Love Bet
- Revyan -
Disebuah sekolah di negeri antah berantah. Ada sekumpulan cowok beranggotakan empat orang yang mungkin bisa dikatakan tidak singkron satu sama lain. Ada Reyvan yang meskipun imut tapi tanpa ambisius, ada Ramon yang pemalas, Dion yang seorang troublemaker, dan Nao yang hentai. Sungguh sebuah kombinasi yang buruk. Tapi anehnya mereka kompak satu sama lain.
Mereka menjalani kehidupan sekolah yang cenderung biasa-biasa saja dan membosankan. Saking membosankannya, mereka males banget buat pergi ke sekolah khusus cowok itu.
Hingga akhirnya suatu hari. Entah apa yang dipikirkan kepsek saat itu, sekolah mereka di rombak dari sekolah khusus cowok ke sekolah campuran. Surga datang kepada mereka, dengan mendatangkan empat orang siswi cantik.
Kedatangan para bidadari itu memunculkan semangat plus ide brilian dari sang ketua geng, Nao.
Dia bikin ajang taruhan dengan teman sesama gengnya. Siapa yang bisa mendekati dan memacari siswa tersebut dia menang. Peraturannya saling sikut dan boleh pasang dua, tiga, empat bidadari sekaligus. Yang kalah adalah yang pacarnya paling sedikit, atau tidak ada sama sekali.
Dan mereka bertaruh uang jajan mereka selama setahun.
Mungkin karena kedatangan para gadis yang sudah membutakan para cowok itu, Rey jadi tak punya pilihan lain selain ikut taruhan. Ia harus bisa mendekati salah satu cewek minimal, atau empat sekaligus. Ia punya tampang, pasti bisa.
Tapi sayangnya ia terlalu kalem buat cewek-cewek itu. Bisakah dia?
Ia pun mengamati para gadis. Hmmm.... Mungkin ia bakal mengincar Sava atau Vira. Entah kenapa ia tertarik dengan dua orang yang begitu kontras satu sama lain itu.
•
- Risa -
Risa duduk di taman belakang sambil bersenandung kecil. Seharusnya dia berada di kelas bahasa saat ini, tapi mood-nya untuk duduk dalam kelas sepertinya berada pada kadar terendah.
Rambut panjangnya bergoyang-goyang ditiup angin sepoi-sepoi. Tiba-tiba dirinya teringat oleh sekumpulan cowok yang entah kenapa mulai sering berkeliaran di sekitarnya dan hal itu memancing rasa penasarannya.
"Hey," sapa seseorang di depan Risa.
"Eh ... ya?" sahut Risa.
"Kenapa ada di sini?"
"Pengen aja."
"Mau aku tunjukin sesuatu yang menarik disini?"
"Apa?"
"Kamu akan tahu sendiri. Ayo!" Laki-laki itu mengulurkan tangannya pada Risa dan disambut Risa bersama semburat merah di pipinya.
Dia laki-laki yang akhir-akhir ini membuat Risa tidak bisa berhenti memikirkannya. Apa ini awal dari kisah cinta Risa?
•
- Julie -
Nao mendekati gadis yang sedang duduk sendiri di taman.
"Hay cantik!" sapa Nao.
"Hay!" Julie menggeramam tubuhnya geser ke ujung bangku setelah melihat Nao yang tampak ingin berkenalan.
"Nao!”
"Julie."
Mereka duduk bersebelahan tak terasa wajah Julie memerah.
"Kau dari mana asalnya?" tanya Nao.
"Kota kecil, pasti kau tak kenal," jawab Julie malu.
"Aku kira kau dari khayangan, cantik benar wajahmu!" ucap Nao gombal.
Julie hanya tersipu.
"Kau jangan mau digoda Nao, dia hentai." Julie mengingat yang dikatakan Sava.
"Nao aku ingin bertanya!"
" Silakan!"
"Apa itu hentai?"
Nao terdiam sejenak.
"Itu artinya cinta!" jawab Nao singkat.
Julie kembali tersipu.
"Aku harus pergi!" ucap Julie langsung berlari.
"Julie temui aku di bawah pohon apel malam ini!" teriak Nao.
•
- Vira -
Pertama kali dalam hidupnya, Vira harus berpisah dari sahabatnya, Aria. Vira yang terkenal ceria dan gampang bergaul menjadi agak enggan untuk berbicara di sekolah barunya ini. Apalagi ini adalah sekolah cowok. Hanya ada empat gadis di sini.
