Stand By Me

''Cau an, Ma, Pa.''

''Cau an.''

Kaydan menghampiri kedua orang tuanya yang sedang duduk di ruang makan. Di meja makan sudah tersaji bubur, telur, pickle radish, custard buns, dan anggur. Sarapan sederhana favorit ayahnya.

''Che caucan?'' tawar sang ibu.

''Sie sie. Wo yau che caucan cai wai mien.''

''Oh... hao lah.''

Biasanya tiap hari minggu seperti ini, Kaydan akan bangun lebih siang. Namun mulai pagi ini, ia punya rencana lain. Setelah menyeruput secangkir teh, ia lantas berlalu pergi.

----------

Runa menggeliat dan mengucek matanya. Dengan terpaksa ia keluar dari balik selimutnya saat mendengar pintu rumahnya diketuk. Runa melirik jam di atas nakas, baru jam delapan pagi.

Ia berjalan sambil merapikan rambutnya asal-asalan menggunakan jemarinya. Dengan malas ia membuka pintu dan menghela napas saat melihat wajah Kaydan di baliknya.

''Pak Kaydan, ada apa? Kenapa pagi-pagi begini datang!''

Kaydan tersenyum, lalu mengangkat dua paper bag ke depan wajah Runa. ''Delivery breakfast.''

Runa mengernyit, sementara tubuhnya sudah terdorong karena Kaydan yang menerobos masuk.

Kaydan meletakkan dua paper bag di atas meja, lalu pergi ke dapur mengambil piring kecil dan garpu. Runa menggerutu di dalam hati. Sebenarnya siapa disini yang punya rumah. Sadar dirinya sedang diperhatikan, Kaydan menghentikan aktivitasnya.

Laki-laki itu lantas melangkah ke arah Runa yang masih berdiri di ambang pintu. Kemudian menarik lengan gadis itu dan mendudukannya ke atas sofa.

Kaydan mengeluarkan sekotak salad buah-buahan dan roti beigel dari paper bag yang lebih besar, dan dua cup kopi dari paper bag yang satunya lagi. Ia menata makanan tersebut ke atas meja.

Runa masih duduk diam, memerhatikan Kaydan yang tengah menata makanan yang dibawanya.

''Handsome? Terpesona huh.'' Kaydan menggeser tubuhnya supaya lebih dekat lagi dengan Runa. Ia memberikan sepiring penuh salad buah.

Runa masih memerhatikan Kaydan yang kini asik mengunyah salad buahnya.

''Pak Kaydan! Anda nggak sopan. Kenapa main masuk ke rumah orang begitu saja!

''Sebaiknya kamu cuci muka dan sikat gigi dulu.''

Mata Runa membulat dan cepat-cepat menutup mulutnya. Ia berdecak kesal namun segera beranjak menuju kamar mandi.

''Anyway... piyama kamu lucu!''

Runa menunduk, melihat piyama bergambar Dora pemberian Chia. Kaydan tidak sedang mengejeknya 'kan? Dan Runa sengaja berlama-lama di dalam kamar mandi.

''Saya pikir kamu tidur lagi di kamar mandi,'' ucap Kaydan setelah beberapa menit Runa baru keluar. ''Ayo makan. Atau saya tidak akan pergi dari sini.''

Dengan ragu Runa memulai suapan pertama. Membuat Kaydan mengulas senyum. Seperti biasa, suasana hening menyelimuti mereka.

''Makasih. Saya sudah selesai makan. Silahkan sekarang Bapak pulang,'' ucap Runa di akhir kegiatan makannya. Lalu membereskan piring dan membawanya ke dapur.

''Kamu ngusir saya? Jadi siapa yang tidak sopan sekarang!''

''Iya... tapi!'' teriak Runa dari dapur. Ia sadar bahwa Kaydan sangat keras kepala. Bukan sekali dua kali Runa menolak apapun yang ditawarkan Kaydan, karena penolakannya selalu berujung pada pemaksaan. Lebih baik ia diam agar tidak mudah terpancing emosi.

Kaydan menyenderkan tubuhnya di atas sofa. Ia tahu bahwa sesering apapun dirinya bertemu Runa, bukan berarti gadis itu bisa menerima keberadaannya begitu saja.

