Prolog

Aara mencoba memutar kunci dengan tangan yang bergetar hebat. Dia menggigit bibirnya kuat-kuat, kala sebuah isakan memaksa keluar akibat air mata yang sedari tadi tidak berhenti mengalir.

"Astaghfirullah," gumamnya, saat kunci yang di tangannya bukannya memutar malah terjatuh ke lantai.

Dengan segera Aara berjongkok untuk mengambil kunci itu. Namun, nyatanya setelah itu dia merasa tidak sanggup berdiri. Menumpukan kepala pada lututnya, Aara menangis sejadi-jadinya, berharap dengan itu rasa sesak yang membelenggu hatinya segera menghilang.

Entah berapa lama dia berada dalam posisi itu, yang pasti ketika dia berdiri, Aara merasa kakinya mati rasa. Menarik napas dengan rakus, Aara mulai menguatkan diri untuk melanjutkan niatnya.

Setelah berhasil membuka pintu rumah, gegas Aara berlari menuju gudang. Tanpa menghidupkan lampu, tanpa mempedulikan kakinya yang sakit akibat menubruk meja.

Meraba tembok, untuk mencari saklar lampu. Akhirnya Aara bisa melihat penampakan gudang yang tertata rapi. Selanjutnya dia mengambil kardus sedang yang terletak di pojok ruangan. Dia bersyukur kardus itu terletak paling atas, hingga dia tidak perlu bersusah payah untuk mengambilkan.

Diletakkannya kardus itu di lantai, bersamaan dengan dia yang juga duduk di lantai, tidak peduli kalau nanti gamisnya akan kotor. Ada keraguan yang melanda hatinya, setelah ini apa? Apa yang akan Aara lakukan jika pikirannya benar?

Menggeleng pelan untuk mengusir rasa ragu. Aara mulai membuka kardus itu. Dia mencoba mencari foto yang bisa menjadi bukti kuat tentang masa lalunya.

Aara terpaku, "jadi benar?" tangganya mencekram erat foto, dia tertawa kecil bersama dengan air mata yang mengalir semakin deras. "Kenapa kamu tega, Mas?" lirihnya.


PDF (+62 877-3283-3332)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top