BANGSAT!!!!!
Kembali ke sekolah, Oji harus menghadapi berondongan pertanyaan Tio. Sahabatnya itu langsung tahu dan paham bahwa tambalan Hansaplast di leher Oji pasti untuk menutupi merah-merah bekas cupangan seseorang, dan sahabatnya itu penasaran karena Oji sekali pun nggak pernah dicupang oleh pacarnya.
"Wina ganas banget ya mainnya? Kapan kalian ewenya? Di mana? Enak, nggak? Lo bales nyupang si Wina, nggak?" Tio menjaga suaranya tetap pelan supaya nggak ada orang lain yang mendengar.
Dengan santai, Oji menjawab, "Bukan Wina yang nyupang gue."
"Serius, Ji? Terus siapa? Wah, parah lo berani selingkuh!"
"Mana mungkin gue selingkuh dari Wina. Gue udah putus sama dia."
Tio menganga, kaget. "Putus? Kapan? Kok gue nggak tahu?"
"Kemarin." Oji nyengir. "Sekarang gue ngerasa bebaaas banget putus dari cewek itu."
"Tapi kalian putus baik-baik, kan?"
Oji mengangguk, tersenyum geli mengingat apa yang terjadi semalam di ruang tamu rumahnya. "Baik-baik banget malahan. Gue sama Wina sekarang udah kayak sister-sister-an."
"Syukurlah kalau gitu, Ji. Gue nggak mau ada yang tersakiti, karena biar gimana pun gue nggak suka dengan yang namanya permusuhan." Tio menatap Oji dengan serius. "Jadi, siapa pelaku cupangan di leher lo?"
Oji menjawab dengan cengiran. "Mau tahu aja apa mau tahu banget?"
Tio putar bola mata. "Lo nggak ngasih tahu juga nggak ngaruh apa-apa di hidup gue."
Oji tertawa mendengar suara Tio yang jengkel. Dengan sok misterius dia menjawab, "Kalo lo mau tahu siapa orangnya, nanti gue bakal kenalin ke kalian. Tapi bukan sekarang."
"Jangan sok misterius deh. Tinggal sebutin namanya aja kok susah." Tio melipat tangan di depan dada, kesal.
Oji nyengir lebih lebar sampai gusinya yang warna merah muda kelihatan di atas giginya yang putih. "Pokoknya rahasia. Orang yang mau gue kenalin ke kalian ini spesial. Pakek sosis dan dua telor."
***
Juni, Hafiz, dan Rian duduk di hadapan Bangsat dengan tatapan menyelidik seolah-olah sedang menginterogasinya. Bangsat tahu mereka pasti sudah mendengar kabar putusnya dengan Ratu, karena tadi malam Ratu buat status di Facebook yang tulisannya: Skrg aku jomblo nih. Dibuka pendaftaran buat yg mau jadi pacar aku. Syarat: harus ganteng, macho, dan yang terpenting bukan homo. Selain itu, foto-foto Ratu bersama Bangsat sudah dihapus dari akun Instagram-nya. Berita itu langsung menyebar ke seluruh penjuru kampus, bahwa Bangsat si Kapten futsal Tim Fakultas Hukum sekarang single, dan belum ada 24 jam Bangsat putus dari Ratu, cewek-cewek sudah banyak yang WA dan invite id LINE-nya. Bangsat sih nggak heran dengan siklus kayak gini, karena hampir tiap kali dia putus dari seseorang, orang yang lain bakal berbondong-bondong datang ingin mencoba kegagahannya.
"Kenapa lo putus sama Ratu?" tanya Rian.
"Kenapa leher lo ada cupangannya?" tanya Juni.
"Apa yang lo rasain setelah putus dari Ratu?" Ini pertanyaan Rian.
"Apa yang bakal lo lakuin dengan cewek-cewek yang mulai ngejer-ngejer lo lagi?" Yang ini pertanyaan Juni.
"Gimana kesan-kesan lo selama pacaran dengan Ratu?" — Rian.
"Gimana pelayanan Ratu selama ini? Memuaskan?" — Juni.
"Jadi apa sekarang gue boleh deketin Ratu?" — Hafiz.
Bangsat, Juni, dan Rian langsung menoleh ke Hafiz dengan mengerutkan kening.
Hafiz cuma bisa nyengir sambil menundukkan kepala. "Sorry."
Mengabaikan Hafiz, Bangsat menjawab pertanyaan Rian dan Juni satu per satu. Setelah pertanyaan semua temannya terjawab, dia berucap pelan, "Gue mau ngenalin seseorang ke kalian."
