If it's Me
Kaydan merenggangkan tubuhnya yang terasa pegal karena tertidur di sofa. Ia menutup mulutnya yang menguap dengan tangan kiri lalu menghampiri adik perempuannya dengan langkah santai.
''Tha hen ke ai.''
Raven tersenyum bangga. ''Tentu saja. Siapa dulu ibunya. '' lantas ia mengecup pipi merah puteri kecilnya yang terbungkus selimut berwarna pink yang baru beberapa jam lalu dilahirkan.
Sementara Dipta yang baru saja keluar dari kamar mandi terlihat segar dengan rambut agak basah. Laki-laki itu lalu duduk di kursi samping ranjang Raven. ''Kamu mau makan sesuatu?'' tanya Dipta sambil mengelus-elus lengan istrinya penuh kasih sayang.
Raven menggeleng pelan. ''Nggak, makasih.''
''Sepertinya aku sudah tidak diperlukan lagi disini,'' Kaydan mengangkat tangan kirinya, jam sudah menunjukkan pukul sebelas siang. ''Mereka sampai nanti sore. Kamu bisa jemput kan, Dip?''
''Oke....''
Kaydan menggelengkan kepalanya, merenggangkan tubuhnya lagi, kemudian berlalu pergi.
----------
Runa memandang Lili dengan penuh tanda tanya. Entah kenapa Lili terus memerhatikan gerak geriknya sejak tadi.
''Kamu kenapa sih, Li?'' tanya Runa sambil mengaduk lemon squash-nya.
Lili terdiam, ia ingin menanyakan sesuatu namun ragu.
Runa mengiris chicken katsu-nya dengan garpu dan pisau yang ada di kedua tangannya dengan perlahan. ''Kenapa?''
''Eemmm... tumben ya, Pak Kaydan nggak keliling tadi pagi.''
''Mana aku tau?''
Lili yang sudah menyelesaikan makannya menggeser piring ke sebelah kanannya. Ia lalu meraih tissu dan membersihkan sisa-sisa makanan di bibirnya.
''Kalau aku perhatiin... tiap jam sembilan, Pak Kaydan pasti ke lantai empat. Dan dia cuma nyapa kamu! Kalau cuman sekali doang sih nggak masalah. Tapi ini tiap pagi!''
''Terus maksud kamu apa?'' tanya Runa heran. Kedua alisnya yang rapi terangkat.
''Maksudnya? Pak Kaydan pasti suka sama kamu!''
Runa nyaris tersedak makanannya karena terkejut. Ia lantas kembali meneguk lemon squash-nya.
Memang sudah setengah bulan ini, setiap jam sembilan pagi atasannya itu pasti akan turun ke lantai empat. Sesuatu yang ia anggap wajar. Pun ketika laki-laki itu selalu menyapanya tanpa suara ketika melintas di depan mejanya.
''Kamu ngaco!'' gerutu Runa.
''Beneran deh! Aku punya feeling kalau Pak Kaydan itu punya perasaan sama kamu,'' ucap Lili dengan wajah serius.
''Mana mungkin. Itu kan cuma feeling kamu aja yang sering meleset. Udah ah... balik aja yuk?'' sanggah Runa.
----------
Kaydan menyenderkan tubuhnya. Hari yang cukup melelahkan. Semalaman ia ikut menemani Raven dan Dipta di rumah sakit. Ia hanya pulang sebentar sebelum kembali disibukkan dengan pekerjaan kantor. Ia melupakan sarapan, bahkan jam makan siangnya sudah terlewat dua jam yang lalu.
Kaydan memejamkan matanya, mengembuskan napasnya perlahan-lahan. Suatu wajah yang sejak akhir-akhir ini selalu hadir, wajah Karuna yang sedang tersenyum menghampirinya. Mungkinkah ia jatuh cinta? Tapi... mustahil. Ia baru mengenal gadis itu dua minggu ini.
Kaydan tersenyum. Ia masih saja mengingat kejadian dua minggu yang lalu ketika mereka terjebak bersama di dalam lift. Dan hari-hari setelah kejadian tersebut, entah kenapa ia selalu punya keinginan untuk 'mampir' terlebih dahulu ke lantai empat dan menyapa gadis itu.
Karuna memang tidak secantik Mia, bahkan Shanum sekalipun. Bukankah cantik dan harum tidak menjanjikan keindahan? Kebaikan dan manfaatlah yang menjadikan sesuatu terlihat indah. Dan Karuna indah dengan caranya sendiri, yang membuat Kaydan terpesona.
Kaydan beranjak dari kursinya. Hari ini terasa ada yang kurang. Ia belum melakukan rutinitasnya, pergi ke lantai empat.
----------
Ruang divisi marketing akan direnovasi. Runa mengemasi beberapa barangnya yang ada di atas meja dan memasukkannya ke dalam kotak, termasuk sebuah snowball pemberian Aidan. Figur-figur lelaki itu sudah berkurang.
Runa mengangkat kotak tersebut. Ia berjalan dengan hati-hati karena kotak tersebut menghalangi pandangannya.
Sementara itu, Kaydan baru saja keluar dari dalam lift. Bunyi ponselnya terdengar, sebuah nada panggilan masuk. Laki-laki itu dengan santai merogoh saku jasnya untuk mengambil ponsel. ''Oh yes. Thank you Mr Lau. Glad that we've made the right choice to collaborate with you on this project. Thank you once again.''
Tiba-tiba tanpa mereka sadari, mereka saling bertabrakan. Kotak di tangan Runa terlepas dari pegangan, beberapa lembar file berserakan di lantai. Sementara ponsel Kaydan juga ikut terjatuh.
Mata Runa membulat, ia tidak peduli dengan kotaknya yang terjatuh. Tapi ia melihat ponsel seseorang yang telah ditabraknya itu teronggok di dekat high heels-nya.
''Maaf. Saya benar-benar tidak sengaja!'' ujar Runa dengan perasaan bersalah. Dengan cepat ia meraih ponsel tersebut.
Kaydan tersenyum. ''It's okay. Salah saya juga yang tidak memperhatikan jalan.''
''Tidak! Saya yang salah karena tidak hati-hati.'' Runa menggeleng cepat. Ia mencoba mengaktifkan ponsel itu, namun gagal.
Kaydan tergelak kecil. ''Sudah. Biarkan saja ponsel itu. We''ll figure out what to do about it later,'' ia mengambil kembali ponselnya dari tangan Runa dan memasukannya ke dalam saku jasnya. ''Sekarang kita bereskan saja file-file ini.''
''Biar saya bereskan sendiri, Pak Kaydan?''
Kaydan diam saja tidak menjawab, tetapi tangannya terus mengambil file yang berserakan dan memasukkannya kembali ke dalam kotak. Ia mengamati sebuah snowball di tangannya yang retak. ''I bet this snowball has some sentimental value to you....''
Runa menggeleng perlahan. ''Itu sudah tidak penting. Saya yang harus minta maaf karena membuat ponsel anda rusak.''
Kaydan mengangkat kepalanya, kemudian tersenyum jahil. ''Permintaan maaf kamu saya terima asal... temani saya makan siang.''
If it's me, i'll give my love to you everyday
When the night is come, i'll sing for you
I'll be the wind, help you forget your troubles
I'll hold your hand and won't let you far away from me.
Playlist
The Men | neu la anh
[Gilar-Gilar, 070916]
----------**----------
Tha hen ke ai--> dia sangat cantik/imut
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top