Episode 19 Pernikahan

Janesh memejamkan mata, sedang dirias untuk syuting Cooking with Love episode 10. Sampai sejauh ini tidak ada kendala yang berarti. Meski pun Honey ... yah tetap saja Honey. Yang dulu. Sama sekali tidak berubah.

Lelaki itu berdeham untuk menyingkirkan rasa tidak nyaman di tenggorokannya. Sungguh menyebalkan. Sepertinya ia ingin saja memotong bagian tenggorokannya yang menyebabkan ketidaknyamanan. Ya ampun. Meski pun sebenarnya, sesuatu yang mengganjal di pikirannya lah yang membuatnya tidak nyaman.

Riasan selesai. Janesh menelengkan kepala, berusaha mengingat dialog yang akan diucapkan di depan kamera. Aroma parfum yang lembut menggoda menerpa penciumannya, disusul oleh gerak tubuh yang aduhai yang membuatnya gerah. Honey duduk di sebelahnya, menyapanya dengan senyum.

"Hi, J. You look so tired." Honey menyibakkan rambut panjangnya yang kali ini ditata bergelombang, juga riasannya yang tampak tak berlebihan membuatnya terlihat manis. Bahkan anting-anting dengan ornamen mawar sungguh manis dikenakan oleh perempuan itu.

"Sok tahu," tukas Janesh dengan sebal. Honey tertawa dengan riang, sama sekali tak terpengaruh dengan makian lelaki tersebut.

"Yeah, yeah. Aku tahu," kata Honey seraya menepuk pundak Janesh.

Janesh hanya bergeming. Wajahnya sedikit murung, tetapi kemudian profesionalitas membuatnya kembali terjaga.

"Janesh, look!" seru Honey terperanjat. Tangan gadis itu memegang ponsel yang sedang menayangkan sesuatu.

Lawan bicaranya hanya mengedikkan bahu dengan malas. Sepertinya Janesh sedang tidak berselera dengan apapun yang dikatakan oleh Honey. Meladeninya sama dengan buang-buang waktu. Lelaki itu hanya membenahi tatanan rambutnya yang sedikit kurang rapi menurutnya. Padahal tak ada yang yang salah dengan rambutnya. Semuanya tertata rapi dan sempurna.

Karena diabaikan, Honey memasang wajah jengkel. "Come on, J. Sampai kapan kamu mau marah sama aku? Peristiwa itu sudah lama dan harusnya ... aku yang marah dong. Selama ini kamu udah semena-mena sama aku!"

Lelaki itu hanya meliriknya sebal. "Aku nggak punya tenaga buat ngobrol sama kamu, oke? Do it what you want!"

"J, kamu kenapa sih? Sewot amat dari tadi? Jadi betul kalo kamu emang udah putus?" sambar Honey serta merta.

Kali ini Janesh tersentak, gerakannya terhenti tiba-tiba. Bayangan kenangan yang menyedihkan mampir di benaknya.

"Mungkin ... emang seharusnya kita itu nggak bersama!"

"Aku udah lelah. Semua tudingan dan tuduhan kamu ... sudah. Kukira aku juga udah nggak sanggup lanjut."

"Terserah! Kalo kamu ninggalin aku saat ini, ini adalah saat terakhir kita ketemu. Setelah ini aku nggak mau lihat kamu lagi."

Janesh menghela napas panjang. Seharusnya kenangan itu menghilang bersama dengan waktu ya kan? Mengapa malah terpatri dalam ingatannya seperti pahatan di atas batu?

"Kita take dulu. Yok!" Ajakan Dino segera membuyarkan lamunan Janesh.

Sang Chef kemudian segera mengubah ekspresinya agar sesuai dengan arahan skrip. Kuatlah, J. Fase ini pun akan berlalu.

💔💔💔💔💔

"Are you alright?" Dino menatap J dengan penuh simpati. "You look like a mess."

"I am," aku J dengan nada lelah. "Mungkin aku harus cuti dulu. Papa juga butuh cek up ke Singapura."

"Aku ... nggak tahu mesti ngomong apa. Tapi kalo kamu butuh tempat buat cerita, aku mau kok," tawar Dino  sembari menepuk pundak J.

"Dan kemudian menjadikannya gimmick pemuncak rating. No, thanks."

Dino tahu itu gurauan, tetapi suara J sama sekali tak menyiratkan tenaga. Lelaki itu sungguh lelah ... dan terluka.

"Apa ... gosip itu benar? Kalian sudah putus?" tanya Dino hati-hati. Isu itu sudah santer terdengar, terutama setelah sang chef selalu tampak murung di lokasi syuting dan sama sekali tak mau menjawab pertanyaan tentang jodoh atau semacamnya. Tentu saja endusan wartawan lebih tajam ketimbang anjing herder. Mereka sibuk mencari-cari, menganalisis dari hal-hal kecil yang berhubungan dengan Janesh.