Ketiga temannya bertukar pandang. "Siapa?" tanya Juni.
"Seseorang. Spesial. Pacar baru gue."
Rian melotot. "Belum ada sehari lo putus dari Ratu, tapi udah langsung punya pacar?"
"Atau mungkin selingkuhan?" Hafiz mengerutkan kening. "Jangan bilang lo selingkuh dari Ratu?!"
Bangsat menatap Hafiz, serius. Dia nggak goblok-goblok banget untuk menyadari ketertarikan Hafiz yang terlihat jelas setiap kali sahabatnya itu menatap Ratu dengan penuh nafsu. Kemarin-kemarin waktu dia masih pacaran dengan Ratu, Bangsat harus menghalangi Hafiz supaya nggak mendekati cewek itu. Tapi sekarang setelah putus, Bangsat nggak mau menghalangi sahabatnya itu untuk main mata atau bahkan mulai mengambil langkah mendekati cewek itu. Sejujurnya, Bangsat malah bakal jadi orang pertama yang mendukung paling depan seandainya Ratu dan Hafiz akhirnya pacaran. Karena mereka cocok. Sama-sama ganteng dan cantik, dan sama-sama berpikiran dewasa, baik hati. Hafiz mungkin cowok yang cocok buat Ratu.
"Mungkin iya," jawab Bangsat akhirnya. "Kenapa emang kalo gue selingkuh dari Ratu?'
Hafiz tampak terluka. Matanya menatap nanar ke Bangsat. "Perempuan secantik itu lo selingkuhin, Sat? Bener-bener keterlaluan! Lo nggak pantes—"
"Ya, gue emang nggak pantes buat dia," sahut Bangsat, mantap. "Puas lo sekarang?"
Hafiz mendengus kayak banteng. Dia marah karena Bangsat terlihat tenang-tenang saja.
"Sekarang kenapa lo nggak nyamperin Ratu, lo ajak dia ngobrol, lo deketin dia, lo jagain dia, lo sayangin dia, lo tidurin dia. Gih, mumpung sekarang dia jomblo." Bangsat acuk tak acuh sambil melambaikan tangan dengan gaya mengusir. "Gue tahu lo udah lama naksir Ratu, Fiz. Bahkan sebelum gue pacaran dengan dia pun lo udah naksir sama dia, kan? Cuma selama ini lo selalu diem aja karena lo ngerasa nggak enak dengan gue. Ya, kan?"
"Kok lo bisa tahu, Sat?"
"Gue nggak goblok, Fiz. Gue ini cowok peka. Kalo ada yang nggak beres dengan sahabat gue, gue pasti tahu."
"Gue juga sebenernya nggak enak karena naksir pacarnya temen gue," kata Hafiz, terdengar menyesal. "Tapi mau gimana lagi? Ratu cantik banget, sih. Dan hati gue kadangan nggak bisa dicegah."
Bangsat nyengir. "Jadi tunggu apa lagi, Fiz? Buruan lo cari dia. Kejer sampe dapet. Dia udah lepas dari gue sekarang."
Seketika Hafiz berdiri, penuh semangat. Dia sudah mendapat izin dari orang yang selama ini selalu jadi penghalangnya untuk mendekati cewek imut itu. "Oke, gue pergi dulu."
Bangsat nyengir, lalu ketawa. Rian dan Juni cuma bengong melihat dua sahabat mereka yang kayak sedang melakukan transaksi jual beli barang. "Good luck, Fiz!"
Hafiz melesat pergi dari hadapan mereka, menghilang dari pandangan demi bisa meraih kesempatan untuk mendekati Ratu. Kesempatan emas yang selama ini ditunggu-tunggu akhirnya datang juga. Setelah membaca status Facebook Ratu tadi malam, Hafiz langsung nge-inbox cewek itu dan menyebutkan biodata diri beserta daftar riwayat hidupnya—mendaftar untuk jadi pacar cewek itu. Hafiz sengaja nggak bilang ke Bangsat kalau dia sudah mendaftarkan diri karena masih nggak enak dengan sahabatnya itu. Tapi sekarang, Bangsat sendiri yang menyuruhnya untuk meneruskan usahanya, dan langkah kakinya semakin cepat ketika dia hampir sampai di depan kelas Ratu.
Setelah sosok Hafiz nggak kelihatan lagi, Juni kembali ke Bangsat dan bertanya, "Jadi, siapa selingkuhan lo ini?"
"Seseorang."
"Ya siapa namanya?" desak Rian.
