elf

" Dokter, anda sudah ditunggu."

Suara seorang Security yang datang  menghampiriku, membuatku bergegas membawa langkahku ke bangsal Tuan Hendri.

Aku menatap Tuan Hendri yang meracau tidak jelas dengan mata memerah. Kedua tangannya yang seolah hendak bergerak, di tahan oleh dua orang perawat.

" Berikan antipsikotik untuk menekan dopaminenya yang terlalu aktif."

Perintahku kepada perawat yang berdiri di dekatku. Perawat itu mengangguk dan mulai mendekati Tuan Hendri yang menatapnya galak.

" Biarkan dia duduk, aku akan bicara dengannya."

Aku menatap mata Tuan Hendri yang kini duduk dengan sedikit tenang. Mulutnya masih meracau tak jelas.

" Tuan, tidak ada yang ingin menyinggung anda. Suster Theana hanya akan memberikan makanan. Tuan laparkan, belum makan."

Suara tenangku membuat Tuan Hendri tersenyum. Dia menatapku seolah ketakutan. Mata bulatnya berputar putar ke kiri dan ke kanan. Lalu wajahnya ditengokkan ke segala arah.

" Jangan suster itu, dok. Istriku pasti marah, Sssttt..aku jadi memarahinya. Padahal aku menyukainya. Aku tersinggung sayang, wanita itu bicaranya bikin aku marah."

Tuan Hendri tertawa tawa. Aku menatapnya dengan senyum. Dia selalu mengatakan menyukai Suster Theana tapi memarahinya karena takut istrinya marah. Aku menggeleng lelah.

Menurut cerita keluarganya, Tuan Hendri jadi kurang waras karena istrinya pergi tepat di hari resepsi pernikahan mereka. Istrinya pergi dengan membawa seluruh harta kekayaannya, karena perusahaan yang Tuan Hendri pimpin milik keluarga istrinya. Istrinya marah karena mengetahui, bahwa Tuan Hendri telah menikah siri dengan sekretarisnya.

Masalah yang rumit, batinku.

Aku menatap Tuan Hendri yang kini hampir terlelap di  kursinya. Aku beralih menatap dua perawat yang tadi memegangi Tuan Hendri.

" Pindahkan dia ke tempat tidur, sepertinya dia sudah tenang."

Perintahku langsung dituruti oleh kedua perawat itu. Lalu seolah tersadar, aku teringat pria yang menunggu diruanganku. Aku tergesa membawa langkahku ke sana.

Sampai di ruanganku, aku tidak mendapati pria itu di sana. Aku menatap Jenni yang sedang sibuk dengan ponselnya. Langkahku sedikit mendekati mejanya.

" Jenni.."

Panggilku sedikit berteriak. Wanita itu mendongakkan wajahnya. Senyum genitnya sudah tersungging dibibirnya yang penuh.

" Ya, dokter?"

Suara manjanya gatal menerpa telingaku.

" Tuan.."

" Oh iya. Tuan David dibawa ibunya jalan jalan, dok. Mungkin ke taman. Tadi ketika ibunya datang, Tuan David sedang menangis."

Wanita itu memotong ucapanku yang menggantung. Aku mengangguk lalu meninggalkan Jenni begitu saja. Wanita itu mencebik.

David, nama pria itu David. Sama dengan kekasih yang telah memperkosa Mariz, atau memang dia orangnya. Aku mulai menegang, mataku berkilat marah. Lalu aku menggeleng. Banyak sekali nama David di dunia ini. Bukan hanya satu.

Aku jadi penasaran untuk membuka file atas nama David. Ada beberapa nama David yang tersimpan di file. Aku melihat tanggal masuk pasien itu. Aku menemukannya dengan foto yang sama di sana.

David Scott, seorang arsitek ternama. Putra dari Derian Scott, Rektor Universitas Seni dan Tari. Selebihnya hanya alamat rumah dan riwayat kenapa dia dibawa ke Rumah Sakit ini.

Aku harus menanyainya lagi nanti atau aku harus bertanya pada Mariz dengan perlahan. Aku tidak ingin membuat hati gadis itu kembali terluka dengan mengingat kejadian itu.

Ingat Mariz, aku jadi tersenyum sendiri. Ada rasa yang menghentak di hatiku. Rasa ingin menatap wajahnya, melihat senyum samarnya dan mengusap pipi mulusnya. Atau juga kembali melumat bibirnya.

" I miss you, girl." Lirihku.

Aku menatap gambar di ponselku. Aku menyimpan gambar wajah dengan mata terpejam itu sebagai wallpaper ponselku. Aku tertawa pelan. Aku membawa langkahku keluar ruangan. Ide yang muncul di kepalaku membuatku tersenyum lebar.

" Jenni, aku akan cuti tiga hari. Eh, tidak. Seminggu saja. Tolong minta dokter Liliana menggantikanku." Ucapku begitu berada di hadapan Jennifer.

" Maksud dokter?"

Jenni mengangkat kedua alisnya. Aku mengangguk sambil menatapnya.

" Aku rasa ucapanku jelas." Ucapku dengan senyum. Aku membawa langkahku menjauh.

" Dokter Gene, maksudku.."

" Aku akan mengajak kekasihku berlibur."

Aku tahu, Jennifer pasti mencibir sambil memberengutkan wajahnya. Aku sengaja melakukannya. Aku ingin Jennifer sadar, bahwa aku tidak akan pernah bisa membalas perasaannya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top