"Hmmm." Gumaman itu sungguh ambigu untuk ditafsirkan. Tetapi, Dino terlalu takut untuk memperjelas.  Amarah Janesh jauh lebih mengerikan daripada yang ditayangkan televisi. Meskipun hal itu teramat langka.

Honey kembali menghampiri Janesh setelah selesai menghapus riasannya. Gadis itu sudah hendak bertolak ke bandara menuju negaranya. Ia harus memperpanjang Visa untuk bisa melanjutkan syuting berikutnya. Lagipula masih ada proyek yang harus dituntaskan di Cina.

"J, I'm so sorry, okey? Aku nggak bermaksud memecah hubungan kalian berdua!" Tanpa tedeng aling-aling, Honey segera mengungkapkan isi hatinya.

"Honey, please. I'm not mad at you. Jangan salah kira." Janesh mengerling ke arah mantan kekasihnya itu.

"Lalu? Kamu bakalan diam aja gitu sama masalahmu?" Gadis blasteran Cina itu berkacak pinggang. Lalu serta merta tangannya merogoh benda pipih dari dalam tasnya. Setelah menggulir beberapa kali, ia pun menunjukkan sesuatu kepada J.

Tertegun, Janesh membungkam mulutnya. Ia sama sekali tak memberikan respon apapun selain mimik wajah yang mengeras. Setelahnya, ponsel miliknya mulai berdering. Mata lelaki itu terpejam. Insting yang terasah bertahun-tahun berada di dunia showbiz mengatakan bahwa itu adalah reporter yang mengincarnya. Mengejar sesuatu yang akan viral dijadikan berita.

Janesh mengambil tasnya, lalu segera berlari menuju mobilnya di lantai bawah. Ia tidak menggunakan lift, melainkan tangga darurat rahasia. Dino yang cepat tanggap segera menelepon keamanan untuk melindungi Janesh. Setelahnya ia menghubungi Moza, manajer Janesh dan mengatakan situasi genting yang akan dihadapi oleh artisnya.

Begitu dirinya berhasil masuk ke dalam mobil, pasca menghindari kerumunan wartawan yang telah berkumpul di depan gedung, Janesh bisa bernapas dengan lega. Napasnya terengah-engah, keringat telah membasahi bagian atas bajunya. Mata lelaki itu menunduk dan berdecak kesal. Dia sampai lupa mengganti kostumnya, padahal ini baju dari sponsor yang harus dikembalikan.

Ah, sudahlah. Kalau perlu dia akan mengganti rugi baju ini. Benar-benar gawat. J bahkan tak berani mengintip ponsel yang terus berdering dalam tasnya. Sopirnya yang tahu kondisi genting yang dialami majikannya, tanpa banyak kata segera melajukan mobilnya menuju kediaman Janesh.

Lima menit mengatasi syok, Janesh mengambil botol minum yang selalu tersedia di pintu mobil. Setengah botol segera berpindah ke dalam lambungnya. Setelah rasa hausnya teratasi, lelaki itu mulai termenung. Benaknya mulai menggaungkan sebuah nama. Kiran.

Sekarang setelah memikirkan gadis itu, bayangan akan dirinya mulai memudar. Rasanya Kiran sudah berada jauh darinya, lepas dari genggaman. Seakan ada yang hilang dari dalam hatinya. Ponselnya berhenti berdering. Janesh mengambil benda pipih itu lalu menggulir layarnya. Puluhan missed call, jelas. Dari nomer tak dikenal. Ada juga dari Moza. Lelaki itu menghela napas.

Jarinya segera menggulir ke sebuah insta story, yang sedari tadi berusaha ditunjukkan oleh Honey. Kini Janesh menyesal tidak mengindahkan gadis itu lebih awal. Jika ia tahu, mungkin ia sudah menyiapkan antisipasi.

Dalam layar tampak Kiran dengan senyum manisnya mengenakan gaun pengantin yang rapat membalut tubuhnya. Mata Janesh menatap foto itu dengan nanar. Terutama membaca sebuah akun Instagram yang disematkan dalam postingan tersebut.

💔Episode19💔

Bagaimana Bossque? Sudah puas dengan update kali ini? 😅😅

Akhirnya nikah dong ya! Happy ending dong. Nah, apa mau ditamatin begini aja?

Hehehe, Alhamdulillah nih, otakku akhirnya bisa lancar mikir setelah lama mampet. Udah lama nih nggak makan pentol, makanya seret. Ada yang mau jajanin aku? ✌️

Betewe aku kemarin tersendat nulis ini karena punya ide baru lagi. Judulnya The Heiress's Intrigue. Kalo udah baca yang ini, mampirlah ke lapakku yang lain lagi. Kasih tahu pendapat kalian, biar tulisanku bisa makin baik.

Oke, sampai jumpa di episode berikutnya.

Love,
DhiAZ 💕💕

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top