Saat bel jam istirahat berbunyi, mereka pun berniat untuk berkeliling sekolah. Sayang Vira harus terpisah dari teman-teman perempuannya itu. Akhirnya dengan tekad yang dia tanamkan dalam dirinya, Vira berjanji akan mendapatkan sahabat selain Aria di sini.
Dia berjalan menelusuri koridor sekolah yang membawanya ke perpustakaan sekolah.Vira suka perpustakaan. Ini adalah tempat yang cocok untuk menyendiri atau sekedar beristirahat dari kerasnya kehidupan. Karena perpustakaan adalah tempat yang tenang.
Vira berjalan di antara rak-rak buku itu. Dia menemukan tumpukan majalah lama di salah satu sudut rak-rak buku. Tertarik membacanya, Vira berjalan setengah berlari ke sana. Saat tangannya hendak meraih majalah itu, tak sengaja dia menyentuh kulit seseorang. Dia menoleh dan mendapati seorang pria dengan paras imut namun terlihat datar dan tanpa ambisi hendak mengambil majalah yang sama dengannya.
“Hai,” sapa pria itu singkat.
“Hai?” Vira membalas ragu.
Dikibaskannya rambut pirangnya yang menutupi sebagian matanya. Vira menunduk, menyapu lantai perpustakaan yang terbuat dari marmer putih.
“Per-permisi!” ujar Vira sambil berbalik menjauh dari si pria.
Namun langkahnya terhenti saat dia ditahan oleh genggaman tangan yang kuat. Vira menoleh. Didapatinya si pria asing sedang menatapnya serius.
“Namamu siapa?” Tanya pria itu frontal tanpa basa-basi.
“Vira …,” jawab Vira tanpa berpikir.
Pria itu tersenyum. “Nama yang indah,” tukasnya.
Semburat merah menghiasi pipi putih porselen Vira. Jantungnya berdetak kencang melihat senyum itu.
•
- Sava -
Sava duduk di bangku pojok paling belakang, tempat duduk favoritnya. Mengapa harus ada penggabungan sekolah seperti ini, sih? Harus beradaptasi lagi, kan. Keluhnya dalam hati.
Sava merasa bosan dengan pelajaran yang ada. Dia tidak terlalu tertarik dengan pelajaran yang sedari tadi diberikan oleh guru. Jam istirahatpun ia habiskan di dalam kelas.
Sava mengamati sekitarnya. Ada sedari tadi ada anak cowok yang tengah curi - curi pandang ke arahnya. Tanpa memperdulikan cowok tersebut, Sava membaringkan kepalanya di atas meja. Rasanya ia ingin tidur. Ya, dia tukang tidur.
Baru beberapa detik mata Sava terpejam, ia merasakan kehadiran seseorang di bangku depannya. Sava mengangkat kepalanya dan memandang cowok tersebut bingung.
"Apa?" tanya Sava sambil mengernyitkan dahi.
Cowok tersebut menggeleng dan tersenyum kecil. Manis juga. Hal ini tanpa sadar membuat Sava ikut tersenyum kecil.
Cowok aneh, batinnya.
•
- Dion -
Dion cuma bisa garuk-garuk kepala kayak orang nyari kutus. Serius. Si kupret Nao itu beneran ngeselin! Apaan tanding dapetin cewek? Suka sama cewek aja dia belum pernah....
Alamat, bisa-bisa dia kalah. Dion pun sepanjang jalan kenangan- eh koridor kelas itu cuma bisa grasak-grusuk kayak kucing minta kawin. Sumpah! Gimana caranya coba bisa dapetin salah satu dari 4 cewek itu? Seumur-umur cewek yang dekat sama dia cuma Cantika yang notabene-nya nggak kayak cewek.
"Argh! Taruhan sialan!" geram Dion frustasi. Dan saat lagi puyeng-puyengnya itulah ia malah ngeliat sosok bidadari. Salah satu dari 4 bidadari yang mau banget nemplok di sarang cowok-cowok nggak jelas gini. Bidadari itu lagi duduk di dalam kelasnya. Ah, ia memang sekelas dengan 4 bidadari itu kan?
Sava?
