Episode 12 Psycho

"Pokoknya aku mau ke Jakarta sekarang!" seru Kiran begitu kakinya mencapai kedai Heart Kitchen. Emosi gadis itu meluap-luap, terutama setelah Janesh meneleponnya tadi pagi. Kenapa sih dia nerima job acara talkshow bareng MANTAN pacarnya yang Chef bintang satu, sexy dan cantik itu? Pake nama panggilan Honey pula. Bibirnya cemberut mengingat panggilan sang mantan yang diucapkan oleh kekasihnya.

Dika dan Brie yang baru tiba, sedang membereskan kursi, menatapnya dengan heran.

"Lo kesambet?" Dika akhirnya bersuara.

Wajah Kiran merah padam karena marah. "Aku serius, Dik! Anterin aku ke Jakarta sekarang!"

Brie berkacak pinggang. "Whoa, nggak bisa. Dia masih harus kerja sekarang."

"Brie!" Kiran berdecak putus asa. "Ini darurat!"

"Darurat apa? Janesh lagi?" Brie memandang sahabatnya dengan datar. "Dia bikin apa sekarang?"

Keder dengan tampang serta ketakutan dengan apa yang bisa dilakukan oleh Brie, Kiran menurunkan suaranya. "Dia mau ketemuan sama Honey."

"Oh, Chef Honey Lee itu? Mereka kan emang udah tanda tangan kontrak, kan?" Dika kembali menata meja dan kursi.

"Chef ... Honey Lee? Bukannya namanya Lee Qin? Leekin?" Kiran mencoba mengingat nama Chef Lee yang susah dilafalkan.

"Honey nama panggung apa gimana gitu. Coba aja cek channel YouTube nya. Dia sering bikin video tentang masak-masak." Lelaki jangkung itu segera mengeluarkan ponselnya dan membuka aplikasi merah tersebut.

Rasa malu mulai merembeti wajah Kiran ketika netranya menangkap teks Chef Honey Lee terpampang di layar. Berarti Honey itu memang namanya? Bukan panggilan sayang Janesh buat mantannya?

"Kenapa emangnya? Apa Janesh selingkuh sama cewek ini?" tanya Brie dengan nada curiga.

"Eh, enggak, enggak kok. Sori aku salah sangka." Kiran menunduk lalu memutar badannya. "Oke, aku kerja dulu ya. Sori ngerepotin." Rasanya gadis itu tak sanggup menanggung malu lebih lama lagi.

"Ran tunggu! Aku anter ke restoran!" Brie kemudian menawarkan tumpangan.

Kiran menggeleng lemah. "Nggak usah, Brie. Aku naik ojol aja."

Brie hendak mengucapkan sesuatu ketika ekspresi wajah Kiran yang menggelap membuatnya berhenti. Kiran butuh sendirian dan menjernihkan pikirannya. Ia tahu pasti tentang itu. Dibujuk sampai bibir jontor juga Kiran takkan mau bicara. Terus terang Brie sempat sangsi saat mengetahui Janesh dan Kiran berpacaran. Itu beneran? Jauh di dalam hatinya, Brie kurang setuju akan hubungan mereka.

Setelah berjalan menjauh dari kedai, Kiran baru memesan ojol. Wajahnya masih merah karena malu, karena sempat salah sangka kepada Janesh. Terlebih ia hendak melibatkan Dika gara-gara itu.

Kenapa Janesh tak memberitahunya kalo nama Chef Lee adalah Honey? Kalo gitu kan Kiran tak mungkin salah paham. Oh, tapi tadi Kiran sudah memutuskan telepon duluan karena sudah terlanjur marah. Sekarang saat Janesh berkali-kali meneleponnya, gadis itu jadi takut. Mau ngomong apa sama J? Kiran menggigit bibir, bingung dan salah tingkah sendiri.

Pendar gawainya menyala, menampilkan pesan pengemudi ojolnya yang hendak menjemput. Kiran bernapas lega, lalu memutuskan hendak menelepon Janesh dan meminta maaf.

Tiba-tiba ada tangan terjulur merampas benda pipih yang ada di tangannya. Kiran tersentak. Ada empat orang perempuan mendekatinya, salah seorang di antara mereka memegang ponselnya. Apa-apaan ini? Dia dirampok?

"Balikin hapeku!" sentak Kiran hendak merebut gawainya.

Plak! Pipi gadis itu segera memerah. Kiran terbelalak kaget. Mengapa cewek-cewek aneh ini menamparnya? Kenal saja tidak. Kiran kemudian membalas tamparan tersebut. Dia tidak suka diperlakukan demikian tanpa tahu apa salahnya.

"Heh! Cewek ganjen! Berani-beraninya lo deket-deket sama Janesh!" Akhirnya salah satu dari mereka bersuara.

"Hah? Kalian kenal sama Chef J?" tanya Kiran, kebingungan.

Gadis yang berambut panjang dan dicat merah terang mendorongnya. "Kita lihat aksi lo waktu di Hard Kitchen kemarin. Genit banget sih lo. Nggak tahu malu! Udah pas audisi nembak Janesh lagi! Gila lo!"

Kiran menipiskan bibir, tak gentar dengan serangan tersebut. "Apa yang aku lakukan bukan urusan kalian!"

