eenentwintig
Ini sudah hari ke lima, aku menikmati kebersamaanku dengan Mariz. Sedikit demi sedikit gadis itu mulai menerimaku. Bahkan dia mulai berani merangkul lenganku ketika kami berjalan jalan di pantai atau membalas ciumanku, walaupun masih terlihat canggung. Tapi aku menyukai perubahan itu, kemajuan yang membuatku selalu bersorak kegirangan dalam hati.
Sore ini aku akan memberinya sebuah kejutan. Aku sudah memesan tempat untuk makan malam. Tempat yang sedikit romantis dan aku baru kali ini melakukannya. Dulu ketika masih ada Danissa, aku tidak pernah melakukan hal semacam ini. Aku tidak pernah susah susah berusaha untuk menarik perhatiannya. Tapi kali ini berbeda. Aku selalu saja berusaha menarik perhatian dan membuat sesuatu yang membuat Mariz suka. Termasuk berlibur dan mengajaknya untuk makan malam romantis.
Aku terkadang berdecak dan tersenyum sendiri bila mengingatnya. Melakukan hal hal yang tidak biasa untuk seorang gadis. Seperti kemarin, aku rela berjalan jauh untuk mencari gelang dari cangkang kerang hanya karena Mariz menginginkannya. Atau bersedia menjadi objek lukisannya. Aku sampai harus duduk berjam jam di bawah terik matahari karenanya. Tapi aku teramat suka melakukannya. Aku selalu senang melihat senyum bahagia terukir di bibir tipisnya.
Inginnya aku segera memintanya untuk menjadi istriku. Aku tidak ingin berlama lama berpacaran atau pun bertunangan. Aku ingin langsung menikahinya. Aku selalu berdoa semoga dia mau menerimaku.
Aku sudah terlalu sering menahan diri, meredam hasratku. Membunuh gairahku, karena berdekatan dengannya. Aroma tubuhnya seolah membuatku gila. Aku selalu berlari ke kamar mandi sepersekian detik setelah menciumnya dan aku rasanya tidak sanggup lagi menahannya.
Aku membawa langkahku menuju kamarnya. Mengetuk pintunya beberapa kali, tapi tidak ada sahutan.
" Mungkin dia masih tidur." Gumamku sambil membuka pintu yang ternyata tidak terkunci.
Tubuhku bergeming. Menegang. Tatapanku nyalang menatap lurus ke depan. Aku tidak dapat menutupi keterpanaanku. Aku diam tidak bersuara. Menikmati keindahan yang tersaji di sana.
Tubuh itu meliuk tanpa sehelai benang pun. Suara merdu mengalun lirih. Matanya terpejam begitu rapat. Head set berwarna merah terpasang di kepalanya. Jubah mandi dan handuknya teronggok dilantai. Setumpuk pakaian rapi belum tersentuh di atas tempat tidur.
Aku terus menatapnya. Gadis itu melenggok dengan tangan yang sesekali menyibak rambutnya yang tergerai. Lalu ketika mata itu terbuka tatapannya nanar menikamku. Bibirnya mengeluarkan pekikan tertahan. Kemudian tubuhnya sedikit merunduk, lalu tangannya meraih jubah mandi yang berada di dekat kakinya.
Aku segera menghampirinya dan menahan tangannya yang hendak memakai jubah mandi itu. Aku mengambil jubah mandi itu dan melemparkannya begitu saja.
" Tolong jangan ditutupi, please. Biarkan aku melihatnya, menyentuhnya dan menikmatinya. Hanya aku."
Bisikku ditelinganya setelah terlebih dulu aku membuka head set yang dikenakannya dan melemparkannya ke atas tempat tidur. Tubuh gadis itu menegang. Matanya menatapku memancarkan bias ketakutan. Aku mengusap lembut punggungnya.
" Belajarlah untuk menerimaku." Bisikku lagi. Gadis yang kini dalam dekapanku terlihat tenang.
" Aku , aku tidak pantas Gene. Aku kotor.." Ucapnya dengan suara bergetar.
Aku melumat bibirnya. Hal yang beberapa hari ini menjadi sesuatu yang biasa kulakukan. Aku menjeda lumatanku di bibirnya, lalu aku menatapnya.
" Aku akan membersihkanmu, jika kau merasa kotor. Aku tidak sedikit pun menganggapmu seperti itu. I love you, Mariz. You are the girl I want all this time."
Aku kembali mencium bibirnya yang kini kurasakan mendapatkan balasan. Aku tersenyum diantara lumatanku. Aku beralih mengecupi lehernya. Hasratku yang sedari tadi memanas, minta dipuaskan. Kali ini aku tidak akan menahannya lagi. Aku tidak akan lagi membunuh gairahku. Aku akan menuntaskannya. Memberikan keyakinan penuh padanya, bahwa aku menginginkannya. Memastikan kepada hatinya, bahwa dia teramat pantas untuk kucintai.
" I love you, baby I love you. Honey, be my wife. Please, marry me." Ucapku parau didera gairah.
Gadis yang kini kulihat menggetarkan gairahnya itu tersenyum. Mata abu abu tuanya berbinar indah. Aku tidak lepas menatapnya.
" I love you too, Gene. I love you too and I am willing to be your wife."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top