Episode 17 Retak
Kiran duduk dengan gelisah di mobil yang membawa dirinya dan Janesh ke rumah milik lelaki itu. Jika ini adalah saat yang biasa, tentu rasa guguplah yang akan dominan. Tetapi karena perkataan mantan Janesh yang rese itu, kini pikiran Kiran menjadi tak tenang. Benarkah kekasihnya ini anti komitmen, tak mau menikah dulu? Lalu untuk apa hubungan ini dirajut jika pernikahan bukan tujuan?
Beberapa kali gadis manis itu menghela napas, seringkali diiringi nada kesal karena merasa bodoh sekali terpengaruh dengan Honey. Kiran menggeleng kuat-kuat, menepis bayangan Honey dengan senyum sinis dan gayanya yang sexy. Lalu, perempuan itu menoleh ke arah Janesh yang duduk di sebelahnya, terkejut mendapati bahwa mata lelaki itu terpejam. Pasti capek sekali, batin Kiran. Menjadi selebriti memang tak pernah mudah.
Hati Kiran dihantam perasaan bersalah, karena lelaki itu benar-benar bekerja keras, tetapi dirinya malah meributkan hal yang tidak penting. Ponselnya berdering, menyadarkan dari lamunan. Kiran mengusap layarnya dengan menyentuh tombol hijau.
"Hai, Dika!" serunya riang, ketika tahu bahwa sahabat baiknya menelepon.
"Hai, Kiran! Gimana Jakarta? Masih nyebelin?" Lelaki di seberang sana segera berseloroh.
Kiran tergelak. Mereka berdua terlibat percakapan yang menyenangkan, terutama ketika mengenang kebersamaan mereka di Hard Kitchen. "Dino masih aja rese! Masak dia bilang peserta Hard Kitchen tahun ini pada pengen jadi Kiran kedua!"
Terdengar jeda di seberang sana. "Janesh ... tahu?"
"Hah? Apanya?" Kiran bertanya, tak mengerti.
"Hmmm ... ya. Itu. Apa Janesh tahu, kalo pesertanya pada pengen jadi ... " Dika tak melanjutkan kata-katanya.
"Yeah. He knew."
Kiran terkejut hingga ponselnya terjatuh. Memastikan sumber suara, Kiran mendapati Janesh dengan netra sepenuhnya terbuka, menatap ke arahnya. "Owh, Chef. Sudah bangun ya?"
Janesh mengambil benda pipih yang tergeletak di kursi jok. "Nih."
"Dika, nanti aku telpon ya! Bye!" Buru-buru Kiran memutuskan sambungan. "Maaf, Chef. Suaraku keras banget ya? Sampai Chef bangun?"
Lelaki itu berdecak, terganggu bukan karena terbangun melainkan panggilan kekasihnya yang sama sekali tak ada nuansa percintaan di sana. Mengapa gadis ini tak mau menyebut namanya? "Panggil aku J. Atau Janesh. Ngerti?"
Kiran tergeragap. "Yah ... aku ... masih canggung."
Lelaki itu menarik napas panjang dan mengusap wajah, tanda penat sekali. Tetapi ia memaksa tubuhnya untuk prima demi mengobrol dengan Kiran. "Jadi?"
"Jadi ... apa?" Kiran memandang Janesh tak mengerti.
"Kamu udah tahu, kalo peserta Hard Kitchen tahun ini banyak fans yang pengen gantiin posisimu?" Janesh menatap Kiran dengan waspada. Mana tahu tiba-tiba gadis di sebelahnya ini melompat menerkamnya seperti binatang buruan.
"Dino bilang. Tapi pasti itu ... cuma settingan dia, kan?" Kiran tertawa. "Dia tinggal bayar orang untuk pura-pura jadi peserta terus berakting ngejar kamu. Ya kan?" Kiran menoleh ke arah Janesh, meminta persetujuan.
Lelaki itu berdeham sejenak. "Faktanya, Dino nggak perlu membayar orang. Sebagian besar peserta emang ngomong kayak gitu di video perkenalan. Yang disuruh perkenalan diri selama satu menit itu lho." Janesh memijat pergelangan tangannya dengan gelisah.
Netra Kiran terbelalak. "Apa?"
Tangan Janesh menggaruk rambut, sementara netranya memandang kap mobil, menghindari tatapan kekasihnya. "Begitulah."
"Dan Chef oke aja gitu? Banyak fans-fans yang lebih barbar daripada yang kemarin itu, bakal deketin dan ngejar Chef terus?" Kali ini wajah merah Kiran sama sekali bukan karena malu. Emosinya telah memuncak, hingga rasanya kepalanya meletup-letup seperti didihan lava.
"Masalahnya ...."
"Kenapa nggak ditolak aja sih?" sergah Kiran, menepis tangan lelaki yang dicintainya itu. "Emang ada jaminan mereka nggak berbuat yang aneh-aneh? Kalo mereka sampe ngedukunin Chef gimana?!"
Mendengar kalimat terakhir itu, tanpa sengaja mulut Janesh malah menyemburkan tawa. Kiran menatap lelaki itu dengan garang, tak bergeming sedikit pun. Padahal dia marah, tetapi Janesh malah tertawa?
"J, aku serius!" Kiran nyaris membentak keras. Janesh terperanjat.
"Coba ulangi yang kamu bilang tadi?" pinta Janesh, netranya sedikit berbinar.
"Maksudnya?"
"Itu tadi. Kamu panggil aku J." Senyum di bibir Janesh mengembang lebar.
"A-aku ... tadi aku ... aku lagi marah ini!" Kiran yang gugup mulai bersikap defensif.
