22. Untuk sekarang

Nyan Cat 10 hours

Lagunya seru kok tenang aja wkwkwkwk.
Siapkan waktu kalian, karena ini chapie yang cukup panjang.
Enjoy~

.......

Esok paginya aku melihat tanganku yang mengeluarkan avra jingga. Ingatanku kembali mengingat saat aku telah menerima avra hijau.

"Kenapa Lan?" tanya Ardeys yang mengambil piring dari meja sambil melihatku bingung.

Sejenak aku tertegun lalu menggeleng. "Tidak, bukan apa-apa." Sepertinya bukan sekarang mengatan kebenarannya.

"LAAAAN!! Maaf aku terlambat dibandingkan biasanya," kata Asha yang tiba-tiba datang dan membuka pintu dengan keras.

"Bisa tidak untuk tidak merusak properti?" tanya Ardeys yang terdengar tajam. Sepertinya ia sedang marah.

"Ups, ada yang sensitif. Maaf deh maaf," kata Asha dengan gerakan meminta maaf tetapi masih terlihat cengiran di sana.

Sebelum Ardeys kembali berbicara aku beranjak terlebih dahulu dari kursiku dan berjalan menuju Asha. "Ayo kita berangkat."

"Baiklah?"

"Kenapa?" tanyaku sambil melihat Asha.

"Tidak, hanya saja aku merasa kau sedikit berbeda," kata Asha yang memiringkan kepalanya dengan senyuman ragu.

"Benarkah?" tanyaku dengan tawa pelan. "Sudahlah, aku sedikit tidak sabar, jadi ayo kita lakukan sekarang," kataku sambil memasang posisi sebelum berlari.

Asha masih memasang wajah bingungnya tetapi ikut bersiap di sebelahku. Setelah itu Asha mulai berhitung dan kami mulai berlari bersamaan. Jalur lari kami masih sama, bahkan aku belum terpikirkan untuk mengambil jalur lain.

Author POV

Tak lama di depan mereka berdua terdapat seseorang yang membawa sesuatu yang besar dan hanya menyisakan bagian kecil yang berdekatan dengan sebuah bangunan rumah. Asha menyiapkan langkahnya sedangkan Lan memantapkan setiap langkah kakinya.

Asha memilih untuk melompati diantara sela yang bisa di lewati oleh tubuhnya dengan baik. Lan menekan kakinya turun dan melompat setinggi-tingginya, melewati barang tinggi itu. Ternyata di depannya adalah pijakan yang lebih tinggi dari pada pijakan Asha. Lan terpaksa harus melompat beberapa kali dari satu balkon rumah ke balkon lainnya untuk terus di jalur yang benar. Asha melirik Lan yang menunjukan ekspresi seriusnya, tidak seperti biasanya.

Jarak antar balkon rumah yang ia pijak dengan pijakan yang lebih rendah cukup besar. Untung saja Lan melihat adanya tangga yang bersandar pada sisi balkon rumah. Dengan cepat ia berpegangan pada tangga itu dan langsung mengayunkan tubuhnya ke arah pijakan yang lebih rendah. Lan melakukan roll depan, memudahkan dirinya untuk kembali berlari setelah berpegangan pada tangga. Setelah itu Lan berpegangan pada tiang untuk turun dari pijakan sekarang menuju ke sebelah Asha.

"Hebat!" kata Asha dengan senyuman di wajahnya. Yang di balas senyuman kecil oleh Lan.

Setelah beberapa menit akhirnya mereka sampai di tempat tujuan mereka. Dexter ternyata telah datang terlebih dahulu dan mengajak mereka berbicara sebelum akhirnya bertarung dengan Lan.

"Kau yakin Lan?" tanya Dexter yang bingung mengapa Lan meminta untuk berduel dengannya, bukan meminta latihan seperti biasanya.

Lan hanya membalas perkataan Dexter dengan anggukan. Kedua tangannya menggenggam erat tongkat yang ada di tangannya. Dexter menghela napasnya lalu ikut bersiap. Awalnya mereka saling membiarkan tongkat kayu mereka terbentur hingga menghasilkan bunyi yang nyaring. Dexter menekan salah satu sisi tongkat yang membuat tongkatnya dan tongkat Lan saling berputar. Lan langsung mendorong sisi terluar tongkatnya yang hingga mengenai kaki Dexter. Karena merasakan sesuatu di kakinya, Dexter langsung melompat ke samping untuk menghindari tongkat Lan.

