November Rain

Kaydan sibuk menyetir, sementara Runa sibuk mengemil buah dari kotak bekalnya sambil sesekali menyuapi lelaki di sampingnya.

"Apa masih jauh? Berapa lama lagi?" tanya Kaydan, masih belum melepaskan fokusnya ke jalanan yang terus menanjak.

"Masih lima jam lagi."

"What!"

Runa mengangguk dan tersenyum jahil, membuat Kaydan mengusap kepala kekasihnya itu dengan gemas.

Sesaat kemudian, Runa menurunkan kaca mobil, membiarkan angin sore pegunungan menampar  wajahnya. Sepanjang mata memandang, yang terlihat hanyalah parbukitan dan petak-petak tanah yang membentuk undakan yang ditanami sayuran.

Kaydan memelankan laju mobilnya. Beberapa kali mobil mereka berpapasan dengan petani yang baru pulang dari sawah.

Runa tersenyum dan memejamkan matanya. Ia merindukan orangtuanya. Ketika cuti yang diajukan disetujui, ia segera berkemas. Dan Kaydan si pemaksa lebih antusias ketimbang dirinya.

Butuh waktu hampir dua belas jam jarak antara Jakarta ke kampung halamannya. Biasanya Runa akan menggunakan bus atau travel, namun kali ini Kaydan memaksa untuk mengantarkannya pulang.

"Capek ya? Ntar aku pijitin deh," rayu Runa yang membuat wajah lelah Kaydan menjadi sumringah. Perjalanan panjang yang melelahkan, namun menyenangkan.

                                             ~~~~~~~~~~

Sebuah rumah lumayan besar dan terlihat nyaman dengan cat warna abu-abu muda. Sepasang suami-istri keluar dari rumah tersebut dengan wajah yang berseri-seri.

Runa menghampiri mereka berdua, menyalami tangan mereka dan memeluk ibunya erat. Sementara ayah Runa melihat Kaydan dengan ramah, membuat Kaydan tersenyum dan menganggukkan kepalanya dengan hormat.

"Gimana kabar Bapak sama Ibu?" Runa menanyakan kabar kedua orangtuanya, membuat Kaydan yang melihat merasakan hubungan yang hangat di antara mereka.

"Ya begini, sehat," Pak Iswan menjawab pertanyaan anaknya. Mengangkat kedua lengannya mengisyaratkan mereka baik-baik saja. "Dan kamu kelihatan tambah ayu tenan." lelaki paruh baya itu lantas mengelus kepala Runa lembut.

"Bapak... Ibu. Ini Kaydan." Runa mengerling kepada ibunya. Membuat kedua orangtuanya tertawa.

"Apa kabarnya, Bapak... Ibu. Saya Kaydan," ucap Kaydan memperkenalkan dirinya.

"Kabar kami baik. Ayo... ayo... kita masuk. Kalian perlu istirahat 'kan. Nanti kita lanjutkan lagi obrolannya." walaupun sudah tua, tetapi gerakan Pak Iswan masih gesit, menunjukkan kesehatannya yang masih sangat bagus.

"Ayo nak Kaydan, kamu tidur di sini," Kaydan mengikuti Bu Safitri. Runa mengekori mereka dari belakang. " Loh, malah ikut masuk sini! Apa sudah lupa sama kamarmu sendiri."

Bu Safitri menarik telinga Runa, menyuruhnya ke kamarnya sendiri. Kaydan tertawa geli, melihat Runa diperlakukan seperti anak kecil yang nakal.

~~~~~~~~~~

Jam enam pagi Kaydan terbangun, lekaki itu menggeliat, tidurnya nyenyak sekali setelah kemarin menyetir mobil seharian. Walaupun tanpa AC atau kipas angin, kamar yang ia tempati terasa dingin. Ada semilir angin sejuk masuk melalui lubang angin di tembok atas.

Kaydan membuka jendela, kabut tipis masih melayang-layang di atas sawah. Ia tak berhenti tersenyum menikmati pemandangan menakjubkan di depan matanya.

Dataran Tinggi Dieng yang masuk wilayah Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo memiliki ketinggian rata-rata 2000 meter di atas permukaan laut. Dengan suhu berkisar 12-20 derajat celsius di siang hari, dan 6-10 derajat di malam hari. Pada musim kemarau, suhu udara dapat mencapai nol derajat celsius yang bisa memunculkan embun beku yang oleh penduduk setempat disebut bun upas atau embun racun karena menyebabkan kerusakan pada tanaman pertanian.

Puas menikmati pemandangan, Kaydan lantas membuka pintu kamar, celingak-celinguk menoleh kanan kiri namun tak menemukan siapapun. Dari arah luar terdengar suara orang menyapu dengan sapu lidi, suara burung, serta bunyi berdenting peralatan dapur.

Kaydan ke dapur, menemukan Bu Safitri sedang memasak. Aroma yang tercium membuat perutnya menggeliat. "Pagi, Bu?" sapanya.

"Eh sudah bangun? Runa sedang nganterin adiknya ke sekolah. Sebentar lagi juga kembali. Sana cepetan mandi dulu. Habis mandi, sarapan. Ibu sedang masak mie ongklok buat kalian," ujar Bu Safitri sambil terus melanjutkan memasak.

Cara pembuatan mie ongklok, makanan khas kota Wonosobo memang terlihat sederhana tapi butuh skill agar mie ongklok terasa khas.

"Iya, Bu. Saya mandi saja dulu."

