tak bisa menerima.
Sekarang Kiran benar-benar menyesal karena memilih bekerja dengan Janesh di restorannya, bukannya di Heart Kitchen. Kiran telah lama menyerahkan kedai itu kepada Brie, yang bersemangat sekali menjalankan bisnis dan Dika yang mau menjadi chef di sana. Kiran sama sekali tak tahu mengapa Dika malah memilih bekerja di kedai kecil dengan bayaran setengah dari gajinya sebelumnya, tetapi setelah merasakan sendiri bekerja dengan Janesh membuat emosi naik turun, Kiran pun akan membuat keputusan serupa.
Setelah mengupas jahe, Kiran mengambil bawang Bombay dan mulai mengupasnya. Pekerjaan ini remeh, tetapi karena yang dikupas berkilo-kilo jumlahnya, tetap saja membuat capek. Kiran sudah gatal dan tak sabar ingin memegang pan, menumis sayuran atau memasak--yang benar-benar memasak, bukan mengupas bahan-bahan begini.
Aroma daging sapi yang ditumis dengan kecap dan jahe, membuat hidung Kiran tergelitik. Lalu wajahnya kembali murung. Dia benar-benar ingin terlibat dengan dapur secara langsung, menyajikan makanan, tetapi entah sampai kapan Janesh menyuruhnya melakukan tugas tak penting ini.
Cawan Mushi
Menu hari ini adalah Teriyaki dengan Sup Miso dan Cawan Mushi. Membayangkannya saja Kiran sudah meneteskan air liur. Janesh memang spesialis masakan Jepang dan Cina, karenanya restoran ini pun menggunakan konsep restoran yang diadopsi langsung dari Negeri Matahari Terbit itu. Kiran pun sudah sangat ingin menguasai resep-resep itu, karena dirinya masih belum memutuskan yang untuk menjadi spesialis masakan apa. Dika lebih berkiblat pada masakan Indonesia dan Italia, tetapi lelaki itu mulai belajar masakan Korea demi bisa bekerja di Heart Kitchen. Dan Kiran teronggok di ruang belakang dengan segunung bawang Bombay, setelah tangan cantiknya harus rela menjadi kecokelatan karena tanah yang menempel pada kulit jahe.
Sup Miso
"Aku lebih suka kamu nyanyi aja, nggak ada yang minta kamu expert di bidang masak," ujar Janesh suatu kali.
Kiran mendecih saat teringat perkataan itu. Lelaki itu sepertinya enggan mengajarinya, padahal Kiran sudah bersemangat sekali bekerja sama dengannya. Apa aku sebebal itu ketika diajari? Padahal saat bersama Chef Rahardi, tidak pernah sesulit ini. Lelaki paruh baya itu cukup telaten mengajarinya, meski pun sesekali keras pada Kiran, agar gadis itu tak membandel.
Kiran pernah mempraktekkan resep Teriyaki milik Janesh, tetapi chef tampan itu malah mengkritik masakannya tanpa ampun.
"Daging kamu terlalu kering, rasa jahenya terlalu kuat dan apaan nih? Asin!" sembur Janesh seraya melepeh masakan Kiran yang sempat berada di mulut.
Gadis itu masih jengkel ketika mengingatnya, padahal dia sudah mati-matian belajar sebelum hari pertemuan mereka, dan ia berniat memberikan kejutan. Sayangnya respon Janesh bukannya tersenyum dan paling tidak memberikan pujian positif kepadanya, malah kritik pedas seperti saat di Hard Kitchen. Kiran mencebik. Apa lelaki itu tak kenal dengan konsep kebohongan putih? Berbohong agar Kiran merasa bahagia sejenak?
Tapi, kalau kebahagiaan itu dibangun atas dasar kebohongan, tentu semu bukan? Kiran menepis anggapan itu.
"Bencana Teriyaki" adalah julukan Janesh pada masakannya itu. Sialan. Dia mungkin masih belum mahir, tapi Janesh toh tak mau mengajarinya agar bisa membuatnya.
Kiran selesai melakukan tugasnya, lalu masuk ke area dapur. Tampak Almira menyajikan sepiring Teriyaki yang ditata nan apik di hadapan Janesh. Jantung Kiran seakan berhenti berfungsi. Netra Janesh menatap piring tersebut kemudian memberikan senyum manis pada sous chefnya.
Beef Teriyaki with Salad
"Good." Pujian lelaki itu membuat hidung Almira kembang kempis. "Pass!"
Almira kembali ke posnya dan memasak pesanan berikutnya. Tangan Kiran terkepal dengan erat, wajahnya merah padam, hatinya serasa terbakar. Apa sih hebatnya Almira? Kiran mendesis. Aku juga bisa bikin Teriyaki kayak gitu.
Janesh menghampiri Kiran dan memukul kepalanya dengan sendok kayu.
"Ouch!" Gadis itu mengaduh kesakitan.
"Jangan melamun di kitchen saya, ngerti?" Janesh melayangkan tatapan tajam ke arahnya.
Kiran mengangguk dengan hati dongkol, lalu bersiap untuk mencuci peralatan masak yang telah dipakai, seraya melantunkan sumpah serapah kepada lelaki yang sudah merebut hatinya itu.
💔Episode03💔
Assalamualaikum, Keliners!
Siapa yang kangen sama kegalakan Janesh setelah dikasih episode manis-manis kemarin? Ngacung, dong! Hehehe.
Jadi status Kiran dan Janesh apa nih? Pacaran atau enggak? Rasanya kok kayak majikan sama pembantu ya, ups!
Semoga hari kalian menyenangkan ya, meski pun masih di rumah. Aku sendiri lihat berita katanya Surabaya bakal diberlakukan PSBB. Jadi makin merinding lihat penderita Covid-19 ini makin tinggi. Semoga pandemi ini cepat berlalu.
Anyway, sampai ketemu di episode berikutnya ya. Jangan lupa komen dan votenya, juga traktirannya di trakteer.id/dhiaz biar aku terus semangat nulisnya. Makasih sebelumnya ya, Keliners
Love,
DhiAZ
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top