"Jangan sekarang, nanti juga lo berdua pasti tahu sendiri." Bangsat nyengir sok misterius. Dia memang sengaja nggak mau ngasih tahu sahabat-sahabatnya karena dia masih belum siap kalau harus menerima ceramahan mereka tentang orientasi seksualnya yang sekarang berubah haluan.
"Gue penasaran," kata Juni, pelan, "siapa sih orang yang lebih cantik daripada Ratu sampe bikin lo berpaling dari cewek paling cantik di kampus ini?"
Bangsat nyengir lebih lebar, giginya yang putih tampak berkilauan disiram cahaya matahari pukul sepuluh pagi. "Pokoknya, orang ini jauh lebih sempurna daripada Ratu."
Obrolan mereka berakhir sampai di situ karena tiba-tiba ponsel Bangsat berdering. Ketika dia melihat layarnya, ada panggilan masuk dari nomor yang nggak dikenal. Bangsat yakin itu pasti nomor salah satu cewek yang mengejar-ngejarnya, jadi dia mengabaikan panggilan itu dan kembali ngobrol dengan dua temannya.
Tapi, dua menit kemudian nomor itu nelepon lagi. Bangsat reject lagi karena dia nggak mau berurusan dengan siapa pun cewek yang mencoba untuk mendekatinya. Saat ini, hatinya hanya untuk Oji, bukan untuk yang lain. Bangsat nggak mau ada orang lain yang mengganggu hubungannya dengan Oji.
Lima menit kemudian, nomor itu menelepon lagi, dan Juni yang kesal karena Bangsat terus-terusan fokus ke hape dan bukannya ke obrolan mereka langsung memarahi, "Diangkat aja, Sat! Siapa tahu penting."
Bangsat akhirnya menjawab telepon itu, dan terdengar suara cewek di ujung sana. Suara cewek itu terdengar serak-serak basah, dan Bangsat familier dengan suara itu. Dia ingat bagaimana dulu suara cewek itu terdengar sangat seksi ketika mendesah dan mengerang di bawah tubuhnya sementara Bangsat asik menggenjot kemaluannya di dalam liang kenikmatannya. Dia ingat bagaimana dulu suara itu sering berbisik di telinganya sambil tangan cewek itu mengocok batang kemaluannya.
Bangsat buru-buru memutuskan panggilan sebelum dia sempat membalas sapaan cewek bersuara serak-serak basah itu. Dengan gugup, buru-buru dia mematikan ponselnya. Juni dan Rian bertanya ada apa, tapi Bangsat cuma menggeleng, menolak untuk menjelaskan, jadi dua sahabatnya itu kembali ngobrol seolah-olah nggak terjadi apa-apa.
Padahal, sebenarnya telah terjadi suatu peristiwa yang sangat mengguncang hati Bangsat. Yaitu, dia ditelepon oleh mantannya yang bernama Aura.
***
Bel pulang sekolah berbunyi, Oji dan Tio buru-buru membereskan barang-barang mereka setelah guru terakhir yang mengajar di kelas keluar dari ruangan. Setelah semua barang mereka masuk ke dalam tas, mereka menunggu Mali. Sesuai rencana, mereka bakal kumpul bertiga untuk bertemu dengan seseorang yang sangat spesial di hati Oji. Seseorang yang spesial pakek sosis dan dua telor.
Setelah Mali datang, Oji langsung menelepon Bangsat, tapi nomornya nggak aktif.
"Dia mau jemput lo ke sini?" tanya Mali, mengerutkan kening.
Oji mengangguk. "Tapi gue telepon nomornya nggak aktif."
"Lowbate kali," kata Tio. "Tapi lo udah bilang jemput di sekolah?"
Oji mengangguk lagi. "Udah. Tapi dia ke mana, ya? Nggak biasanya nomor dia nggak aktif."
"Sabar, mungkin lagi di jalan."
Akhirnya mereka bertiga menunggu sambil ngobrol. Mali dan Tio punya banyak rahasia yang ingin mereka bagi bersama Oji, tapi nanti nunggu Oji selesai mengenalkan orang spesialnya itu. Sambil menahan rasa penasarannya di sela-sela prasangka buruknya karena Bangsat yang nggak mengaktifkan hape, Oji berusaha tersenyum sambil mendengarkan ocehan Mali tentang cerita Shut Up and Drive karya Ipul RS yang katanya baguuuuus banget sampai bikin dia terharu karena kebahagiaan. Oji nggak tahu apa itu Shut Up and Drive, jadi dia cuma bisa melebarkan senyum sambil menghitung menit yang berlalu.
