Episode 1 Pertemuan pertama

Desember 2016

Janesh berjalan tergesa diikuti oleh Yano, asistennya menuju sebuah kafe mungil milik temannya. Lelaki itu penasaran atas rekomendasi salah satu kenalannya bahwa Hazelnut Cheesecake di sana rasanya sangat enak. Langkahnya terhenti saat mendengar suara yang lembut mengalun keluar dari cafe tersebut.

Seorang gadis sedang bernyanyi meskipun tanpa alunan musik, dengan penuh penghayatan. Janesh terpaku sejenak. Seakan terbius oleh pemilik suara lembut itu, netranya sama sekali tak berkedip. Hingga pada  akhirnya, gadis manis berambut panjang itu memberesi microphone dan turun dari panggung kecilnya.

"Permisi."

Janesh memberanikan diri menyapanya, setelah memberi salam pada Anwar, pemilik cafe yang sibuk di dapur.

"Iya?" Netra gadis itu membulat. Janesh merasakan desir aneh dalam dadanya.

"Hai, maaf ganggu ... latihan kamu?" tanya Janesh dengan senyum manis terkembang di wajah.

"Oh, iya nggak papa. Tapi cafenya belum buka, kok Mas eh, Anda bisa masuk?" tanya gadis itu keheranan.

"Oh, aku sudah izin yang punya. Mas Anwar, kan? Aku ke sini mau mencicipi Hazelnut Cheesecake yang sudah terkenal di kafe ini." Lelaki itu kembali tersenyum. Entah mengapa, sepertinya ada dorongan yang membuatnya tersenyum terus menerus. Janesh berusaha menahan dirinya, atau dia dianggap gila.

Gadis itu hanya mengangguk segan. "Eh, Anda ... yang di tivi itu kan? Chef Janesh?"

Lelaki itu mendengkus sembari menahan senyum. Setidaknya gadis itu sudah pernah melihatnya di televisi. Meski pun tadinya Janesh berharap gadis itu benar-benar tidak mengenalnya. "Hai, senang kenalan sama kamu juga. Siapa namamu?"

"Namaku Kirania, tapi di sini aku lebih dikenal dengan nama Rania. Chef kelihatan lebih ganteng aslinya dari pada di tivi." Senyumnya yang manis itu sungguh membuat Janesh terpana. Padahal gadis itu hanya mengenakan jaket dan menguncir rambutnya begitu saja, tapi penampilannya tetap menarik.

"Aku tadi denger pas kamu nyanyi. Keren banget. Kamu melakukan sesuatu yang sudah lama aku inginkan tapi aku nggak bisa lakuin." Janesh duduk di kursi yang berada di hadapan Rania.

Gadis itu terbelalak. "Hah? Masak sih? Chef kan udah terkenal, pinter masak, kurang apa lagi?"

Janesh tergelak. Sepertinya pujian yang dialamatkan padanya agak berlebihan. "Aku dari dulu pengen bisa nyanyi, tapi suaraku jelek banget. Sementara kamu tadi bisa mencapai nada tinggi dengan gaya sesantai itu. Dan kebetulan juga lagu tadi favoritku."

"Oh ya? Aku baru nyanyi nanti jam empat. Sekarang Mas Anwar pasti mau siap-siap buka." Rania melongok ke arah dapur yang sepertinya sedang sibuk.

"Wah, jam empat ya? Aku mau nonton sih aslinya. Tapi aku bakal jadi juri kompetisi masak di lantai satu. Kamu bisa masak?" tanya Janesh ramah.

Rania tersipu. "Aku nggak bisa masak, Chef. Aku buta warna. Bedain tempe matang sama mentah aja nggak bisa."

Janesh mengangguk mafhum. Tapi toh itu tak mengurangi kelebihan yang dipunya oleh Rania. "Oh, nggak papa kok. Tiap orang pasti punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Tapi aku beneran suka lho liat kamu nyanyi tadi. Keren. Apalagi kamu tipeku banget." Janesh berkata terus terang. Kemudian ia menyesal mengucapkannya. Bagaimana kalo ia dianggap lelaki bajingan karena sudah menggoda gadis itu padahal mereka baru saja bertemu.

"Hah?" Rania melongo, lalu sedetik kemudian gadis itu tersipu malu.  "Chef bisa aja. Kok di tivi kayaknya Chef galak banget ya?"

"Jangan percaya sama apa yang ditayangin di tivi. Aku emang dibayar buat marah-marah doang ha ha ha," tawa Janesh dengan wajah sumringah. Untunglah, gadis itu tak keberatan dengan keterusterangan. Kemudian Anwar, sang pemilik cafe menghampiri mereka dan menyajikan sepotong Hazelnut Cheesecake di hadapan Janesh. "Thanks, Bro." Anwar hanya tersenyum lalu pamit dan beranjak kembali ke dapur.

"Wow, cantik sekali kuenya," puji Rania.

"Nih, cobain aja. Aku juga lagi riset untuk masakan apa yang bisa dikreasikan sama kacang hazel dan almond. Seperti tahu almond pedas, atau tumis brokoli hazel. Makanya aku kemari, dan kebetulan ketemu sama kamu." Janesh menyendok potongan cake tersebut dan memasukan ke mulutnya. Setelahnya lelaki itu menyodorkan kuenya kepada Rania.