Baru saja Dexter membenahi posisi berdirinya, ia sudah bisa melihat Lan yang berlari ke arahnya. Dexter menghindari serangan Lan ke arah samping. Setelah menyadari Dexter menghindar, Lan mengayunkan tongkatnya ke samping dan berbenturan dengan tongkat Dexter yang menahan ayunan tongkat Lan. Kembali Lan mengarahkan tongkat ke Dexter dan kembali bisa di tahan. Lan mengarahkan tongkatnya ke kepala Dexter yang masih bisa di tahan oleh Dexter. Lan menekan tongkatnya sekeras yang ia bisa. Karena sedikit kekuatan avra yang diaktifkan secara tidak sengaja, Dexter cukup kewalahan dengan kekuatan Lan.

Dexter menunduk lebih ke bawah untuk mengambil ancang-ancang mengeluarkan tenaga yang lebih besar. Ia mendorong tongkat Lan dengan tongkatnya yang ia pengang dengan kedua tangan. Lan tak sengaja terdorong ke belakang tetapi tangannya mengarahkan ke tanah dan menancapkannya, sedangkan sebelah kakinya ia ayunkan sampai mengenai tongkat Dexter, tentu saja Lan melihat sedikit sampai akhirnya bisa tepat mengenai tongkat Dexter.

Sebelah kaki Lan mendarat terlebih dahulu sebelum satunya kembali mendarat. Sebelumnya, ia sudah melempar tongkat Dexter di udara. Tangannya langsung mencabut tongkatnya dan mengarahkan ke Dexter yang sudah mengangkat kedua tangannya sebahu.

Seruan terdengar memenuhi tempat itu. Menurut mereka pertarungan Lan menarik karena terdapat beberapa jurus yang tidak pernah mereka lihat. Lan menghembuskan nafasnya, sedangkan Asha mengambil kembali tongkat Dexter.

Lan POV

Dengan begini sudah cukup. Sepertinya aku sudah siap.

"Lan, sebenarnya apa yang terjadi?" tanya Asha yang menyerahkan tongkat ke Dexter.

"Mengapa kau terlihat sangat serius kali ini?" tanya Dexter yang sudah kembali dengan nyaman memegang tongkatnya.

"Um.... Dexter, apakah kau punya waktu kosong?" tanyaku yang di balas tatapan bingung oleh Dexter. "Karena kau salah satu guruku, setidaknya aku akan mengatakannya juga," kataku dengan senyuman.

Setelah itu kami sama-sama pergi ke rumah Ardeys. Beberapa kali Asha tidak sabar dan terus bertanya. Aku hanya menjawab dengan senyuman. Sebuah kejutan tidak akan seru jika di ketahui duluan. Sebelum benar-benar sampai di rumah Ardeys, aku melihat Ardyes, Keya, Koni, Razor, dan Elgin.

"Huh? Kenapa kau bisa di sini?" tanyaku bingung melihat Elgin yang mengenakan wujud manusianya.

"Kau mengenalnya?" tanya Asha bingung.

Baru saja aku membuka mulutku untuk menjawab, keadaan sekelilingku tiba-tiba berubah. Dinding, lantai, langit-langit seakan-akan di tutupi oleh lapisan berwarna jingga yang indah. Aku melihat ke arah Elgin yang mengulurkan tangannya sedikit.

"Apakah bersedia untuk melawanku?" tanya Elgin dengan senyuman lembutnya.

"Tentu saja ... TIDAK! BAGAIMANA CERITANYA AKU BISA MELAWAN TETUA YANG LEBIH DARI 1000 TAHUN?!" seruku. Aku tak sengaja mendengar suara kaget dari belakang dan bisa melihat wajah kaget Ardeys dan Keya di belakang Elgin.

"Kenapa? Aku lemah loh," kata Elgin yang memasang gaya imutnya yang bikin nggak tahan.

Nggak yakin. Nggak mungkin. Aku menatapnya datar walau harus sedikit menahan kegemasan dari aksi imut Elgin.

Elgin tertawa pelan. "Tidakkah kau ingin memeriksa kekuatan avramu?" tanya Elgin yang kembali normal.