Lima belas menit kemudian, Bangsat akhirnya muncul. Cowok itu dibalut kemeja warna biru navy yang kelihatan pas banget di badannya, bahkan otot-ototnya yang indah terlihat seksi di balik balutan kain kemejanya. Oji menelan ludah, menahan diri kuat-kuat supaya nggak langsung menerkam cowok kesayangannya itu.
Mali dan Tio mengerutkan kening menatap Bangsat.
Setelah kenalan dengan Tio dan Mali, Bangsat duduk di sebelah Oji setelah sebelumnya Tio menyingkir dan duduk di sebelah Mali. Sekarang, keempat cowok itu duduk berhadapan sambil melempar senyum. Oji dengan Bangsat. Tio dengan Mali.
"Oke," kata Oji, memulai dengan jantung berdebar-debar karena dia akan membuat pengakuan terlarang yang pastinya bakal menggemparkan dunia. "Gue mau jujur ke kalian."
Tio dan Mali mengangguk, terlihat tegang dalam posisi duduk mereka. Menunggu pengakuan yang akan keluar dari mulut Oji.
Sebelum mengatakan apa pun, Oji melirik ke Bangsat, dan cowoknya yang ganteng berotot itu tersenyum menguatkan, mendukung. Tadi malam sehabis ngentot mereka sudah membahas soal ini. Oji memilih ini karena dia nggak mau lagi menyembunyikan apa pun dari sahabat-sahabatnya. Dan Bangsat setuju dengan pilihan Oji karena dia sebagai cowok yang baik harus mendukung apa pun keputusan pacarnya.
"Jadi, orang spesial yang mau gue kenalin ke kalian adalah orang ini." Dengan lembut Oji memeluk Bangsat, kedua lengannya melingkar di tubuh cowok itu. Bangsat cuma diam, keenakan sambil nyengir lebar di hadapan kedua sahabatnya Oji.
Oji pikir respons Mali dan Tio bakalan heboh dan lebay kayak respons Wina kemarin. Tapi dua sahabatnya itu cuma tersenyum, kemudian nyengir lebar seolah-olah geli melihat Oji memeluk Bangsat dengan begitu eratnya.
"Kalian nggak kaget?" tanya Oji.
Tio menatap Mali, kemudian Mali mengangguk kecil, dan terbongkarlah semuanya.
"Ngapain kaget, Ji? Sebenernya, rahasia yang mau gue dan Tio kasih tahu ke lo juga kurang lebih sama kayak yang lo kasih tahu ke kita."
Oji mengerutkan kening. "Maksudnya apa?"
Tanpa diduga-duga, Tio memeluk Mali, kedua lengannya melingkari tubuh cowok itu, persis seperti yang dilakukan Oji kepada Bangsat. Bedanya, kalau Oji dan Bangsat cuma pelukan doang, Tio dan Mali bahkan sampai ciuman di hadapan mereka. Memang sih bukan ciuman penuh nafsu yang lama dan panas karena mereka cuma menempelkan bibir satu sama lain.
Mata Oji membulat lebar, kaget dan nggak percaya kedua sahabatnya cipokan di hadapannya.
"Jadi lo berdua ..."
"Ya. Rahasia terbesar kita adalah," Mali nyengir, "kita berdua pacaran, Ji."
Oji mau pingsan saking terkejutnya. Matanya terasa sakit karena membelalak terlalu lebar. "Kenapa lo berdua nggak cerita ke gue kalo kalian pacaran?"
"Karena lo juga nggak cerita ke kita kalo lo homo," jawab Mali.
"Gue kan emang bukan homo."
"Ji please deh, dari awal kita temenan juga gue udah tahu lo itu sebenernya homo."
"Sialan lo!"
"Gue juga udah tahu, Ji. Jujurly, tingkah laku lo tuh kelihatan banget kayak homo. Maksud gue, bahkan lo aja takut sama Wina. Cowok jantan seharusnya bisa bersikap tegas ke ceweknya. Tapi lo malah takut sama dia dan lo juga gue perhatiin suka malu-malu kalo ngobrol sama cowok-cowok di kelas kita." Tio membeberkan.
Oji cemberut. "Jadi sejak kapan kalian pacaran?"
"Udah lama, sejak kita naik ke kelas sebelas," jawab Tio.
Oji tambah pusing. Dia memeluk Bangsat lebih erat supaya kepalanya berhenti pusing sejenak. "Gue nggak pernah nyangka ternyata selama ini kalian menyembunyikan rahasia di belakang gue."