Janesh mengenggam tangan Kiran. "Kayak gini. Inget-inget ya, nanti. Apapun yang terjadi di televisi, tak peduli apapun yang aku bilang di acara itu, kamu cukup inget ini." Janesh mengangkat tangannya yang menggenggam tangan Kiran.
"Inget apa sih?" Kiran bingung, meski pun emosinya mulai surut, terganti dengan debaran yang mengambil alih.
Janesh menatap netra Kiran dalam-dalam dan berkata, "Kalo cuma tangan kamu yang selalu ada di sini. Di tanganku."
Rona merah segera saja menjalar merambati wajah Kiran. "Bisa aja." Ucapan itu muncul, demi mengatasi degup jantung Kiran yang tak karuan.
"Ya bisa dong." Janesh terkekeh.
"Tapi, Chef ..."
"J. Janesh. Jangan Chef. Masak aku harus bikin kamu marah dulu baru kamu mau panggil aku J?" Kali ini Janesh yang mengomel. "Dika itu usianya sama kayak aku, kamu biasa aja manggil dia Dika, Dika. Kenapa sama aku nggak?"
Kiran menelan ludah. "Aku masih belum biasa."
"Ya dibiasain dong." Janesh pura-pura mendelik ke arah Kiran. "Lama-lama aku pecat juga deh kamu dari restoran."
"Yah, jangan dong Chef!" Kiran terperanjat.
"Duh. Chef lagi. Aku udah bukan atasan kamu, mentor kamu. Susah amat sih manggil J aja?" J menatap Kiran dengan gemas.
Kiran cemberut, bingung dengan pertengkaran mereka yang selesai begitu saja lalu berganti dengan pertengkaran yang lain. Lalu, ia teringat dengan perkataan Honey. "Kalo aku panggil ...." Kiran menelan ludah dengan gugup, mencoba menguji teori Honey tentang kejombloan Janesh. "Hubby, gimana?"
Janesh mendadak tercenung. "Hubby?" ulangnya.
Kiran masih menduga-duga, tetapi ia sangat takut dengan jawaban Janesh. Bagaimana kalo ternyata Honey benar, Janesh tak ingin berkomitmen? "Memangnya waktu sama Honey, Chef punya panggilan khusus?" tanya Kiran mengalihkan pembicaraan, tangannya terkepal erat hingga buku-buku jarinya memutih.
Janesh terlihat sedikit rileks padahal sejak kata Hubby itu muncul, wajahnya sangat tegang. "Nggak ada. Kami sama-sama belajar di akademi memasak. Sepantaran. Dia panggil aku J, kayak yang lain. Aku panggil dia Honey, kayak yang lain manggil dia."
"Oh." Kali ini jantung Kiran yang mencelus. Beranikah ia bertanya tentang keseriusan J sekarang? Tetapi mengingat wajah lelaki itu yang tegang karena bibir Kiran menyebut Hubby, gadis itu kembali merangkai asumsi. Liar dan tak terkendali. Sampai-sampai gadis itu merasa takut dengan apa yang ia pikirkan.
"Kiran, kenapa? Kok diem?" tanya J, memasang ekspresi khawatir.
"Ah, enggak. Tadi itu ... Honey sempat cerita. Tentang Chef. Aku jadi kepikiran." Kiran akhirnya mengeluarkan uneg-unegnya.
Janesh mendengkus. "Kuharap kamu nggak terpengaruh. Kadang dia luar biasa nyebelin."
"Nyebelin ... gimana?" tanya Kiran hati-hati.
Bola mata Janesh berputar. "Dia selalu bilang, kalo aku pernah ngelamar dia dengan candlelight dinner, cincin mungil, bunga di mana-mana. Hah, nonsense."
Nonsense, katanya? Dahi Kiran berkerut. Maksudnya nonsense ini apa? Apa karena dia nggak mungkin ngelamar Honey, atau nggak mungkin menikah? Kenapa Janesh jadi seambigu ini sih?
💔Episode17💔
Assalamualaikum Bossque 😉
Minal aidzin wal Faidzin lagi yak. Mumpung masih lebaran. Mumpung masih di bulan baik, ya nggak?
Sebagai penebus kemarin aku nggak update selama seminggu, aku akhirnya rilis episode 17 langsung hari ini. Buat nemenin kalian lebaran #DiRumahSaja
Betewe, sebelum pandemi, tradisi lebaran kalian ngapain? Ceritain dong. Terus seharian ini, kalian udah ngapain aja? Jawab di komen ya!
Seharian ini, aku cuma masak, ngumpul sama keluarga di rumah, ngabisin sisa kue kering bikinanku sendiri 😁😁😁😁
Gabut bener emang. Nggak bisa mudik, nggak bisa keliling kampung minta angpao 😅😅😅
Tapi aku juga nggak mau kalo aku nekat mudik, terus bakal jadi carrier atau gimana #amitamitdeh
So, stay save di rumah ya Bossque. Tahan dulu yang mau ngemol, atau mau kongkow. Supaya rantai persebaran virusnya terputus dan pandemi ini segera berakhir. Sumpah aku ngeri banget, soalnya di Surabaya, kota tempat tinggalku sekarang, udah tinggi aja angkanya 😭😭😭
Terus lihat berita, orang berjubel di mall, pasar cuma mau beli baju lebaran tuh rasanya udah sakit hati beneran deh. Kita udah tahan diri, eh mereka enak banget gitu desak-desakan, nggak ikut aturan PSBB. Duh!
Jadi please ya, Bossque yang keren dan caem, yang baik dan smart, di rumah aja ya! Demi kesehatan kalian dan orang-orang tercinta di sekitar kalian. Di rumah aja, sama Janesh dan Kiran.
Betewe, ada singkatan yang keren nggak sih buat pasangan ini? Ada ide? Please komen ya!
Assalamualaikum
Love,
DhiAZ 💕💕
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top