Episode 14 Sober

Kiran terlelap di kamar Brie, setelah membersihkan diri. Dia sudah capek menangis, menumpahkan emosi seharian. Entah apa yang harus ia lakukan, karena mengurai benang masalahnya saja sudah membuatnya kesulitan.

Keesokan harinya, dengan meminjam ponsel Brie, ia menghubungi orang tuanya. Menjelaskan bahwa ia menginap di rumah Brie, serta ponselnya yang rusak karena tak sengaja jatuh. Kiran mengarang alasan bahwa seharian kemarin ia mencari tempat untuk servis gawai, karena kerusakannya cukup parah. Ayah mengomel panjang pendek, tetapi setelah itu mengemukakan kelegaannya.

"Ayah sampai marah-marah sama Janesh, nyuruh dia pulangin anak Ayah. Terus kenapa Brie nggak ngabarin Ayah kemarin?" tanya Ayahnya segera.

Menarik napas panjang, Kiran memejamkan netra mencoba mencari alasan berikutnya. "Kemarin di kedai sedang sibuk, Yah. Dia nggak ngabarin. Terus Kiran juga yang minta, soalnya kemarin Kiran sumpek juga, hapenya nggak bisa dibenerin."

"Ya sudah. Sampaikan salam Ayah buat Daddy-nya Brie. Juga Ayah minta maaf ke Janesh karena udah marahin dia. Tapi emang Ayah masih nggak suka kamu pacaran sama dia." Ayah kembali menyatakan ketaksukaannya pada Janesh.

Sekali lagi, Kiran menarik napas panjang, berharap agar pertahanan dirinya nggak jebol. "Iya, Yah."

Itu saja yang bisa ia katakan. Lagipula, apa yang bisa membuat nilai Janesh lebih tinggi di mata ayahnya? Kiran sungguh tak mengerti. Ayah tak pernah bilang alasannya tak suka pada Janesh, tetapi lelaki itu selalu terang-terangan menunjukkan. Menjadikan Kiran di posisi yang serba salah.

Brie keluar dari kamar mandi dan menggosok rambutnya dengan handuk. "Jadi, kamu mau lapor ke polisi nggak masalah ini?"

Semalam, akhirnya Kiran menceritakan kronologi kejadiannya kepada Brie dan Dika. Tentang pengeroyokan fans Janesh. Tentang kekacauannya karena menerima serangan seperti itu hanya karena mencintai seorang Janesh Rajendra. Sampai sekarang, Kiran masih belum tahu apakah harus menceritakan kejadian ini kepada kekasihnya.

"Nggak tahu, Brie. Apa nanti Chef J ... bakal marah? Ini menyangkut namanya juga." Kiran menghela napas.

Sahabatnya segera duduk di ranjang, lalu menatapnya gemas. "Gini ya, Ran. Kalo kamu masih pacaran sama Janesh, serangan ini tuh nggak bakal berhenti di sini!"

"Tapi aku musti gimana, Brie? Aku juga nggak mau ngerepotin Chef." Setelah rasa malunya karena salah sangka terhadap Honey. Kiran menggigit bibir.

Brie memutar bola matanya. "Ya dia juga harus repot dong. Kamu pacarnya, mereka fansnya. Dia harus turun tangan juga. Paling nggak, dia pasti punya tim yang nanganin media, kan. Biar berita ini nggak bocor ke publik, tapi masalah selesai. Come on, kamu emang harus nerima kalo pacarmu ini artis. Dan tanggung resikonya." Omelan Brie sudah berada dalam kecepatan penuh.

Manggut-manggut, Kiran meresapi perkataan sahabatnya itu. Gadis itu menggigit jarinya, masih mengatasi gelombang kegugupan untuk menghadapi kekasihnya sendiri.

"Meski pun aku nggak suka ya, kamu pacaran sama dia. Tapi, dia panik kemarin. Seharian kamu nggak bisa dihubungi. Tanya aja Dika. Ayahmu nelpon, marahin dia. Terus dia bingung nyari kamu di mana. Secara dia masih di Jakarta." Brie menghela napas setelah kecapekan mengungkapkan pikirannya. Lalu gadis itu bangkit dan memilih baju. Kiran masih bungkam. "Aku udah simpan nomernya, jaga-jaga kalo kamu mau telepon dia. Kasihan juga Dika diteror terus buat nanyain kabarmu."

Kiran mengerling. "Oh ya?"

Brie mendecih. "Makanya kalo kamu pacaran jangan ngerepotin orang lah. Selesaikan masalahmu sekarang."

Meski pun ragu, Kiran kemudian mencari kontak di gawai milik Brie untuk menghubungi Janesh. "Kamu simpan pake nama apa?" Jemari Kiran menyusuri kontak dengan awalan huruf J, tapi tak kunjung menemukan.

"Chef Songong." Brie menukas, lalu masuk ke kamar mandi lagi untuk ganti baju.