Gadis kedua yang tadi menampar Kiran, meraih kerah bajunya. "Kita udah ngefans Chef J dari lama, nggak ada yang keganjenan macam kamu!"

"Lepasin!" teriak Kiran sembari mencengkeram baju lawannya.

Gadis berambut merah menjambak rambut Kiran. "Terus seenak udel lo aja pake peluk-peluk dia di bandara! Emang lo siapa? Ngaca!"

Tubuh Kiran terhempas ke jalan. Bibir gadis itu mengaduh, tangannya tergores aspal. Belum sempat ia mencoba berdiri, gadis berambut merah kembali menjambaknya. Sudut netra Kiran mulai menitikkan bulir bening.

"Kalian siapa sampai berani nyerang aku? Emang kalian siapanya Janesh?" teriak Kiran sampai terengah-engah.

"Kita ini ngefans sama Janesh. Tapi nggak ada yang kecentilan kayak lo. Jijik tahu nggak!"

Kiran bangkit berdiri. Tak tahan dengan serangan, tangan Kiran balas menjambak rambut lawannya. "Emangnya karena kalian ngefans sama Chef J, kalian bisa seenaknya kayak gini? Kalian nggak tahu berhadapan sama siapa!"

Melihat temannya dijambak, para gadis itu segera mengeroyok Kiran. "Jangan berani-berani lo ngedeketin Janesh kayak gitu, murahan!"

Tamparan dan dorongan keras yang bertubi-tubi, membuat Kiran kewalahan. Salah satu dari mereka bahkan membuat bajunya robek. Kiran merasa kesakitan, tetapi ia menahan diri agar tidak menangis. Kenapa dia mesti mengalami kejadian seperti ini? Apa salahnya?

"Woi!" seru seseorang, menghentikan serangan mereka. Rupanya itu pengemudi yang hendak menjemput Kiran.

Begitu ada orang yang mengetahui aksi mereka, keempat gadis itu lari terbirit-birit. Ponsel Kiran mereka lempar ke dalam got yang cukup dalam, membuat gadis itu menjerit panik.

Buru-buru Kiran mencemplungkan tangannya ke dalam parit untuk mencari benda pipih itu. Saat ketemu, layarnya sudah gelap dan bau. Kiran tercekat. Barbar sekali sih mereka tadi. Sang driver turun dari motor dan mendekat Kiran.

"Mbaknya gak papa? Mbaknya Mbak Kiran ya?" tanya sang driver, mengulurkan tangan hendak membantu Kiran berdiri.

"Nggak papa, Pak. Tapi maaf hape saya mati. Jadi nanti nggak bisa langsung ngasih review." Kiran menekuk wajahnya, cemberut. Tangisnya masih tertahan di sudut netra.

"Alah, nggak papa, Mbak. Mbaknya gimana? Apa perlu dibawa ke klinik? Itu tangannya lecet-lecet." Lelaki itu tampak cemas.

Kiran memalingkan wajah, berusaha untuk tegar. Dia tak mau menangis di hadapan sang driver. "Nggak usah ke klinik, Pak. Tapi saya ubah tujuan boleh? Nanti saya bayar kok."

"Iya, nggak papa, Mbak. Mari. Ini helmnya."

Tangan kanannya penuh dengan lumpur. Kiran menatap sang driver dengan canggung. Namun, akhirnya ia berhasil mengenakan helm itu dengan satu tangan, setelah menaruh ponselnya ke aspal. Setelah mengamankan benda pipih itu ke kantong kresek yang diberikan oleh pengemudi ojol, akhirnya mereka berangkat.

Nyeri mulai terasa, berdenyut-denyut memenuhi tangannya. Ponselnya pun mati, entah apakah masih bisa digunakan atau tidak. Bahkan bekas tamparan di pipinya mulai mengirimkan perih. Kiran sungguh tak tahan lagi. Saat ia sampai di tujuan barunya, tangisnya pecah begitu saja.

💔💔💔💔💔

Assalamualaikum, Bossque!

Sebelumnya aku mau ngucapin makasih buat kalian pecinta Kiran-Janesh, karena akhirnya Love Kitchen udah di angka 100K!

Gila banget! Makasih ya Bossque yang keren dan caem, yang suka sama cerita ini. Semoga Love Break! juga bisa menyusul kakaknya ya 😉

Makasih buat vote, komen bahkan motivasi yang kalian kasih buat aku, rasanya aku terharu bingit. Udah mewek di pojokan #lapingus
Aku juga ngucapin makasih banyak buat yang udah traktir aku ngopi, buat nemenin aku nulis di trakteer.id/dhiaz, semoga rezeki kalian makin berlimpah.

Ternyata Kiran dikeroyok, Kels. Kasian banget tuh anak. Semoga dia baik-baik saja.

Gimana cerita selanjutnya? Tunggu episode berikutnya ya. Harap sabar, soalnya aku juga masih bikin proyek-proyek lain, jadi kadang nggak sempat nulis. But don't worry, cerita ini tetap bakal aku update terus. Tungguin ya!

Stay safe dan stay happy ya, Bossque
Assalamualaikum

Love you always,
DhiAZ

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top