----------

Setelah selesai mencuci piring, Runa segera kembali ke ruang tamu. ''Sebetulnya mau Pak Kaydan apa sih!''

Aku mau kamu.

''Saya cuma ingin main di sini saja. Apa tidak boleh?''

''Dengar ya Pak Kaydan... Bapak memang atasan saya. Tapi tidak bisa semena-mena. Lagi pula, disini bukan tempat yang tepat buat Bapak!'' Runa membuka pintu, pengusiran secara halus.

''Memangnya saya sudah ngapain kamu? Dan tempat yang seperti apa yang tepat buat saya?''

''Tempat di mana banyak gadis-gadis cantik yang memuja Bapak! Pak Kaydan salah alamat kalau mau cari hiburan disini!'' ucap Runa tegas. Ia berusaha tidak terintimidasi oleh tatapan tajam Kaydan.

Kaydan tersenyum lebar. ''Itu yang kamu pikirkan tentang saya? Jangan menilai sesuatu dari luarnya saja. Dan ucapanmu tadi terdengar seperti... seorang istri yang sedang cemburu! Terus satu lagi, jangan panggil saya pak atau apapun itu.''

Runa benar-benar ingin melempar vas bunga yang ada di atas meja tepat di kepala Kaydan. Laki-laki itu telah merusak hari minggunya. Ia bersedekap, menyenderkan tubuhnya pada daun pintu. Harus memanggil apa? Mas, abang, kakak? Sama sekali tidak cocok!

''Kamu bisa panggil saya, nan pengyou,'' ucap Kaydan mengulum senyum. ''Atau... Lau kung. Setelah itu saya akan pergi.''

Wajah Runa langsung berubah mendengarnya. Ia memang tidak tahu artinya, tapi entah mengapa firasatnya merasa tidak baik. Matanya memicing membalas tatapan Kaydan. Sementara tangannya meraba saku celana mencari ponselnya. Ia ingat ponselnya masih ia taruh di bawah bantal.

Runa masuk ke dalam kamar dan menggapai ponselnya. Ia harus bertanya pada google translate dulu.

----------

Ketika Runa masuk ke dalam kamar, Kaydan menyapukan pandangannya ke seluruh ruang tamu yang dicat dengan warna putih. Ada sofa kecil yang sedang ia duduki sekarang, televisi layar datar yang ditempel di dinding dihadapannya. Sementara di dinding sebelah kanan ada rak yang berisi buku-buku dan beberapa CD musik dan film. Ruang tamu itu kecil, namun terlihat rapi dan bersih.

Kaydan lantas menarik salah satu buku, membolak-balik beberapa halaman sebelum sesuatu terjatuh di dekat kakinya. Kaydan mengambil benda berwarna ungu tersebut. Benda yang seperti ia lihat kemarin di Kafe. Benar seperti dugaannya, bahwa itu adalah sebuah undangan. Kaydan membukanya, menemukan nama yang mirip dengan namanya terukir indah dengan tinta warna gold.

''Aaugghh!'' Kaydan memekik keras, ia meraba kakinya yang berdenyut nyeri.

Runa berdiri menantang di depan Kaydan. Amarahnya memuncak. Ia belum puas hanya dengan menendang kaki Kaydan, ia ingin melemparkan laki-laki itu ke sungai Amazon untuk menjadi santapan ikan piranha.

''Pak Kaydan! Anda benar-benar menyebalkan!'' bentak Runa sambil berkacak pinggang. Ia tidak peduli jika besok akan dipecat.

Kaydan diam sejenak. ''Karuna. Kita pergi bersama....'' ia menyerahkan undangan itu ke arah Runa. Dan Runa menerimanya pelan.

Will you stand by me?
Hold on and never let me go
Will you stand by me?
With you I know I belong
When the story gets old

Playlist
Shayne Ward | Stand By Me
[Gilar-Gilar, 160916]
----------**----------

Cau an---> selamat pagi
Sie sie---> terima kasih
Wo yao--> saya akan/mau
Che caucan--> sarapan
Cai wai mien--> di luar
Nan pengyou--> pacar(laki-laki)
Laukung------> suami

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top