~~~~~~~~~~

Setelah mengantarkan adiknya -Kinari- yang masih duduk di bangku SMA, Runa memarkirkan sepeda motornya di bawah pohon belimbing. Melihat kedua orangtuanya serta budhe-nya duduk di balai kayu di depan rumah, ia segera bergabung.

"Budhe sehat? Aksara juga gimana kabarnya?"

"Sehat. Semalam Aksara juga nelepon. Katanya lagi pusing mikirin skripsinya," ujar budhe tentang anak lelakinya yang mendapat bea siswa kuliah di Singapura.

"Syukurlah." Runa tersenyum, hendak beranjak memasuki rumah ketika beberapa anak kecil memanggilnya. Ia lantas menghampiri anak-anak tersebut.

Sementara itu, Kaydan tampak lebih segar setelah mandi. Ia menuju balai rumah dan melihat Runa di pekarangan tengah tertawa cekikikan dengan beberapa anak.

"Eh... Sini nak Kaydan duduk dulu."

Kaydan mengangguk, lantas ikut duduk. "Itu yang sedang bermain sama Karuna siapa? Terus rambut mereka...." tanya Kaydan sambil mengamati anak-anak yang sedang bermain.

"Oh... itu namanya rambut gembel. Gembelnya bukan karena jarang keramas. Tetapi ada mitosnya," jawab Pak Iswan.

Lelaki paruh baya itu kemudian menjelaskan bahwa tolak ukur sejahteranya masyarakat Dieng ditandai dengan keberadaan anak-anak berambut gembel.

Semakin banyak anak berambut gembel di desa tersebut, maka semakin sejahtera masyarakatnya. Biasanya, rambut gembel akan tumbuh ketika usia seorang anak belum mencapai tiga tahun.

Rambut gembel akan tumbuh dan semakin lebat seiring waktu. Dan hanya akan dipotong saat prosesi potong rambut atau ruwatan.

Sebelum dilakukan proses ruwatan, anak-anak barambut gembel boleh mengajukan permintaan yang nantinya harus dituruti orang tuanya.

Masyarakat sekitar meyakini, jika pemotongan dilakukan tanpa melalui upacara tertentu, atau bukan atas kemauan si anak, atau permintaannya tidak dikabulkan, maka rambut gembel yang sudah dipotong akan tumbuh kembali.

Kaydan manggut-manggut mendengarkan cerita Pak Iswan.

"Oh iya... ngomong-ngomong, apa nak Kaydan sudah lama sama anak kami?" tanya Bu Safitri.

"Baru beberapa bulan ini, Bu. Tapi saya serius sama Karuna," jawab Kaydan penuh ketegasan.

"Kalau boleh Ibu tahu, nama keluarga nak Kaydan apa?" tanya Bu Safitri lagi. Sudah dari semalam pertanyaan itu berputar-putar di otaknya sejak pertama kali melihat Kaydan.

"Kaydan Oi."

"Oi...," Bu Safitri mengulang nama belakang Kaydan. Matanya kini menatap suaminya. Ingatannya melayang ke perustiwa puluhan tahun yang lalu. "Apa ayahmu bernama Alan Oi?"

"Iya. Dari mana Ibu tahu?" jawab Kaydan, terheran.

Bu Safitri menghela napas panjang sebelum menceritakan segalanya dengan suara bergetar.

Kaydan tersentak kaget, ia menatap mata Bu Safitri dengan pandangan tak percaya.

"Hai! Kalian lagi ngobrolin apa?" tanya Runa tiba-tiba, mengagetkan kedua orangtuanya, Kaydan, serta budhe.

Kaydan membalas senyuman Runa yang hangat dan secerah matahari pagi. Namun jauh di lubuk hatinya kini ia merasakan sesak yang teramat sangat.

Playlist
Gun N' Roses | November Rain
[151116]
#####^^#####

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top