"Briiiie!" protes Kiran, karena tak suka sahabatnya memanggil kekasihnya dengan nama itu.

"Suka-suka gue lah!" sahut Brie dari dalam kamar mandi.

Gugup, Kiran kemudian menelepon Janesh. Terdengar nada sambung beberapa kali, kemudian baru lah suara merdu milik Janesh terdengar.

"Halo?" Nadanya datar saja, mungkin karena nomer Brie tidak masuk di kontaknya.

"Chef?"

"Kiran? Astaga Tuhan! Akhirnya! Kamu kemana aja? Kenapa nomermu nggak bisa dihubungi?" Lelaki itu segera memberondong dirinya dengan pertanyaan.

"Chef, aku minta maaf ..." bisiknya lirih.

Di seberang sana terdengar helaan napas milik Janesh. "Ya udah, selama kamu nggak papa. Aku cemas kemarin."

Kiran menanggapinya dengan anggukan, kemudian ia tersadar bahwa lelaki itu tak dapat melihat gerakannya. Kemudian Kiran menceritakan kronologi kejadian penyerangan empat orang yang mengaku fansnya. Hal tersebut menyebabkan ponselnya rusak.

Janesh mendengar dengan seksama, lalu tanpa Kiran duga, lelaki itu sama sekali tak memarahinya. "Oke. Aku senang kamu nggak papa. Tapi kayaknya, kita harus ketemu, terutama sama manajemenku. Kita harus selesaikan ini."

Tergagap, Kiran berusaha mencegah. "Nggak usah, Chef. Nggak papa. Aku cuma sedih aja kemarin, tapi sekarang beneran aku nggak papa."

"Nggak bisa. Kalo gini caranya, kamu bakal diserang terus. Entah sama media, atau orang barbar lainnya. Padahal aku sudah minta foto kita di bandara di take down, tapi kayaknya udah telanjur disebar. Oh ya, hapemu rusak kan? Sekarang kamu di mana?" Janesh berkata tanpa henti, membuat Kiran sedikit gelagapan mencernanya.

"Aku ... di rumah Brie sementara ini. Mungkin hari ini aku nggak bisa kerja lagi." Kiran menggigit bibir.

"Nggak usah kerja dulu. It's okey. Tunggu di sana, aku bakal minta salah satu manajerku ke sana. Kirim alamatnya ya." Instruksi Janesh terdengar tegas dan tenang, seolah lelaki itu sudah terbiasa menghadapi masalah seperti ini. Kiran semakin merasa malu, karena telah menyangka lelaki itu masih punya rasa dengan mantan dan mengabaikannya.

"Maaf ya, Chef. Aku cuma bisa bikin repot." Kiran berujar kemudian.

Barulah lelaki itu tergelak setelah seharian kemarin berada dalam ketegangan. "Nggak ada. Justru kamu yang repot. Semoga kamu nggak kaget dengan duniaku yang kayak gini."

"Aku jadi nggak enak, Chef. Apalagi kemarin aku sempat salah sangka ... sama Honey." Kiran akhirnya mengungkapkan kesalahannya.

"Makanya jangan gegabah. Apa-apa itu dipikir dulu yang tenang. Ya sudah. Tunggu manajerku datang. Jangan kemana-mana. Jangan temui siapa-siapa. Kalo ada telepon dari media, bilang aja kamu nggak punya wewenang buat menjawab. Atau nggak usah diladeni sekalian. Ngerti?" Janesh kembali memberikan instruksi.

Dada Kiran kini dipenuhi kelegaan, sekaligus debaran mengenai bagaimana manajemen Janesh akan mengatasinya. Jauh di dalam hatinya, ia bangga karena kekasihnya punya sikap tegas dan manajemen yang bagus, sekaligus cemas dan khawatir karena hubungan asmaranya kini tak hanya berisi Janesh dan dirinya saja. Lupakan romantisme, kini ia harus bersiap-siap menghadapi ketegangan berikutnya.


💔Episode14💔

Hai, hai Bossque! Assalamualaikum!

Maaf ya baru bisa update lagi. Aku kemarin sibuk bikin proyek #audiostory Love Kitchen, makanya agak sibuk. Jadi kamu bisa dengerin cerita Love Kitchen di YouTube, di kanalku : dhiniarizhona. Ini buat kalian yang pengen baca cerita tapi masih ada kesibukan, jadi lah aku bikin audiostory. Jangan lupa kasih krisan ya!

Makasih buat yang udah ngevote, ngomen dan ngasih aku motivasi terus buat update 😁😁😁 apalagi yang udah nraktir aku ngopi di trakteer.id/dhiaz

Oke, sampai di sini dulu ya ocehan author nggak jelas ini. Semoga hari kalian menyenangkan ya Bossque! Semoga episode berikutnya bisa cepet updatenya.
Assalamualaikum

Love,
DhiAZ

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top