Kalau nggak salah itu namanya. Dion pun tanpa diduga, tanpa bisa dielak dengan sembrono kakinya membawa dirinya menuju gadis bernama Sava yang terlihat mengantuk. Ia duduk di hadapan Sava dan menatap wajah gadis itu.
"Apa?" gadis itu menyalak karena mungkin merasa terganggu dengan kehadirannya.
Dion hanya bisa menyunggingkan seulas senyum. Jujur, dia gugup banget. Jiwa absurd ala pasien RSJ nya malah ngumpet. He is feel something strong when his eyes meet her eyes.
"Hai," sapa Dion gugup. Sava memutar bola matanya.
"Apa?"
"Eng- lo udah kenal gue?" tanya Dion. Asli dia gugup banget. Kampreeeett kenapa dia jadi kayak gini coba?
"Belum kayaknya," jawab Sava sambil menguap. "Lo pergi deh, gue lagi ngantuk ini," lanjut Sava sekali lagi menguap.
"Kenalan dulu, bisa kan, ya?" Dion rupanya bersikeras. Oh thanks, sepertinya ia mulai bisa mengatur ketidakstabilan denyut jantungnya.
"Yaudah. Gue Sava," akhirnya Sava memperkenalkan dirinya.
"Gue Dion. Kita sekelas. Semoga bisa jadi temen sekelas yang baik, ya?" jawab Dion masih agak malu-malu.
"Lo aneh!"
"Sayangnya memang gue aneh," Dion tertawa kecil.
"Udah, gue mau lanjut tidur," gerutu Sava sedikit menyiratkan bahwa Dioan harus segera pergi.
"Gue ikut tidur di sini, deh? Gue juga ngantuk banget... boleh yaaa boleeeehh?" rengek Dion dan dibalas dengan Sava yang kembali memutar bola matanya jengah.
"Terserah,"
"Yeaaaay!" sorak Dion dan kemudian ikutan berebah di atas meja di seberang Sava. Mereka berbaring saling berhadapan di dalam kelas.
•
- Nao -
Di bawah pohon apel dekat sekolah Nao menunggu kedatangan Julie sembari melahap apel yang ia begal.
"Nao maaf aku telat!" ucap Julie datang dengan pakaian kuning.
"Wah bajumu serasi dengan wajahmu yang anggun." Nao terpaku melihat Julie sampai apelnya yang sudah ia gigit terjatuh.
"Ini putih Nao!"
"Kuning, cantik!"
"Oh ya lupa aku buta warna!" Julie baru ingat.
"Duduklah Julie!"
Mereka berdua duduk di bawah pohon apel itu memandang langit yang penuh bintang.
"Nao kenapa kau mengajakku ke mari?" Ucap Julie penasaran.
"Aku menyukaimu Julie ! Sejak pertama bertemu!" Nao langsung menjurus.
"Mau kau jadi pacarku?" Tembak Nao pada Julie
Julie tersipu wajahnya memerah.
"Tapi Nao!"
"Apa cantik?"
"Kau cuma menyukaiku? Apakah kau juga meng-hentai-ku?" Tanya Julie polos
"Prrrtttt," Nao menahan ketawa
"Kenapa Nao?"
"Iya Julie aku menghentaimu juga!"
"Aku juga menghentaimu!!" Julie memeluk Nao.
Nao terdiam wajahnya langsung mupeng merasakan tubuh Julie dalam dekapannya.
•
- Ramon -
Udara dingin berhembus, menentramkan para pengunjung, mengisi suasana yang sepi. Bukan karena di situ tidak ada orang, melainkan memang diharuskan untuk meminimalisir suara di sana. Ya, tempat ini adalah perpustakaan.
Pemuda berambut hitam itu, Ramon Wolfgang, baru saja selesai dari tugas rutinnya sebagai penjaga perpustakaan. Hei hei, jangan bertanya kenapa seorang pemalas mau-maunya disuruh melakukannya. Justru karena ia pemalas, jadi bisa bersantai di sana saat jam pelajaran dimulai dengan alasan ‘menjalankan tugas’.
Teringat akan taruhan beberapa waktu lalu membuatnya menghela nafas berat. Sungguh, dia dipaksa ikut atas nama persahabatan apa lah itu. Padahal dia sama sekali tidak memiliki hasrat untuk memiliki pacar atau semacamnya. Tapi, ya sudahlah. Mengalah sepertinya merupakan pilihan yang bagus, sebab akan menguras terlalu banyak tenaga dan menumpuk berbagai urusan jika diladeni.