Mali nyengir lebar. "Emang selama ini lo nggak pernah curiga?"
Oji menggeleng.
"Kan gue udah selalu cerita ke lo, gue sering baca Wattpad, dan cerita-cerita yang gue baca kebanyakan cerita homo. Kayak My Evil Prince, Shut Up and Drive. Masa lo nggak paham juga sih? Kayaknya waktu itu gue pernah nunjukkin cover dua cerita itu deh."
Oji berusaha mengingat-ingat. "Gue nggak terlalu merhatiin cover-nya."
Mali mengubek isi tasnya, kemudian dia keluarkan dua novel bersampul warna biru muda dan putih keabu-abuan. "Nih," kata Mali, menyodorkan novel itu ke hadapan Oji. "Waktu itu gue pernah ngasih tahu lo tentang buku ini, kan?" Setelah melihat Oji mengangguk, Mali melanjutkan, "Ini buku tentang homo. Yang satu judulnya Kamu & Aku karya Ipul RS. Yang ini judulnya Kamu & Aku #2. Lihat ini," Mali menunjuk ke gambar dua cowok di dalam sampul itu, "masa lo nggak bisa lihat gambarnya? Ini gambar dua cowok pelukan, Ji! Gue berusaha ngasih lo petunjuk dari buku yang gue baca kalau sebenernya gue ini homo."
Oji tersenyum ketika Bangsat memijat kepalanya dengan lembut dan penuh kasih sayang. "Mungkin waktu itu gue kurang fokus."
"Yah, sekarang nggak ada lagi rahasia di antara kita, kan? Semua udah jelas, kan? Lo homo, gue homo, Mali juga homo. Dan Kak Satria ini juga homo." Tio tersenyum ke Bangsat, yang dibalas dengan senyuman Bangsat yang sok keren. "Kita berempat ini homo. Horeeeee!"
Mali, Oji, dan Bangsat ngakak melihat Tio berdiri sambil joged-joged nggak jelas kayak orang-orang suku pedalaman yang sedang melakukan upacara pemanggilan arwah nenek moyang.
"Jadi, sebagai dua pasangan homo yang baru aja membongkar rahasia masing-masing," Tio nyengir sambil memeluk Mali dengan sayang, "apa yang bakal kita lakukan sekarang?"
"Double date, yuk?" ajak Oji.
"Boleh. Ke mana?" tanya Mali.
"Waroeng Diggers? Laper, nih."
"Setuju," jawab Tio dan Mali bersamaan.
Selanjutnya kedua sahabat Oji keluar duluan dari kelas, sementara Oji dan Bangsat masih harus membicarakan beberapa hal.
"Author memang sayang sama kita, ya," kata Oji, tersenyum penuh kebahagiaan. "Sama Kak Ratu lancar. Sama Wina lancar. Sama Tio dan Mali juga lancar." Dia memeluk Bangsat erat-erat, merasakan otot pacarnya yang keras, tapi juga kenyal.
Bangsat mengusap lembut kepala Oji sambil berbisik, "Ya, Ji. Author masih sayang sama kita."
Tapi, dalam hati Bangsat menambahkan, "Semoga Author nggak menjadikan Aura sebagai pengganggu hubungan kita."
***
Pukul setengah enam sore mereka baru pulang dari Waroeng Diggers dan sedang beristirahat di kamar kosan Bangsat karena Oji menolak untuk pulang ke rumah, dia masih ingin manja-manjaan dengan Bangsat, masih ingin memeluk Bangsat, mencium Bangsat. Jadi, setelah pintu kamar kosan dikunci, Oji langsung menerkam Bangsat dari puncak kepala sampai ke ujung mata kaki cowok itu dinikmatinya habis-habisan. Bangsat juga balas menerkam Oji. Cowok itu langsung melucuti pakaian mereka, dan mereka bergumul di kasur berukuran single bed itu dengan peluh membasahi tubuh. Erangan dan desahan mereka yang bersahutan menggema di kamar berukuran 4x3 meter itu. Sampai akhirnya pergumulan panas itu berakhir dengan melelehnya cairan putih kental yang muncrat keluar dari lubang kencing mereka.
Setelah membasuh sperma dari perut dan mengeringkan keringat, Oji segera beringsut ke ketek Bangsat yang berbulu halus dan wanginya jantan banget. Anak itu sengaja menggesekkan hidungnya ke bulu ketek Bangsat, membuat cowok berotot itu kegelian, lalu mendekap Oji dengan lembut dan penuh kasih sayang.
