Lepas Dari Mulut Mantan, Masuk Jebakan Sekolah
Bangke ....
Mulutnya boleh diam, tapi tidak dengan hati. Benda yang identik dengan tempat banyak perasaan bersarang itu kini tengah mati-matian mengutuk gadis di depan yang bisanya makan bakso tanap raut bersalah.
Wajah Miskah lebih cerah dari bulu angsa.
Beberapa menit setelah Lindo dan Miskah saling tabrak, mereka terdampar di kantin Lara Bangsa. Waktu masuk untuk ospek masih sekitar setengah jam. Gadis itu meminta untuk menemaninya sarapan.
Kenapa nih cewek bisa satu sekolah lagi sama gue?! Tujuan gue sekolah di sini, di tempat terpencil yang mungkin sinyal aja gak bisa masuk, di tempat yang gak ada tertera di peta, kenapa dia harus sekolah di sini? Terus apa gunanya gue belajar sampe muntah darah?
Plislah Tuhan ... gue cuma mau kabur dari ini orang .... Kenapa semut selalu mati-matian mencari gula jika mereka sudah punya madu?
Kenapa harus gue gitu, Bangke? Tujuh miliar manusia, tujuh benua, seratus sembilan puluh tiga negara, dan lu milih gue sebagai partner buat makan?! Mana gue gak ditraktir lagi, batin Lindo masih mencoba diam. Tabah dan pasrah.
“Lind, ayo, buka mulut, gue suapin, nih,” ajak Miskah riang. Tak bisa menolak karena tak ingin munafik, Lindo tetap membuka mulutnya. Menerima suapan Miskah.
“Anak pinter ...,” puji cewek itu mengelus kepala Lindo yang kini kesadarannya hampir saja terbang—dijemput malaikat menuju langit ketujuh.
Gadis itu tetap menyuap baksonya, tangan yang lain tak segan untuk memeluk lengan Lindo begitu mesra.
Seperti biasa, niat Lindo untuk menolak itu pasti padam. Miskah mampu menghancurkan hatinya bahkan dengan segurat senyum.
“Nih, coba makan mi-nya. Kata Kakak gue, mi bakso yang di sini enak lho ....” Gadis itu menyuapi Lindo sekali lagi. Diterima oleh sang mantan pacar yang masih belum bisa membebaskan hatinya dari belunggu iblis berwajah Hello Kitty.
Lindo tersedak kuat karena langsung menyeruput mi, tidak mengunyah sama sekali. Miskah mendadak khawatir, mengusap punggung cowok itu, memberikannya segelas air dan mengelap sudut bibir Lindo yang penuh dengan cairan bening.
Gigi Miskah yang berderet, putih, serta menyebarkan aroma stroberi terkembang luas. Gadis itu merusak tatanan rambut Lindo. “Kalo lo ceroboh gitu, kok gue tambah gemes, sih?”
Deg!
Cih, ap-apasih ..., batin Lindo berusaha tak baper.
“Jangan ceroboh lagi, ya. Entar gue makin gemes, terus minta balikan,” tambah Miskah yang justru malah bikin Lindo sedikit membuka matanya. Balikan? Apa dirinya masih bisa mendapatkan kata semacam itu?
Tunggu, kan itu bisa aja bukan ...? Bukannya kesempatan selalu datang di saat tak terduga?
“Mis,” ucap Lindo melunak. “Lo ... mau balikan?”
“Gila, ya? Yang ada gue digorok sama Kakak gue.” Miskah tertawa lebar—cukup membuat sesuatu di dinding relung terdalam Lindo pecah, hancur lebur ditarik dari segala arah.
Cowok itu berdiri. “Maaf, gue gak punya kewajiban lagi bersikap sebagai pacar lo,” pungkas Lindo mencoba untuk lebih berani. Dia boleh saja bucin pada Miskah, tapi sekarang ... maaf.
Cowok itu mantap melangkah menjauhi Miskah, hatinya sudah siap. Sejak awal, alasannya mati-matian masuk sekolah ini tentunya demi menjauhi Miskah.
Grep!
Mission failed, try again.
Miskah punya serangan yang lebih mematikan dari C4. Dipeluknya Lindo erat dari belakang, membuat Lindo seolah-olah penjahat di sini. Lindo merengut, kesal karena ia kalah cepat.
Lindo itu tekadnya selalu lemah ... bahkan terhadap seseorang yang ia sayang, namun hanya memanfaatkannya.