Lemari buku berjejer. Ramon menyusurinya, berfokus untuk mencari beberapa majalah lama- ah, ketemu. Tangan kirinya bersiap mengambil salah satunya. Namun ada tangan lain yang mencoba mengambil majalah yang sama, sehingga tak sengaja kulit mereka pun bersentuhan.
Tangan lain itu, milik seorang gadis. Ramon menatap gadis itu datar. Entah kenapa dia merasa kenal. Atau mereka memang pernah bertemu? Ah, bahkan bidadari yang disebut-sebut Nao saja dia tidak terlalu ingat rupanya.
“Hai,” sapa Ramon. Akan dikira sombong ia jika tidak menyapa kalau memang benar mereka pernah kenal sebelumnya.
“Hai?” Gadis itu membalas ragu sembari mengangguk. “Per-permisi!”
Gadis itu berbalik, lalu menjauh. Akan tetapi, Ramon secara spontan menggenggam tangan gadis itu.
“Namamu siapa?” tanya Ramon.
“Vira....”
Vira, ya? Itu mengingatkannya pada nama kucing peliharaannya di rumah. Tanpa sadar, Ramon berujar lirih.
“Nama yang indah....”
Vira melepaskan secara perlahan genggaman tangan dari Ramon, lalu berbalik cepat, dan menjauh tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Tentu saja Ramon dibuat bingung. Ah, mood membacanya tiba-tiba saja menghilang. Mungkin akan kembali saat dia berbaring di taman, menikmati simfoni alam.
Dan benar saja, Ramon langsung merealisasikan. Di sana ia melihat seorang gadis berambut panjang tengah duduk di kursi tempat duduk istimewanya. Tidak bisa diterima! Ramon langsung mendekati gadis tersebut, lalu berujar sok akrab.
“Hey.”
“Eh ... ya?” jawab gadis itu.
“Kenapa ada di sini?”
“Pengen aja.”
Sial. Kalau begini terus, dia akan terlambat untuk bersantai. Ah, akhirnya sebuah ide muncul di pikiran Ramon.
“Mau aku tunjukin sesuatu yang menarik di sini?”
“Apa?” Gadis itu terlihat bingung.
“Kamu akan tahu sendiri, ayo!”
Ramon mengulurkan tangannya. Dengan begini, mungkin dia bisa menyematkan spot berharganya.
•
- Rey -
Rey terbatuk mampus saat ia tak sengaja mendengar pembicaraan ketua mesumia dengan bidadari porselen bernama Julie. Sepertinya Nao melupakan pengumuman absurd mereka dan langsung 'main' saja dengan Julie.
Ah...tapi sudahlah. Berarti target lepas satu. Sisa tiga cewek.
Kedengarannya ia bejat ya? Tapi Rey bukan bermaksud seperti itu. Sesungguhnya ia tipe setia pada satu orang. Tapi ia tak bisa lepas dari taruhan yang telah menjeratnya ini.
Ia berniat menemui Sava. Ia sedikit berharap kepada cewek yang telah tersenyum kepadanya di kelas tadi. Dia tipe diam-diam menghanyutkan. Sesuatu yang cukup bikin dia penasaran.
Tapi...
"Sejak kapan Dion nyalip aku duluan ?" Tanyanya syok melihat kenyataan yang menyakitkan itu. Dion dan Sava tidur bareng ditaman. saling bersebelahan. Romantis sekali. Ia iri banget. Sumpah.
"Hhh... mungkin Vira harus ku amankan dulu,sebelum diambil Ramon atau yang lain." Gumam Rey beranjak ke perpustakaan. Berharap bertemu kembali dengan si gadis kalem yang sebenarnya menyembunyikan jiwa creepy, Vira.
Dan begitu ia tiba di perpustakaan...
Hebat.... Hebat... Diluar dugaan, si Ramon sudah curi start duluan ngincar Vira. Mungkinkah ia bakal kalah kali ini?
Dengan perasaan sedikit patah arang, ia pun berniat kembali ke kelas. Sisa satu orang. Bisakah dia yang lebih suka cari aman ini berhadapan dengan gadis itu?
BUK
Ia menabrak seseorang.
"Aduh..." Rupanya cewek yang ditabraknya.