"Bang," kata Oji.
"Ya?"
"Aku mau nanya sesuatu."
"Tanya aja."
"Udah berapa banyak cewek yang kamu tidurin?"
Bangsat diam sebentar, menghitung. "Mungkin 30 orang. Atau 40. Aku nggak tahu. Aku kan nggak ngoleksi."
Oji kaget. "Serius, Bang? Nyampe 40 cewek?"
"Iya. Dari kelas 2 SMA pertama kali ngewe sama cewek, ya kurang lebih segitulah. Kenapa emangnya?"
"Nggak apa-apa, sih. Cuma pengen tahu aja." Oji menggesekkan pipinya ke bulu ketek Bangsat, lalu melanjutkan nanya, "Kamu pakek kondom nggak kalo ngewe sama cewek-cewek itu?"
"Pakek, lah. Gini-gini juga aku masih peduli kesehatan, Ji. Cuma sama kamu aja aku nggak mau pakai kondom karena jepitan pantat kamu enak banget, sih." Bangsat meremas pantat Oji yang kenyal, dan seketika kontolnya ngaceng lagi. "Nih, lihat. Setiap kali ngeremes pantat kamu, aku pasti ngaceng."
"Dasar cowok mesum bajingan!" Oji setengah ketawa, setengah kesal karena kontol Bangsat sudah masuk ke 40 lubang yang berbeda—41 dengan lubang Oji.
"Masih ada yang mau ditanyain, nggak? Kalo nggak, aku mau ngentotin kamu lagi nih." Bangsat sudah gatal menggesekkan kontolnya yang gede ke tytyd Oji yang imut-imut.
"Ih nanti! Aku masih pengen sesi tanya-jawab sama kamu."
"Ya udah buruan, aku udah nggak tahan."
"Kamu nggak pernah takut cewek yang kamu tidurin itu hamil, Bang?" tanya Oji.
"Nggak, lah. Aku kan selalu pakek kondom." Ketika menjawab ini, Bangsat ragu-ragu karena ada beberapa orang yang pernah ditidurinya tapi nggak pakai kondom. Dan salah satunya adalah Aura.
"Kamu pernah dapet perawan?"
"Pernah. Empat kali."
Oji kaget lagi, matanya melotot seperti hendak melompat keluar dari kantungnya. "Dari 40 cewek yang kamu tidurin, tapi cuma 4 yang perawan?"
"Kenyataannya begitu," jawab Bangsat, santai.
"Kak Ratu masih perawan nggak waktu sama kamu?"
"Nggak. Empat perawan yang pernah aku tidurin itu namanya Imelda, Nikita, Vera, dan ..." Bangsat berhenti di sini karena nama perawan terakhir yang ditidurinya adalah orang yang meneleponnya tadi pagi di kampus.
"Dan siapa?" tanya Oji, mengerutkan kening.
"Dan Aura."
Oji menangkap kegelisahan dalam suara Bangsat ketika menyebut nama Aura. "Siapa Aura ini, Bang?"
"Mantanku. Anak SMA juga kayak kamu. Umurnya 17 tahun. Sebelum sama Ratu, aku pacarannya sama dia. Dia perawan. Aku inget banget waktu masukkin dia, darahnya sampai ngalir ke seprai."
"Terus, kenapa kamu kayaknya gelisah banget waktu nyebut nama dia?" tanya Oji.
"Nggak apa-apa, soalnya tadi dia ngehubungin aku lagi."
"Terus kamu bilang apa?"
"Aku nggak bilang apa-apa. Hapenya aku matiin. Aku males berurusan dengan dia."
"Kenapa, Bang?"
"Nggak apa-apa, Ji. Pokoknya aku males sama dia." Bangsat mengocok kontol dengan tangannya sendiri. Dia udah sangek berat.
Oji nggak bertanya lagi, dan segera menggantikan tangan Bangsat dengan tangannya sendiri. Cowok berotot itu memejamkan mata sambil mendesah lembut menikmati kocokan tangan Oji yang halus. Kemudian, Oji beringsut mendekat ke kontol Bangsat dan langsung melahap habis batang besar itu. Erangan Bangsat lepas dari mulutnya, dia memejamkan mata erat-erat menikmati kuluman Oji yang hangat dan mantap.