Itu ada benarnya. "Baik. Aku terima. Apakah boleh aku memakai senjata?" tanyaku.

"Tentu saja," kata Elgin sambil mengangguk.

Dexter menyerahkan tongkat kepadaku. "Peka juga. Pinjem bentar ya," kataku sambil menerima tongkat yang diberikan oleh Dexter.

"Jangan di patahkan," kata Dexter dengan gaya kesal.

Mataku melihat Elgin yang berjalan ke samping, dimana ada lapangan kosong di sana. "Dexter," panggilku.

"Ya?" jawab Dexter bingung.

"Aku nggak janji loh ya," kataku sambil berlari kecil menyusul Elgin.

"Oi!"

Aku tertawa mendengar suara kekesalan Dexter. Kakiku berhenti saat berada di depan Elgin.

"Baiklah bersiap," kata Razor yang kini berdiri diantara aku dan Elgin.

Mataku terus menatap Elgin yang masih memasang senyuman kecilnya. Aku masih tidak percaya aku akan melawan si tetuah ini!!! Mimpi dari mana ini?! Jelas-jelas ini bukan mimpi indah!!!

"Khu." Aku melihat Elgin yang tertawa pelan. Pasti lagi-lagi membaca pikiranku bukan? Wahai tetua 1000 tahun.

"Jangan kaku seperti itu," kata Elgin dengan senyuman.

Aku hanya bisa menggeram saja. Semua kata-kataku seperti tidak bisa keluar. Tak lama aku melihat aura biru yang semakin ujung terlihat warna jingga di sekitar Elgin. Oh iya, avra. Aku mengaktifkan avraku dengan pikiran asal.

"Mulai!" seru Razor yang membuatku melompat ke arah Elgin dan ia melakukan hal sebaliknya.

Saat mendekati Elgin, seakan-akan film yang di slow-mo aku melihat Elgin yang melempar tongkatku ke arah samping dan sebelah tangannya yang mengarah ke arahku. Dengan cepat aku melepas genggaman tongkat pada salah satu tanganku untuk menahan tangan Elgin. Hasilnya tongkatku terlempar ke samping dan sebelah tangan kami saling menahan, jika bahasa nyelenehnya adalah saling bergandengan atau bertaut. Sungguh memikirkan ini malah membuatku malu.

"Wah romantis sekali ya, tidak ingin melepaskanku?" tanya Elgin dengan tawa jail.

"Mau jujur atau bohong?" tanyaku kembali dengan senyuman sinis. Ternyata perkataanku di balas dengan reaksi kaget yang membuatku tertawa.

Author POV

"Ce-cepat sekali!" seru Asha kaget.

"Benar sih ... tapi .... " kata Ardeys yang ia gantung.

"Nyaman sekali melihat mereka," kata Razor yang seakan-akan tersenyum melihat Lan dan Elgin yang masih "bergandengan".

"Oh, mereka mulai lagi," kata Dexter saat Lan dan Elgin saling melompat mundur dengan arah yang berlawanan.

Di pikiran Lan mulai mencari beberapa cara untuk mengalahkan Elgin. Belum menemukan rencana, Elgin kembali menyerang. Lan langsung memegang tongkat yang mengarah lurus ke Elgin yang dianggap remeh karena bisa ia tepis. Tetapi saat Elgin sudah cukup dekat, Lan tersenyum sinis yang membuat Elgin kaget. Sebelah tangannya yang di depan mendorong tongkat ke belakang dan tangan yang di belakang langsung memutar tongkat ke samping Elgin dengan cepat. Elgin langsung melindungi bagian sampingnya sekaligus mencengkram tongkat yang di pakai Lan.

Setelah berhenti terdorong, Elgin langsung mengayunkan tongkat ke atas yang membuat Lan juga ikut terangkat, untungnya kedua kakinya langsung menapaki tanah dengan baik. Dengan masih memegang tongkat, Elgin berlari mendekati Lan. Saat jarak diantara Lan dan Elgin sudah cukup dekat, Lan mengayunkan sebelah kakinya menuju kepala Elgin. Sayangnya Elgin bisa menangkap pergelangan kaki Lan dan langsung memutar kaki beserta tubuh Lan, hingga tongkat Dexter terlempar jauh.