Mata mereka beradu. di depannya telah duduk seorang gadis manis bermata bagus yang juga sedang menatapnya kaget. Rey mencoba mengingat siapa cewek ini.
Ah... Iya. Dia Risa.
Hmm... Kalau dipikir-pikir dia punya mata yang cantik. Serasi sekali dengan gayanya yang manis. Meskipun dari tampangnya dia terlihat sedikit egois, tak ada salahnya ia coba berkenalan dengannya kan?
Ia lalu berdiri dan mencoba bersikap gentle. Ia pun mencoba mengulurkan tangannya kepada gadis manis itu.
"Maafkan aku. Kau tak pa-pa... Risa?" Tanyanya sedikit kikuk.
Terlihat wajah Risa sedikit memerah dengan sikapnya. Ia menerima uluran tangan Rey.
"Aku baik-baik saja. Ngomong-ngomong bagaimana kau bisa tau namaku?" Tanyanya polos.
Rey tertawa kecil."Kita sekelas Risa. Ngomong-ngomong, namaku Rey. Senang bisa bertemu dengan gadis manis sepertimu." Katanya dengan nekat mencoba gombal.Padahal hal itu sama sekali bukan bidangnya.
Beruntung reaksi Risa baik.Ia blushing. Sepertinya ini awal yang bagus buat mereka.
•
- Risa -
Risa melepaskan tangan nya dari Ramon saat dia hendak mengajak Risa ke tempat yang di katakan Ramon adalah tempat yang menarik.
"Ah maaf, aku ada keperluan."
"Bagaimana kalau besok kita ketemu lagi di tempat tadi?"
"Baiklah, sampai jumpa besok."
Risa lalu berlari meninggalkan Ramon yang diam di tempat nya berhenti tadi . Saat Risa berlari di koridor menuju kelas nya dirinya malah bertemu seorang laki laki lagi yang tak kalah tampan nya dengan Ramon .
"Maafkan aku. Kau tak pa-pa... Risa?" tanya laki-laki itu pada Risa .
"Aku baik-baik saja. Ngomong-ngomong bagaimana kau bisa tau namaku?" tanya Risa polos.
Laki laki itu tertawa kecil. "Kita sekelas, Risa. Ngomong-ngomong, namaku Rey. Senang bisa bertemu dengan gadis manis sepertimu."
BLUSSH
Betapa manis nya laki-laki ini, batin Risa.
"Mau ke kelas bareng?" tanya Rey.
"Boleh," Risa lalu berjalan di belakang Rey sambil menunduk mencoba memikirkan apa yang baru saja dipikirkan nya.
"Hei," panggil Rey.
"Ya?"
"Kemari lah, kamu tidak perlu berjalan di belakang ku seperti anak ayam," kekeh Rey sambil menarik tangan Risa.
"Anak ayam?"
"Kalau kamu berjalan di samping ku seperti ini, kan, aku jadi bisa liat kamu lebih dekat dan lebih jelas. Lagipula kamu tidak ingin ku panggil anak ayam kan?"
"Tentu saja," jawab Risa yakin .
"Gumana kalau besok kita ketemuan lagi?"
"Eh?"
"Kamu mau, kan?"
Risa hanya menatap Rey dengan pandangan bingung, sebenarnya kenapa 2 cowok yang bersahabat mendekati nya di waktu yang bersamaan.
•
- Vira -
Pria berwajah datar itu menarik tangan Vira kuat. Dada Vira yang sudah berdetak tidak karuan pun bertambah sakit karena harus memacu perderan darahnya lebih kencang untuk berlari. Ini tidak benar. Vira merasa aneh dengan apa yang menghampirinya. Tangan dingin yang besar dari pria yang tidak dia ketahui namanya itu membuat Vira merasa panas. Wajahnya, dia yakin sekarang merona merah atas alasan yang tidak ia ketahui. Padahal dia sudah mendapatkan spot yang enak untuk membaca, tapi kenapa dia bertemu dengan pria ini lagi?
Langkah kaki mereka berhenti di tempat yang berbau sangat enak. Apapun itu, Vira merasa hidungnya sangat dimanjakan. Maksudnya ini adalah bau …
“Daging?!” ujar Vira girang. “Ikan goreng? Sup ubi? Ini makanan untuk makan siang?” Tanya Vira bertubi namun tidak dijawab oleh pria itu.Toh, dia tidak mengharapkannya karena perutnya mulai bergetar.