Kali kedua mereka ngentot sama panasnya dengan yang pertama, tapi agak lebih lama karena Bangsat memang sengaja kepingin lama-lama menikmati lubang pantat Oji yang selalu terasa sempit untuk kontolnya. Setelah orgasme untuk yang kedua kalinya, mereka berdua ambruk di atas kasur, kelelahan dengan napas ngos-ngosan. Jam sudah menunjuk ke angka setengah delapan malam, jadi Oji bangkit dari tiduran, mengambil handuk, kemudian masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Masih tiduran di kasur, Bangsat mengambil hape, kemudian menghidupkannya. Notifikasi membanjir masuk ketika hapenya hidup, dan kebanyakan adalah sms, Inbox, LINE, dan WhatsApp dari cewek-cewek gatel yang berusaha untuk mendekatinya. Bangsat nggak memedulikan pesan dari cewek-cewek itu, tapi ada satu pesan dari Aura yang nggak bisa dia abaikan.
Kak Satria kok gak bls sms aku? Aku mw ngomong sama km. Penting kak. Udh tiga bulan ini aku berusaha nyari kamu, tp km susah dilacak. Skrg, setelah km putus dari pacar km, aku akhirnya bisa dapetin nomor km lgi.
Aku cm mw ngomong sama km kak, penting. Klo km msh gak ngangkat telpon aku, terpaksa aku bakal datengin kosan kamu. Nggak peduli klo km pindah kosan, aku bakal nyari km sampe ketemu.
Bangsat merinding sebadan-badan. Dia melihat jam berapa sms itu dikirim, tapi yang tertulis di sana adalah jam ketika Bangsat menerimanya. Apakah pesan itu dikirim ketika Bangsat sedang berada di kampus? Atau ketika Bangsat berada di kelas Oji? Atau ketika Bangsat berada di Diggers? Bangsat degg-deggan. Kalau Aura beneran serius dengan apa yang ditulisnya, berarti cewek itu sedang dalam perjalanan menuju ke sini.
Kegelisahan Bangsat sebenarnya bukan tanpa alasan. Karena sesungguhnya, Aura adalah cewek yang lebih banyak menampung spermanya di dalam rahim ketimbang cewek-cewek lain yang pernah ditidurinya. Atau dengan kata lain, Aura-lah satu-satunya cewek yang lebih dari sepuluh kali pernah dia entot tanpa menggunakan kondom, dan tanpa dikeluarin di luar. Bangsat juga nggak ngerti kenapa. Mungkin karena Bangsat adalah seorang hiperseks, dan Aura adalah nimfomania sehingga menjadikan mereka berdua sebagai manusia bernafsu tinggi yang selalu ingin melakukan seks, seks, dan seks.
Bangsat ingat, terakhir kali dia ngentot dengan Aura adalah tiga bulan yang lalu, dan dia melakukannya tanpa pengaman, kemudian spermanya dia biarkan menyembur di rahim cewek itu. Setelah itu, keesokan harinya, Bangsat tergoda dengan Ratu, dan kemudian pacaranlah dia dengan cewek imut itu sehingga mau nggak mau dia terpaksa harus memutuskan hubungannya dengan Aura. Setelah itu, sama seperti hubungannya dengan cewek-cewek lain yang sudah putus dengannya, dia nggak mau lagi berhubungan dengan mereka. Jadi selama tiga bulan pacaran dengan Ratu, Bangsat nggak pernah mau diganggu lagi oleh Aura yang masih sering mengejar-ngejarnya. Bangsat memutuskan untuk ganti nomor supaya Aura nggak menghubunginya lagi, dan dia juga pindah ke kosannya yang sekarang ini karena Aura sering banget nyamperin dia ke kosan lamanya.
Dalam kegelisahannya yang nggak menentu, suara ketukan pintu membuat Bangsat terlonjak kaget. Dia merinding sebadan-badan, takut dengan siapa yang ada di balik pintu itu. Apakah itu Aura? Bangsat buru-buru memakai celana boxer pendeknya, kemudian bergerak ke pintu. Kalau memang itu Aura, Bangsat akan langsung mengusirnya pergi. Mumpung Oji masih di kamar mandi, jadi dia memberanikan diri membuka pintu, dan ternyata benar. Di balik pintu itu ada Aura yang marah berdiri di hadapannya.
Tanpa disuruh dan tanpa mengucapkan salam, Aura nyelonong masuk ke kamar Bangsat. Cewek itu berdiri selama beberapa saat memandangi kamar kosan Bangsat yang berantakan, dan bahkan seragam OSIS Oji masih tergeletak di lantai. Cewek cantik yang tingginya sama dengan tinggi Oji itu memutarbalikkan tubuhnya sehingga menghadap ke Bangsat yang seketika terpana oleh kecantikannya.