Malu-malu Rania juga ikut mencicipi kue tersebut, yang menggunakan selai serta potongan kacang hazel. "Wah enak. Tapi Chef, emang kacang hazel dan kacang almond bisa dijadikan masakan? Aku baru tahu."

Janesh mengangguk. "Bisa, bisa banget. Kalo kamu sempat, datang aja nanti di lantai satu. Aku akan demo masak juga di sana. Jadi kamu bisa incip juga."

"Boleh, Chef? Wah pasti enak. Tapi aku nggak tahu, aku selesai jam berapa. Nanti aku usahain deh. Oh ya, Chef. Boleh minta foto?" pinta Rania menatap Janesh penuh harap.

"Bayar dua puluh lima ribu ya?" canda Janesh, kemudian tertawa. Yang membuat Janesh berpikir, mungkin dirinya sedang kerasukan. Jarang sekali ia tertawa sesering itu dalam hidupnya.

"Yah, Chef. Segitu amat cari duitnya." Rania merespon dengan cemberut. Tetapi ia ikut tertawa bersama lelaki itu.

"Boleh aja. Sebentar, aku panggil asisten aku dulu. Yan," panggil Janesh kepada asistennya, yang sedari tadi berdiri di depan pintu kafe. "Bawa kamera nggak? Fotoin kita terus kamu cetak ya?" titah Janesh kemudian mengajak Rania berpose. Dia memang menyuruh Yano membawa kamera demi memotret masakan, atau apapun yang penting untuk riset Janesh.

"Boleh ya? Asyik!" ujar Rania girang.

Mereka berpose beberapa kali kemudian asisten Janesh pamit untuk mencetak fotonya di studio foto yang terletak di ujung lantai dua di mana cafe milik Anwar berada.

Mereka berbincang dengan akrab, sampai asisten Janesh menyerahkan beberapa helai foto mereka berdua. "Oke, kamu boleh ambil yang kamu suka."

"Bayar nggak nih? Nanti aku dikirimin bonnya lagi," canda Rania dengan mimik yang lucu.

Janesh tergelak. Kemudian saat ia mengecek jam tangannya, lelaki itu terkejut karena waktu cepat sekali berlalu. Dia harus segera ke lokasi untuk memulai acaranya. "Enggak. Gratis kok. Kamu orangnya asik juga ya diajak ngobrol? Aku boleh minta nomer kamu nggak?" tanya Janesh yang membuat wajah Rania merah padam. Lelaki itu sadar, bahwa sikapnya yang blak-blakan mungkin takkan disukai cewek kebanyakan, tapi ia tak mau bertele-tele ketika mendekati seorang gadis. Terlalu lama, memusingkan dan membuang tenaga. Jika gadis ini menolak, Janesh sudah siap dengan resikonya.

"Bo-boleh, Chef." Kiran berkata dengan terbata-bata. Janesh terkejut atas jawaban gadis itu. Segera saja ia merogoh kantongnya lalu teringat bahwa ia sedang tak bawa ponselnya.

"Tapi ponselku dibawa Randy di bawah. Gini aja, kamu tulis nomer kamu di sini, ya." Janesh mengambil salah satu foto mereka berdua dan membaliknya. "Ini aku simpen buat kenang-kenangan." Janesh kemudian meminjam pulpen milik salah satu karyawan Anwar.

"Kenapa nggak aku yang nyimpen nomer Chef aja, nanti aku missed call?" tawar Rania.

Janesh memutar bola mata. "Yang missed call aku banyak, aku takut entar nggak bisa bedain. Aku juga nggak mau membaca pesan dari nomer nggak dikenal. Gini aja, biar seru. Kamu tulis nomermu di sini, tapi jangan semua. Dua digit nomer terakhir jangan ditulis dulu. Nanti begitu aku selesai, aku bakal kemari nagih sisanya. Oke?" Janesh mengerling ke arah Kiran. "Aku harus segera ke bawah soalnya. Tapi aku usahain bakal ke sini lagi, karena aku pengen lanjut ngobrol sama kamu, gimana?"

Rania menulis nama dan nomer teleponnya, tetapi menyisakan dua digit nomer terakhir seperti permintaan Janesh.

Lelaki itu mengambil foto tersebut dan memasukkan ke dalam sakunya. "See you later ya, Rania."

💔Episode01💔

Hai, assalamu alaikum Keliners!
Gimana kabar? Semoga masih sehat, masih betah dan happy di rumah.

Jadi gimana dengan episode pertama ini? Manis kan? Ini pertemuan pertama dari sudut pandang Janesh ya. Jadi kalo kalian ngerasa aku kan udah baca yang ini, di Love Kitchen. Nah itu yang versi Kiran. Biar adil dan berimbang gitu Keliners 😉

Setelah ini aku usahakan agar update rutin, biar bisa nemenin kalian #StayAtHome ya.

Jangan lupa vote sama komennya, terutama saran, kritik atau ide-ide cerita baru. Insha Allah aku akan baca semua komen kalian kok, jangan khawatir meski pun balesnya rada telat 🙏

Oke, sampai segini ya Keliners. Tetap semangat meski pun setiap hari kita dibikin deg-degan sama Corona, selalu jaga kebersihan dan kesehatan ya. Semoga pandemi ini segera berlalu.

Love
DhiAZ

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top