veertien
Lembayung senja sudah mulai menampakkan warnanya. Sembarut jingga terpampang cantik di ufuk barat. Pertemuan terang dan gelap menghadirkan penyatuan yang membuat suasana begitu indah.
Aku menatap gadis cantik di sebelahku. Semu merah di wajahnya terlihat kemilau diterpa mentari senja. Cantik sekali. Aku tidak akan pernah bosan menatapnya. Terlebih wanita inilah yang menghadirkan debaran debaran nyaman di hatiku.
" Ayo kita cari makan malam."
Aku mengulurkan tanganku mengajak gadis disebelahku itu untuk beranjak. Dia menyambutnya. Walau masih tetap terlihat sedikit ragu. Aku menautkan tanganku ke tangannya. Tangan itu sedikit terasa bergetar, tapi lalu kemudian terasa menerima.
" Kau mau makan apa?" Tanyaku begitu kami memasuki kendaraanku.
" Apa saja." Jawabnya singkat.
" Steak ?" Tanyaku lagi. Dia mengangguk.
" Chateaubriand steak." Ucapnya pelan. Aku tersenyum.
Aku melajukan kendaraanku ke arah pusat kota dan membawanya memasuki parkiran Haus Bratwurst. Rumah makan yang menyajikan menu Steak yang paling terkenal.
Kami duduk di sisi sebelah kiri, dekat dengan tangga turun menuju ke arah taman. Suasana senja dengan semilir angin menghadirkan sedikit hawa dingin. Gadis di hadapanku sesekali mengusap lengannya. Aku beranjak dari dudukku. Dia menatapku.
" Tunggu sebentar." Ucapku.
Aku kembali dengan jacket ditanganku. Kusampirkan Jacket itu ke pundaknya. Dia memakainya. Aku membantunya.
" Terima kasih." Ucapnya lirih.
Aku tersenyum menanggapinya setelah kembali duduk dihadapannya. Aku mendapati bibir itu kembali melukiskan senyuman.
Tidak begitu lama pesanan kami datang. Aku menatap gadis di depanku. Dia sedikit terlihat canggung.
" Aku..aku..tadi..memesan untuk kita." Ucapnya terbata.
Aku mengulas senyum sambil mengusap tangannya yang ditempatkannya di atas meja. Dia terlihat hendak menarik tangannya tapi tidak jadi. Aku menatap lekat matanya yang tertangkap beriak.
" Terima kasih. Ayo makan."
Dia makan dalam diam. Aku senang menatapi cara makannya. Merasa di perhatikan gadis itu mengangkat wajahnya, menatapku.
" Ada apa?" Tanyanya dingin. Aku menggeleng.
Lalu dia melanjutkan makannya. Aku tidak menggangunya lagi. Aku pun menikmati makananku sambil berpikir, bagaimana caranya untuk menahannya tidak pulang dulu. Aku masih ingin bersamanya.
Ddrrtt..ddrtt...
Suara ponsel memecah pemikiranku. Aku menatap malas, begitu tahu siapa yang menghubungiku. Mengganggu saja, batinku.
" Kenapa tidak diangkat?" Suara Mariz membuatku menatapnya. Aku tersenyum sekilas.
" Tidak penting." Jawabku singkat.
" Apa dia kekasihmu?" Tanyanya pelan sambil menunduk. Aku jadi merasa tidak enak melihatnya. Aku menyentuh dagunya lembut dan menengadahkan wajahnya untuk menatapku.
" Hei, hei..aku tidak punya kekasih. Dia hanya assistenku di Rumah sakit." Ucapku tenang. Dia menghadirkan senyum samar di bibirnya.
" Kalau sudah selesai, aku akan mengajakmu ke taman kota. Kau mau?"
Ucapanku terlontar begitu saja. Ide mampir ke taman kota tercetus begitu saja dalam benakku. Dia mengangguk.
Aku mengandeng tangannya menuju tempat parkir. Sebelum masuk ke dalam mobil, masih sempat gadis itu menatap suasana kota yang sudah dipenuhi kerlap kerlip lampu. Begitu semarak. Dia kembali menghadirkan senyum samar dan mata beriaknya. Begitu cantik.
Aku membukakan pintu mobil untuknya, lalu kupasangkan seatbelt begitu dia sudah duduk. Lalu aku berjalan menuju tempatku.
Perlahan kendaraanku keluar dari parkiran Haus Bratwurst menuju taman kota yang aku yakini malam ini tidak akan terlalu ramai. Dan betul saja, taman kota terlihat lengang. Aku tersenyum melihatnya.
Aku memarkirkan mobilku di sisi dekat pedestrian. Aku menatapi Mariz yang menatap lurus ke depan.
" Kau mau turun?" Tanyaku pelan. Dia mengangguk.
Aku segera turun dari kendaraanku lalu berjalan untuk membukakan pintunya. Dia turun setelah menyambut uluran tanganku. Tanpa ragu. Bersisian kami memasuki taman kota. Tangan kami saling bertaut. Udara sejuk menerpa kulit kami. Suasana tenang dan nyaman membuat kami merasa begitu damai.
Hatiku berdesir menatap Mariz yang memejam matanya. Wajah damai nan cantik terpancar jelas memanjakan penglihatanku. Aku tak lepas menatapnya, lalu tanpa ragu aku meraih tubuhnya ke dalam pelukanku. Aku mencium lama keningnya. Ketika debaran jantungku menggila, aku seolah tak sanggup lagi untuk meredakannya. Lalu aku membingkai kedua sisi wajahnya. Kulumat bibir lembut gadis yang masih memejamkan matanya.
" I love you so much and I can't hold it anymore, dear." Ucapku lirih disela lumatanku. Gadis itu menegang. Mata cantiknya kini menatapku.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top