Episode 6 Pergi begitu saja

Janesh : Ayo ketemu sebentar. Kita omongin baik-baik.

Kiran membaca pesan itu dengan perasaan bosan. Malas. Suasana hatinya masih kacau, sehingga ia tak ingin bertemu dengan siapa pun. Aroma masakan Dika sedari tadi menggoda indera penciumannya. Tetapi Kiran bersikeras tak mau makan. Penatnya terlalu tinggi, ia bahkan tak berselera menyantap sesuatu saat ini.

Ponselnya bergetar lagi. Kali ini Kiran hanya menaruh benda itu begitu saja di atas meja. Meski pun ia sudah mulai bosan berada di ruangan ini tanpa melakukan apa pun, Kiran bergeming. Tentu akan lebih nyaman di kamarnya, tetapi tentu orang tuanya akan curiga kenapa dia pulang jam segini, padahal seminggu ini dia baru mencapai rumah tengah malam.

Sementara itu, Janesh yang kesal karena pesannya diabaikan, mulai kebingungan. Apa lagi yang harus ia lakukan? Mengapa Kiran terlalu keras kepala untuk tak mau mendengarkan penjelasannya? Lelaki itu juga bingung, penjelasan apa yang dibutuhkan oleh Kiran agar gadis itu mengerti kesibukannya. Janesh memijat pelipis yang berdenyut, sepertinya terlalu berat untuk memikirkan sesuatu.

Ponselnya berdering, membuat Janesh bergegas melihatnya. Kecewa karena yang menelepon adalah seseorang yang tidak sedang diharapkan, lelaki itu menghela napas. Namun tetap saja ia harus menerima panggilan tersebut.

"Kita harus segera meeting untuk konsep acaranya. Kamu tahu jadwal tayangnya sebentar lagi kan?" Suara di seberang sana segera mengemukakan maksudnya, tanpa berbasa-basi.

Janesh mengembuskan napas panjang. "I know. Aku baru bisa balik lusa. Nggak masalah, kan?" Lelaki itu meminta pengenduran jadwal. Mungkin besok, dia bisa melakukan sesuatu untuk Kiran, sehingga mereka bisa segera berdamai dengan keadaan ini.

"Okey, lusa ya? Jangan molor lagi. Chef Lee sudah datang kemarin, kalian kan harus membangun chemistry sebelum syuting dimulai." Titah tersebut membuat Janesh tersenyum sinis.

"Don't worry, kalo sama dia. Kita udah punya chemistry sendiri." Janesh berujar dengan santai, ketika mengingat partner baru untuk acara berikutnya. Lelaki itu sudah mengenal baik karakter Chef Lee.

Lalu panggilan tersebut berakhir. Janesh baru saja akan memasukkan ponsel ke dalam lokernya, saat ia mendadak teringat sesuatu. Ragu-ragu akan pilihannya, lelaki itu sempat tak mau melakukannya. Namun karena dorongan hatinya begitu kuat, memaksa lelaki itu untuk menelepon seseorang yang sudah cukup ia kenal baik.

"Halo?" Suara orang di seberang sana menyapa setelah nada sambung ketiga.

"Dik?" Janesh mengucapkan itu dengan santai, meski pun hatinya sempat terpilin dengan cemburu. "Lagi istirahat siang kan?"

Suara penggorengan yang beradu sebenarnya menjelaskan kesibukan lelaki yang ditelepon olehnya, tetapi Janesh berpura-pura tidak mendengarnya.

"Nggak juga sih, Bro. Kenapa?" tanya Dika, suaranya sedikit sangsi.

"Enggak. Mau nanya aja. Kalo ngajak cewek dinner di sini, enaknya di resto mana ya?" tanya Janesh asal. Tetapi Dika lebih dulu berada di kota asal Kiran dan memutuskan untuk bekerja  di sini, sebelum kedatangan Janesh.

"Resto lo kan bagus juga, ha ha ha." Gelak Dika hanya ditimpali tawa sopan oleh Janesh.

"Hmm. Cari suasana baru." Janesh berujar.

"Oh, biar baikan sama Kiran kan?" timpal Dika dengan nada menggoda.

Mendengar itu Janesh tersentak. Kemarahan dalam dadanya menggelegak, seperti lava yang hendak menyembur dari gunung.

"Kiran cerita sama kamu?" tanya Janesh, penasaran sekaligus merasa terbakar. Mengapa kalau bersama lelaki itu, Kiran jauh lebih terbuka dan bersahabat? Kiran bahkan sudah menceritakan itu kepada Dika, padahal mereka ribut beberapa jam yang lalu.

Dika sedikit ragu saat menjawab, "Sebenarnya enggak cerita, sih. Tapi dia wajahnya suntuk gitu tadi."

Janesh semakin terbakar cemburu. "Dia di sana sama kamu, sekarang?" Kali ini nada tinggi dari mulut Janesh tak bisa disembunyikan. Amarah yang tersirat dari pertanyaannya begitu kentara.