Vira berjalan mendekati salah satu makanan di depannya. Dia pun mengambil sendok sup yang tidak jauh dari panci dan mencicipi sup di hadapannya sedikit. Dia pun tersenyum lagi karena kenikmatan yang ditawarkan makanan di depannya. “Aku jadi lapar. Padahal tadi baru makan camilan,” ujarnya spontan.
“Sudah kuduga kau suka makanan,” kata pria itu.
“Kenapa berpikir begitu?”
“Namamu mirip nama kucingku.”
Vira terdiam menatap si pria asing dan menciptakan keheningan di antara mereka berdua. Disimpannya sendok sup yang tadi dipegangnya ke tempat semula. Kemudian menatap pria itu lagi dengan manik birunya yang seperti kaca.
“Kau suka kucing?” tanyanya, pria itu mengangguk. “Aku juga suka! Dulu Aria pernah punya kucing, tapi sejak kucingnya mati dia jadi senang bermain dengan tikus. Akhirnya aku membenci tikus. Sejak itu aku memelihara yang kucing yang kuberi nama Ramon,” ceritanya kemudian tertawa.
Si pria terkejut mendengar penjelasan Vira. “Ramon itu … namaku,” katanya dengan sedikit jeda.
“Heh?”
Mereka pun terdiam dalam kecanggungan.
•
- Sava -
Sava memejamkan mata sembari membayangkan wajah cowok yang berada di sampingnya. Cowok aneh, datang tiba - tiba dan ngajak kenalan. Sudah begitu ikutan tidur di sebalahku pula. Aneh, ya Dion itu aneh. Kenapa hanya kata 'aneh' yang selalu terpikir olehku ketika mengingat Dion ya? Pikir Sava bingung.
Dion? Dion? Diono? Tuh kan, aneh. Batinnya lagi mulai frustasi.
Sava mulai bingung, kenapa ada cowok berspesies aneh bisa hidup di dunia? Dan masih hidup pula. Sava tak habis pikir.
Merasakan sesuatu yang aneh, akhirnya Sava membuka matanya. Pemandangan pertama yang ia lihat adalah wajah polos Dion yang tertidur lelap. Apa dia benar - benar tertidur? Sava tidak yakin. Mungkin Dion sedang membayangkan yang aneh - aneh. Dion kan aneh.
Dan benar saja, kini mata Dion terbuka dan menatap wajah Sava dengan senyum lembut dibibirnya. Lama mereka saling pandang tanpa melontarkan kata.
"Sehat kan?" tanya Sava penasaran. Kali aja sakit. Batin Sava.
Dion tertawa kecil dan mengangguk.
"Sehat selamat sentosa." balas Dion yang membuat Sava tertawa kecil.
"Aneh lo."
"Lo juga aneh." Kata Dion dengan senyum malu - malunya.
Mendengar ucapan tersebut membuat Sava mengernyit bingung. Baru kali ini Sava mendengar ada orang yang mengatainya aneh. Biasanya orang - orang mengatainya 'kebo'.
"Kok gue juga aneh?" tanya Sava bingung.
"Kan biar samaan. Biar jodoh gitu," gombal Dion yang membuat Sava tertawa.
"Dan sekarang lo lucu." kata Sava tertawa kecil.
"Lo juga. Biar samaan lagi."
Sava semakin berpikir kalau Dion itu cowok teraneh sepanjang masa. Ya, dia aneh. Tapi lucu. Dan sekarang Sava semakin bingung dengan apa yang dia pikirkan. Sepertinya Sava sudah ketularan virus aneh milik Dion. Sava kembali bingung.
"Kalau gue bilang lo maho? Lo juga mau bilang gue maho?" tanya Sava penasaran. Dion tampak terkejut dengan pertanyaan Sava. Namun sedetik kemudian ia tersenyum lebar ke arah Sava.
"Kalau gue maho, gue pengen lo yang balikin gue ke jalan yang benar." ucap Dion yang membuat Sava tertawa terbahak - bahak.
"Lo aneh, lucu dan gombalan lo gak jelas." komentar Sava sambil tertawa. Mendengar ucapan Sava tersebut membuat Dion ikut tertawa.