Dari dulu, Aura nggak berubah. Wajahnya yang tirus terlihat sangat cantik dengan hidung mancung dan bibir yang melekuk indah seperti gitar. Pipinya mulus dan merona merah, bulu matanya lentik dengan warna hitam pekat agak lebat. Ketika menatap mata Aura, Bangsat merasakan jantungnya berdebar-debar. Tapi bukan debaran dalam artian yang baik, melainkan debaran yang terasa nggak enak. Mata Aura tampak sayu, pucat, seolah-olah nggak memancarkan semangat hidupnya. Walaupun tersenyum, tapi terlihat dengan jelas bahwa Aura sebenarnya terluka.
"Aku berusaha nyari kamu, Kak," kata Aura, memulai dengan suara serak-serak basahnya yang dulu pernah membuat Bangsat ngaceng keras hanya dengan mendengarnya.
"Ngapain kamu nyariin aku?"
Aura menggeleng seolah nggak percaya. "Kamu ninggalin aku gitu aja! Padahal hubungan kita sebelumnya baik-baik aja, Kak. Kita masih romantis. Kamu masih bilang sayang ke aku. Tapi besoknya, kamu putusin aku demi—siapa nama cewek kamu waktu itu?"
"Ratu."
"Ya. Demi Ratu. Kamu tega sama aku, Kak!"
Bangsat melirik ke pintu kamar mandi yang masih tertutup, dan dia berharap semoga Oji masih lama di kamar mandi karena dia nggak mau anak itu melihat drama di antara dia dan Aura. Oji bisa terluka kalau mengetahui ada salah seorang mantan Bangsat yang datang menghampirinya. Dan Bangsat nggak mau membuat Oji terluka. Sudah cukup dia hanya menyakiti Aura, Ratu, dan 38 cewek yang pernah jadi kekasihnya. Dia nggak mau menyakiti Oji juga. Oji nggak boleh disakiti.
"Aku mau kamu pergi, Aura. Kita nggak ada hubungan apa-apa lagi. Kita udah putus. Aku paling nggak suka diganggu kalo udah putus."
"Tiga bulan aku berusaha cari kamu, tapi kamu malah nyuruh aku pergi? Aku udah berusaha datengin kosan lama kamu, tapi kamu nggak ada di sana! Aku tanya teman-teman kamu, tapi mereka diem aja, dan aku yakin kamu pasti sengaja nyuruh mereka diam supaya aku nggak bisa ketemu sama kamu! Aku juga udah berusaha nyamperin kamu ke kampus, tapi kamu susah banget ditemuin! Aku berusaha cari kamu selama tiga bulan ini, Kak Satria! Tapi kenapa kamu malah menghindari aku?"
Bangsat nggak tahu harus jawab apa. Cewek ini benar-benar gigih mencarinya. Mantan-mantannya yang lain biasanya bakal langsung menyerah kalau Bangsat mengabaikan mereka, tapi yang satu ini beda. Seperti noda membandel di baju yang nggak bisa dihilangkan, bikin KZL.
"Kamu ganti nomor, kamu block aku di LINE, kamu mutusin semua koneksi dengan aku, padahal selama ini aku nggak pernah berbuat salah ke kamu!"
"Oke, sekarang apa mau kamu? Aku udah ada di hadapan kamu, jadi langsung aja, kenapa selama tiga bulan ini kamu cariin aku? Kenapa kamu nekat dateng ke sini?"
"Aku ke sini karena mau minta tanggung jawab kamu!" Suara Aura mengeras di awal, tapi pecah di ujung kalimatnya.
Bangsat membelalak lebar, terkejut. Terlebih, pintu kamar mandi terbuka lebar-lebar, dan Bangsat lebih memilih untuk mati daripada harus berada di tempatnya saat itu.
Oji baru juga keluar dari kamar mandi dengan handuk meliliti bagian bawah pinggangnya ketika Aura dengan suaranya yang mulai terisak-isak mengucapkan:
"Aku hamil, Kak Satria. Aku hamil anak kamu!"
Bangsat memejamkan mata, menolak untuk melihat eskpresi terluka di wajah Oji, dan juga kesedihan di wajah Aura. Dua orang yang jadi korban karena kebangsatannya, dan Bangsat nggak mampu untuk menghadapi mereka. Dan akhirnya, yang bisa dia lakukan hanyalah mengumpat dan mengutuki dirinya sendiri.
Bandar Lampung, Selasa 24 Januari 2017 (22 tahun, yeaaaay!)
Diedit 1 November 2023
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top