“Lind, kan lo bilang, walau udah putus, kita tetap bisa jadi teman ..., kalau gitu tetap jadi temen gue,plis ....” Gadis itu memutar tubuh Lindo agar dapat menatap wajahnya. Miskah terus memasang wajah sendu tak bersalah. Tatapan polosnya berhasil menghipnosis Lindo untuk tak bergerak barang semili.
Lindo menelan ludah. Jika ditinjau dari masa lalu, semua bisa jadi adalah salahnya. Cowok itu mengurut pelipis. Bayangan itu mulai masuk otak, menyerang relung hatinya yang paling lunak.
Miskah adalah mantan Lindo.
Lindo selalu ada untuk Miskah ....
Walau Miskah bukan orang yang selalu ada untuk Lindo.
***
Bel pulang berbunyi saat ospek telah berakhir sejak beberapa menit yang lalu. Anak baru disuruh apel siang dulu, lantas pulang.
Harusnya sih begitu, tapi kata salah seorang OSIS yang bertugas di gugus Lindo, bakal ada pengumuman dari sekolah sehingga apel ditiadakan.
Sepenting apa pengumuman tersebut ... hingga-hingga anak OSIS yang sok-sok-an itu bisa menahan kebelaguannya?
Lindo tak peduli, wajahnya lebih memilih untuk plonga-plongo mirip orang simulasi stroke agar matanya tidak menangkap sosok indah seorang Miskah, yang mungkin bisa saja menjadikannya babu di mall nanti.
Aman, Lindo keluar kelas dengan cepat. Matanya hampir meneteskan air saat ia berhasil menemui pintu gerbang sekolah, di mana semua keluh kesahnya akan si lonte itu segera berakhir.
Grep!
Tangannya sudah dikuasai oleh Miskah. Astaga, gadis ini bahkan bisa menemukannya di keramaian siswa yang lalu lalang? Miskah tak banyak bicara saat Lindo berusaha melepaskan dirinya.
Percuma, Lindo tak kekurangan tenaga, dia hanya kurang iman.
Dua sejoli itu berdiri berhadapan—mading sebagai saksi mereka. Lindo meneguk ludah, kenapa dia harus kembali berada di sekitar papan mading? Dia harus pulang, masih ada beberapa barangnya yang belum sampai di asrama.
“Lindo, gue mau ....”
Lindo tahu, Miskah sengaja menggantung ucapannya. Kornea Lindo berusaha mencari celah, bahkan jika hanya sebesar lubang semut. Matanya melirik pada mading dan itu sukses membuat dadanya berdebar kuat.
Pendaftaran terakhir Love Ambassador! Ayo, jadi Duta Cinta Lara Bangsa dan dapatkan hadiah terbaiknya!
Lindo termangu. Ia sedikit mendengar tentang event itu di gugusnya tadi. Tak menyangka jika event itu malah diadakan di sekolahnya sendiri. Tak jauh dari ia terperangkap oleh kekejaman seorang ditaktor.
“Mis—”
“Yo, diberitahukan pada anak-anak kelas sepuluh, bagi yang ingin ikut Love Ambassador diharapkan untuk mendaftar sesegera mungkin, meja administrasi berada di depan ruang aula. Pastikan ikut, karena ini hari terakhir, slot terbatas. Syarat ketentuan berlaku.”
Lindo mendadak lari begitu saja saat Miskah bingung. Cowok tersebut terus berlari kalang kabut—ia percaya jika Miskah pasti mengejarnya dan itu benar.
Lindo yang sampai di meja pendaftaran langsung saja menulis namanya cepat, mengambil kokarde dan masuk terbirit-birit ke dalam aula, di mana sudah banyak peserta Love Ambassador di sana.
“Pendaftaran LA resmi ditutup. Terima kasih pada anak baru yang sudah bersedia ikut andil dalam event ini.”
Lindo tahu, ini siasat yang bagus untuk lari dari Miskah, tapi ia tidak memerhitungkan hal lain.
Ia sudah masuk tempat yang salah.
***
1.007 words
Makasih bagi kalian yang bela-belain buang waktunya buat baca sampe sini. Kalian hebat ^w^
Fun fact, ini saya tulis siang Jumat, sumpah ngantuk, tapi gak mau tidur, wkwkw. Untuk updatenya setiap hari sabtu-minggu, ya. Semoga menghibur.
Fun fact kedua; Love Ambassador terinspirasi dari iklan YouTube, akwowkwok.
Ditunggu vote dan komennya. Makasih “)
Jangan lupa follow wp saya juga @Hanakiroka di sana juga ada karya saya yang lain. Judulnya UNKNOWN. Cocok untuk kalian yang suka fantasi + teenfict + komedi.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top