Dion asik juga anaknya. Tapi dia aneh, dan lucu, dan tiba - tiba gemesin sampai ingin mencubitnya pakai tang. Sava semakin geli dengan pikirannya sendiri. Ah, Dion.
•
- Ramon -
Ramon berpapasan dengan Rey.
“Hai Rey, ada yang mau aku bicarain.”
“Hn? Apa?”
“Aku cinta kamu.”
“Makasih.Aku juga kok.”
•
- Vira -
Vira berlari keluar kantin seperti kesetanan. Kemudian di ujung koridor sekolah, Vira melihat Risa sedang terbengong atas apa yang baru saja terjadi di depan matanya. Pasangan homo baru saja tercipta.
"Hei, Risa," panggil Vira pelan.
"Aku mau pulaaaang," ujarnya dalam tangis. Sedangkan pasangan maho di depannya malah asyik bercumbu hingga iler keduanya menetes.
"Kita balik ke kampung halaman, yuk?" tawar Risa. Vira mengangguk.
"Di sana, tolong jadilah saksi pernikahanku dengan Ramon kucingku," pinta Vira memelas.
Risa mengangguk. "Oke," ujarnya singkat.
Mereka berdua pun pergi ke kelas untuk mengambil tas mereka. Kemudian pulang berdua dan meninggalkan keanehan sekolah itu.
•
- Dion -
Sebenarnya Dion nggak benar-benar tidur. Hey, cowok mana juga yang bisa tidur dengan tenang sama cewek yang baru di kenal? Sedari tadi ia diam-diam ngintip Sava yang tidur. Manis.
Manis. Ya, manis... Dion nggak pernah bilang cewek manis sepanjang hidupnya. Baginya cewek manis itu langka dan sekarang cewek langka "baginya" itu ada di depannya.
"Hei, Va?" panggil Dion sambil sesunggingan nggak jelas.
"Hm?" gumam Sava.
"Lo pernah... eng- suka sama cowok?" tanya Dion tetiba kepo nya kumat.
Sava tiba-tiba tertawa kecil. "Nggak tau juga sih... mungkin belum? Lo?" Sava balik bertanya.
"Pernah," jawab Dion sambil senyum-senyum dan sekejap bikin Sava penasaran juga nyesek?
"Oh,"
"Pertama kali. Nggak tau sih suka gimana, yang jelas gue mulai tertarik," lanjut Dion masih berlagak sok misterius walaupun aslinya dia nggak ada bakat-bakatnya buat misterius.
Sava mencibir kesal. Baru aja dia ngerasa melayang karena ada cowok sama nggak jelasnya sama dia, sekarang malah dihempas begitu aja sampai badannya remuk.
"Sama lo, Va!"
"EH?" di tengah kekesalannya Sava terlonjak kaget. Apa? Dion bilang apa?
"Sama lo. Gue tertarik sama lo. Dan saat gue tertarik sama lo gue sekaligus ngerasa mempermainkan lo,"
"M-maksud lo?"
Dion hanya tersenyum canggung. "Begitulah. Eng- ya intinya gue tertarik sama lo... oke ini terlalu cepat tapi demi apapun gue beneran tertarik sama lo, walaupun pada awalnya ini semua karena sebuah taruhan bodoh yang bikin gue frustasi," geram Dion terlihat gelisah.
"TARUHAN?"
Dan Dion pun terdiam saat Sava membentak dengan nyalak. Astaga!
"Enggak, Va!!! Kan gue bilang awalnya karena taruhan dan gue sama sekali nggak ada niat buat ngikut tuh taruhan bodoh! Dan... gue nggak sengaja liat lo yang ngantuk-ngantuk dan itu ngegemesin bikin gue ngerasa pengen liatin lo terus. Dan sekarang gue sumpah, sumpah gue beneran tertarik sama lo!" Dion berusaha menegaskan.
"Jadi?" ucap Sava sembari mengernyitkan alisnya.
"Mau coba hubungan yang lebih indah, nggak? Gue ngerasa cocok sama lo. Cowok geblek nggak jelas kayak gue kan... mana pantas sama cewek-cewek lain,"
"Jadi? Gue cewek aneh juga, gitu?"
"Kan gue emang bilang gitu. Lo aneh, gue aneh, kita aneh dan cocok!" Dion mengatakannya dengan sangat antusias dan berujung pada Sava yang tertawa hebat.