Dalam kondisi berputar, Lan berpegangan dengan salah satu kakinya dan langsung mengayunkan sebelah kakinya yang bebas mengenai kepala Elgin. Karena tidak melihat sekitar, Elgin tidak sadar bahwa sebelah kaki Lan menendang sebelah kepalanya. Karena beban di sebelah tubuh dan tendangan, Elgin kehilangan keseimbangan dan terjatuh ke samping bersamaan dengan Lan. Setelah sama-sama terjatuh, Lan langsung mendorong (baca: menendang, tapi pelan) tubuh Elgin untuk membebaskan sebelah kakinya sekaligus menduduki dada Elgin agar tidak bergerak lagi. Mereka berdua saling bertatap-tatapan dengan Lan yang nafasnya naik-turun, sedangkan Elgin menatap Lan dengan senyuman.

"Aku menyerah," kata Elgin dengan senyuman lebar.

"WAAAAAH!!!" seru Asha yang langsung mendekati Lan, begitu pula yang lainnya.

Lan mengehla nafasnya, rasanya ia ingin berbaring saat itu juga. Ia mengubah posisinya dan menjatuhkan bokongnya di samping tubuh Elgin. Koni yang pertama kali sampai di dekat Lan dan langsung di peluk Lan.

"Keren sekali kalian berdua!!" seru Asha yang langsung memeluk erat Lan.

"Ah, iya," kata Lan yang seakan-akan energinya sudah terkuras habis.

Asha melepaskan pelukannya dan mengganti dengan menepuk-nepuk punggung Lan cukup keras.

"Rasanya aku bisa melihat tongkatku terbelah dua," canda Dexter yang sudah mendekati Lan.

"Tapi masih aman kan?" tanya Lan jail dengan sebelah tangannya mengelus kepala Koni.

"Tunggu, kalian tidak kaget melihat tadi?" tanya Ardeys dengan wajah yang sedikit panik.

"Tentu saja sangat kaget. Itu tadi luar biasa!" kata Asha dengan senyuman lebar.

"Tidak bukan itu. Bukankah tadi itu bahaya?!" tanya Ardyes, masih dengan ekspresi yang sama.

"Apakah itu bahaya?" tanya Asha dengan wajah polos.

"Lan?" panggil Ardeys.

"Ya?" tanya Lan yang menunjukkan ekspresi polosnya yang seakan-akan tidak tahu apa-apa. Ardeys menghela nafasnya melihat ekspresi Lan.

"Kau memang tidak pernah tau Dys, tapi Lan sering sekali melakukan hal itu di lapangan," kata Dexter yang mengerti maksud Ardeys.

"Sering?!" seru Ardeys kaget.

"Sering," kata Lan, Asha, dan Dexter bersamaan. Ardeys sampai kelihangan kata-kata.

"Bagaimana Lan?" tanya Elgin yang kini sudah mengambil posisi duduk.

"Hebat sekali!! Bahkan aku merasa tidak begitu sakit di beberapa tempat ditambah rasanya aku bisa lebih kuat lagi," kata Lan ceria.

"Sungguh kau tidak merasakan sakit?" tanya Ardeys khawatir dan di balas anggukan Lan.

"Kalau begitu kau sudah siap?" tanya Elgin.

Semuanya terdiam. Asha, Dexter, Ardeys, dan Keya (yang dari tadi diam) melihat ke arah Lan bingung. Lan juga terdiam melihat Elgin hingga akhirnya ia tersenyum karena ia sudah membulatkan pikirannya. Lan membenarkan posisi duduknya, ia menekuk kedua kaki dan merapatkannya lalu menunduk dengan kedua tangan menahan agar kepalanya tidak sampai tanah (kalau bingung, gampangnya gaya duduk orang jepang dan kepalanya menunduk ke depan). Tentu saja semuanya kaget dengan apa yang di lakukan Lan.

"Terima kasih banyak, Elgin, Razor, Koni, Ardeys, Keya, Asha dan Dexter." Lan kembali menegakkan tubuhnya dan melihat Elgin sedang tersenyum ke arahnya dengan Razor yang duduk di sebelahnya. Lalu Ardeys, Keya, Asha, dan Dexter menatapnya bingung, bahkan Koni yang di sebelah kakinya juga bingung. "Dengan begini saya pamit undur diri."