Dika yang mencium aroma cemburu yang menguat dari perkataan Janesh, mendadak siaga. Apa ... dia tadi salah dalam mengucapkan sesuatu? Mungkin seharusnya ia berpura-pura tidak tahu masalah mereka saja. Ikut campur dalam urusan percintaan dua orang itu sungguh keadaan yang tidak enak. Sayang, Dika terlambat menangkap hal itu.

"Enggak kok. Tadi cuma papasan aja." Dika memutuskan berbohong agar Kiran tak terkena masalah karena dirinya.

"Oke." Lalu Janesh memutuskan sambungan teleponnya. Hatinya mendidih, tak suka dengan kedekatan Kiran dan Dika semenjak di Hard Kitchen. Lelaki itu juga tahu bahwa Dika telah mengembangkan perasaannya sendiri kepada Kiran, terlepas dari apa pun yang dilakukan gadis itu. Mereka tidak sekedar bersahabat. That's bullshit!

Meski pun selama setahun berikutnya Janesh mulai berteman dekat dengan Dika, dan Dika pernah berkata bahwa ia sudah tak ingin lagi menumbuhkan rasanya untuk Kiran, Janesh belum bisa percaya. Dika dapat dengan mudah berbicara dan bercanda bersama Kiran dan juga sahabatnya, Brie, tanpa masalah. Sementara Janesh belum bisa membangun hubungan baik dengan sahabat Kiran setelah Janesh jengkel karena ulah gadis itu, dia tak dapat menjangkau Kiran.

Apa-apaan ini semua? Mengapa seakan semesta tak mau mendukungnya bersama dengan Kiran? Apakah itu semua kesalahannya? Atau sedari awal, dia dan Kiran tak cocok untuk membangun cinta?

Janesh mendecih. Rasanya cheesy sekali mengucap kata cinta itu kalau mengingat hubungan mereka. Terlebih selama sebulan ini, mereka jarang bisa bertemu. Sekalinya bisa meluangkan waktu, yang ada hanya keributan semata. Sampai akhirnya Kiran berterus terang kalo ia ingin Janesh sedikit lebih romantis, memberinya bunga setiap hari dan mengantar jemput dirinya bekerja. Janesh tak keberatan karena setelah Kiran diterima bekerja di restorannya, mereka bisa leluasa bertemu lebih sering.

Lantas mengapa jadi begini? Janesh kemudian memutuskan untuk menenangkan pikirannya dulu. Sulit sekali untuk menemukan solusi dalam keadaan ruwet begini. Apa lagi Kiran sama sekali tak mau bertemu dengannya.

Janesh kemudian mengirimkan pesan kepada Kiran, tak peduli apakah gadis itu akan membacanya atau tidak. Setidaknya lelaki itu sudah berusaha memberi kabar, mencoba meluruskan masalah, Kiran saja yang terlalu emosional hingga tak mau menanggapi.

Setelahnya Janesh menghubungi orang yang tadi ia ajak bicara via telepon.

"Ya, ada apa?" Lelaki itu sama sekali tak mau berbasa-basi.

"Aku balik malam ini. Secepatnya. Besok bisa kita agendakan buat ketemu. Sori dadakan," pungkas Janesh yang tak mau lagi memperpanjang durasi tinggalnya di kota Kiran. Ia telah menyelesaikan urusan restoran kemarin, hari ini ia hanya menjadi Headchef agar bisa menatap wajah cemberut Kiran yang mengupas jahe atau menyiapkan bahan makanan di kitchen. Sayangnya, keinginan itu tak terkabulkan.

Jemari lelaki itu lincah mengetik data untuk formulir pemesanan tiket pesawat menuju Jakarta via aplikasi. Setelah selesai ia masukkan kembali ponselnya ke dalam loker, bersiap untuk bekerja lagi. Biarlah hari ini ia fokus untuk menangani pesanan pelanggan, tak peduli hatinya sedang kacau.

💔 Episode06💔

Assalamualaikum, Keliners!

Dan akhirnya Kiran ditinggal pergi dong 😭😭😭

Jadinya pegimane ini yak, mau bikin adegan romantis dinner di restoran kok malah gagal. Maafin yak, Janeshnya udah butek duluan waktu mau kusuruh adegan manis-manis 😔😔

Udah setres ini aku biar mereka bisa akur. Semoga besok moodnya Kiran udah baik dan hatinya Janesh nggak lagi mendung ya. Jadi biar sweet gitu hihihi

Biar aku tetap semangat jangan lupa klik vote nya ya. Komen juga ya tentang cerita ini. Apakah ada yang gemes pengen merukyah itu Janesh biar nggak galak-galak, atau gemes pengen nabokin sekalian. Eh tapi karena ada pandemi, naboknya online ya. Jangan deket-deket dulu 😊

Betewe, yang mau support aku agar terus bikin cerita kayak gini, boleh banget kakak kunjungi trakteer.id/dhiaz ya kakak. Biar aku juga bisa ngopi pas nulis gitu. Jiah, berasa jadi sales di ITC nih aku ya 😅😅😅 #ditimpukpembaca

Assalamualaikum Bossque, sampai ketemu besok. Jangan lupa jaga kesehatan dan tetap bahagia, karena pura-pura bahagia sama sekali tidak membawa faedah (sakjane ini mau ngomong apa, coba?)

Love,
DhiAZ

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top