•
- Rey -
"Huaaaa...." Rey terbangun dengan mendarat tidak hormat di lantai gara-gara mimpi absurd-nya.
Napa Ramon nembak dia???? why???? dan napa pula ia terima???
"Ini cuma mimpi oke. aku normal 10000%" Teriak Rey komat kamit mengusir mimpi menakutkannya itu.
sepertinya ia harus out dari sekolahnya sekarang. jiwanya tak aman dengan teman-temannya yang absurd itu.
•
- Ramon -
Jalanan luwes. Jarang melintas alat transportasi. Ramon berjalan di trotoar jalan. Dia tidak menyangka bakalan ketemu dengan dua cewek yang mereka ya anggaplah dijadikan taruhan.
Dan entah kenapa, membayangkan kejadian tadi itu ... serasa ... menyenangkan? Tidak! Bukannya dia memang menginginkannya! Hanya saja....
Entahlah. Ramon juga tidak mengerti. Mengingat senyum canggung Vira. Mengingat raut ragu yang menawan dari Risa. Ya, Risa. Dia baru saja mengingat dan mengetahui kalau cewek tersebut adalah Risa.
Lagi-lagi, deja vu menyerang. Serasa pernah dia melihat Risa sebelumnya.
Tiba-tiba Ramon mendengar meongan kucing. Suara itu begitu layu, seakan meminta pertolongan kepada manusia sekitar. Namun sayangnya, hanya ada Ramon seorang di sana.
Kucing itu, berbulu tipis dengan satu kaki yang cacat, sedang berjalan di tengah jalan raya.
Mendadak, sebuah mobil melesat. Dari arah dan tempo perpindahan, akan sangat mungkin jika mobil tersebut sampai....
Secara spontan, Ramon berlari, mendekati kucing pucat itu, lalu mengangkatnya. Merasa tidak akan sempat, Ramon melempar kucing tersebut ke pinggir jalan. Sehingga....
BRAK!
“O-oi, a-anak muda?”
“Cepet turun Beb!”
“A-aku nggak mau tau! Itu bukan salahku!”
Mobil itu kembali melaju.
•
- Risa -
Saat akan berjalan pulang Rey memanggil nya namun semua itu langsung teralihkan saat Risa mendapati Ramon tiba - tiba menyebrang entah karena apa. Tubuh Ramon langsung dihantam oleh mobil yang melaju .
Risa berlari kearah tubuh Ramon yang bersimpah darah, tangis Risa tidak dapat dihentikan.
"Kamu katanya janji bakalan ketemu sama aku-" isak Risa- "KAMU BOHONG!" teriak Risa frustasi.
"Tolongin dia .... tolong," pinta Risa sambil tetap memeluk tubuh Ramon.
Perlahan jemari Ramon menyentuh pipi Risa dan menghapus air mata yang mengalir di sana .
"Aku nggak apa-apa, kok."
"Nggak apa-apa gimana!? Pokoknya kamu harus tetep sadar!"
"Iya-iya," kekeh Ramon .
•
- Rey -
Akhir-akhir ini Rey insomnia karena aksi pdktnya sama cewek-cewek . mana sampai-sampai ia mimpi absurd pula. Ah...ya sudahlah.
Matanya kembali menatap Risa yang tengah bernyanyi kecil di taman sendirian. Dia punya suara yang sangat bagus. Sukses bikin Rey meleleh.
"Lho? Rey? Kenapa kau disitu?" Tanya Risa yang menyadari keberadaannya segera berhenti bernyanyi.
"Risa"
"Mmm..."
BRAAAKK...
Terdengar suara tabrakan. Rupanya Ramon kena tabrak. dan Risa...
Malah berlari menuju Ramon.
Rei cuma bisa tertawa kecil melihat adegan di depannya. Ia kalah lagi untuk kesekian kalinya. yah...ia memang selalu kalah dibandingkan teman-temannya.
"Hei, Rey. Napa murung?" Tiba2 seseorang menepuknya. ia menoleh ke sumber suara. rupanya seorang gadis berkuncir dua rendah menyapanya. Rei tersenyum tipis.
"Hahaha... Tak apa kok Io. Cuma terlibat permainan kecil. Btw, kita main metal slug lagi yuk." Katanya kalem. mengajak gadis itu menjauhi lokasi naas yang berakhir so sweet itu.
•••••••
THE END.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top