5. Penengah
"Mereka berdua bertengkar lagi," kata Ammy pada Seth yang berdiri di belakangnya. Mereka berdua tengah mengantre makan siang di kantin sambil menenteng nampan besi.
"Nanti juga mereka akan berbaikan sendiri. Biasanya begitu, kan?" sahut Seth enteng. "Yang harus kita pikirkan sekarang adalah menghadapi detensi. Sore nanti kita harus menemui Mr. Smith untuk menerima hukuman yang menurut firasatku, akan sangat menyebalkan," lanjut pemuda itu sembari menghela napas.
Ammy ikut menarik napas panjang. "Kejadian kemarin memang mengerikan," komentarnya sembari melirik ke segala arah. Sejak memasuki kantin tadi, Ammy sudah menyadari beberapa anak tampak memandang mereka berdua sembari berbisik-bisik. Berkat kekacauan di Festival Musim Gugur, kini ia dan tiga temannya sudah menjadi bahan gosip paling panas saat ini, dan akan tetap seperti itu selama setidaknya sebulan ke depan.
Ammy benci menjadi sorotan. Apalagi dibicarakan di belakang. Sayangnya, ia harus menerima kondisi itu gara-gara keputusannya untuk mengikuti Noel membentuk band. Awalnya Ammy cukup antusias. Ia memang suka bermain musik dan berpikir kalau melakukannya bersama sahabat-sahabatnya pasti lebih menyenangkan. Faktanya hal tersebut justru memicu kehancuran.
"Sudahlah. Kita hadapi saja. Que sera sera, yang terjadi biar terjadi. Kalau memikirkan kejadian kemarin, rasanya luar biasa kita bisa selamat tanpa terluka. Kekuatan Kayla memang tidak main-main. Dia yang menghancurkan panggung sebesar itu sendirian," ucap Seth sembari menyodorkan nampannya pada sang penjaga kantin, wanita paruh baya yang tidak pernah tersenyum. Wajah ketus wanita itu menatap Ammy dan Seth dengan tajam sambil menuangkan semur daging di nampan besi Seth.
"Kenapa sedikit sekali," protes Seth yang hanya mendapat separuh porsi dari seharusnya.
Sang penjaga kantin mendelik galak, tidak ingin ditentang sama sekali. Seth bedecak pelan lantas mengernyitkan wajahnya.
"Oke. Terserahlah," ucap pemuda itu pasrah.
Setelah selesai mendapat satu set makan siang, mereka berdua pun akhirnya duduk di meja pojok kantin. Ammy mengamati nampannya sendiri yang juga hanya berisi sedikit makanan. Sepertinya sang penjaga kantin memang memiliki sentiment pada mereka. Mungkin gara-gara peristiwa di Festival kemarin. Gosip memang cepat menyebar.
"Kayla tidak sepenuhnya bersalah," kata Ammy lantas melanjutkan topik pembicaraan mereka. "Aku juga sudah menyetrum lebih dari selusin anak yang menonton," lanjut gadis itu mengeluh.
Seth menatapnya penuh pengertian. "Aku menidurkan mereka yang tersengat listrikmu, jadi mungkin mereka tidak akan terlalu merasa sakit," ucapnya sungguh-sungguh.
Ammy menatap galak ke arah Seth. "Itu bukan sesuatu yang pantas dibanggakan, Seth."
Seth tertawa kecil. "Maksudku, sudahlah. Mau kita bahas berkali-kali pun peristiwa itu sudah terlanjur terjadi. Jangan disesali. Toh kita semua memang dengan sadar menyetujui ajakan Noel. Jadi ya sudah. Jadikan saja pengalaman."
"Kurasa yang paling terpukul dari kejadian ini adalah Noel. Sejak awal ini adalah mimpi Noel. Ia memberikan segalanya untuk Louvre," timpal Ammy sembari menyodok nasi putihnya yang sudah dingin.
"Aku akan menghiburnya setelah ini. Dia bukan orang yang mudah terpuruk. Aku berani bertaruh kalau Noel akan bersikeras untuk membangun band kita lagi setelah ini. Begitulah sifatnya," kata Seth kemudian.
Ammy tersenyum kecil. "Kau benar. Noel pasti akan melakukannya. Kalau begitu aku akan menenangkan Kayla. Kuduga dia pasti sedang melepaskan emosinya sambil berlatih di ruang serbaguna."
"Itu ide bagus. Setidaknya kita harus bisa membuat suasana lebih baik saat berkumpul di ruang detensi nanti."
Ammy mendesah pelan. Gadis itu melanjutkan makannya hingga mendadak atensi anak-anak di kantin teralih pada obyek lain. Ammy bisa mendengar bisik-bisik para gadis yang duduk di seberang mejanya. Ia pun mendongak dan mendapati seorang pemuda berpenampilan serba hitam yang baru masuk ke dalam kantin. Oscar Spencer.
Pemuda berpakaian hitam dengan gaya gotik yang kelam itu tampak berjalan sendirian untuk mengantre makan siang. Kemunculannya membuat suasana kantin senyap seketika. Semuanya menatap Oscar sambil berbisik sementara pemuda itu tetap berjalan tanpa merasa terganggu.
Seth tiba-tiba menendang kaki Ammy di bawah meja. Ammy nyaris memekik karena terkejut, tetapi berhasil menguasai dirinya dan hanya mendesis kesal pada temannya itu.
"Itu Oscar. Dia benar-benar tidak pernah punya teman sama sekali. Haruskah aku mengajaknya duduk bersama kita? Kita sering sekelas dengannya akhir-akhir ini," bisik Seth sembari mendekatkan tubuhnya pada Ammy.
"Lebih baik urungkan saja niat baikmu itu. Orang itu tidak akan mempedulikan kita. Dia bukan tipe orang yang suka bergaul," sahut Ammy yang entah kenapa ikut-ikutan berbisik.
"Menurutku tidak begitu. Orang-orang menjauhinya karena rumor yang tak berdasar."
Ammy melirik ke arah Oscar yang kini tengah berjalan menuju salah satu meja kosong di sudut kantin. "Siapa yang tahu kalau rumor itu benar atau tidak. Yang pasti kekuatannya cukup berbahaya, Seth. Sebaiknya kita tidak berurusan dengannya," tukas Ammy menutup pembicaraan itu.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top