Keheningan terjadi beberapa saat. "Mendengar Lan berbicara sopan gini kok merinding ya?" tanya Asha yang memeluk dirinya sendiri.

"Apa maksdumu dengan pamit undur diri? Kau akan kembali?" tanya Ardeys bingung.

"Ya, kembali ke hutan sih tapi bukan ke tempat sebelumnya," jelas Lan yang kebingungan sendiri. Ardeys menatap Lan bingung. "Maksudnya aku akan kembali berpetualang," jelas Lan.

"Kenapa? Bukankah di sini sudah enak?" tanya Keya.

"Akhirnya Keya ngomong!" sorak Lan. "Tapi bukannya kau membenciku?"

Keya bersembunyi di belakang Ardeys. Melihat hal itu Lan menghela nafasnya sembari tersenyun.

"Karena aku sudah mendapatkan avra jingga. Itu artinya aku harus pergi lagi," jelas Lan.

"Sekali ngambil avra langsung pergi gitu ya?" tanya Asha kesal.

"Bukan ngambil, dikasi. Lagi pula aku akhirnya tahu ternyata aku harus mengumpulkan avra gara-gara di kasih ini sama Elgin," kata Lan yang menatap avra jingga yang ia munculkan di telapak tangannya. "Yah, artinya aku tahu misiku apa. Jadi aku akan menerima dan melakukannya," kata Lan dengan senyuman lebar.

Terlihat Ardeys, Keya, Asha, dan Dexter saling berpandang-pandangan. Terlihat pula raut khawatir di masing-masing wajah mereka.

Lan POV

"Tenang saja, aku tidak apa-apa. Saat itu Ardeys menemukanku sehat wa'alfiat kan? Santai aja lagi," kataku dengan candaan. "Selama aku yang di pilih, maka aku akan baik-baik saja." Mungkin, timpalku dalam hati. Aku juga tersenyum lebar untuk menutup pikiran negatifku.

Asha, Ardeys, Keya, dan Dexter akhirnya membuang ekspresi sedih mereka dan mengajakku masuk ke dalam rumah Ardeys. Kami banyak berbincang di malam terkahir kami. Kebanyakan yang membuat kami tertawa, ada juga tips-tips bertahan diri dari Asha, Dexter, dan juga Ardeys. Kadang kala Elgin dan Razor ikut menimpali percakapan kami. Aku harus menikmati hal ini, tidak tahu sampai kapan aku bisa merasa senyaman ini nantinya.

....

Esok paginya aku mulai bersiap. Tetap dengan tas mungil berbagai isi dari sihir Gilbert yang terus menemani. Karena dari luar orang hanya melihat sebuah tas tepos, kira-kira setebal buku catatan tipis, tidaklah menarik untuk di curi. Lagi pula berapa banyak barang yang aku bawa tidak akan terasa berat. Asha memberikanku sebuah jubah yang cukup tebal untuk menangkal dingin, Dexter memberikanku sebuah tongkat yang di modifikasi hingga dapat tertekuk lebih pendek. Sedangkan Ardeys memberikanku kompas.

"Itu sudah aku aliri avra agar membantumu," kata Elgin yang mendekatiku dan Ardeys. "Ujung jarum yang berwarna coklat itu akan selalu menunjukkan tujuanmu," kata Elgin sambil menunjuk salah satu sisi jarum di dalam kompas yang berwarna coklat kejinggaan.

"Bagaimana caranya? Avra bisa lakukan sebanyak itu?" tanyaku bingung.

"Rahasia dong~" kata Elgin denyan senyuman manisnya. Kali ini aku merasa sudah terbiasa dengan senyuman manis yang memberikan bermiliar pengaruh. Walau sekarang hanya berkurang seperempat saja.

"Kau sudah membawa semua makanannya Lan?" tanya Ardeys.

"Aku, hanya ambil setengah saja," kataku pelan.

"Kenapa?! Kau harus ambil semuanya! Tidak semua buah bisa di konsumsi!" seru Ardeys.

"Tapi bagaimana dengan kalian? Masa aku hanya pendatang langsung menghabiskan semuanya? Nggak lah! Aku tuh masi ada cadangan makanan. Berkat kekuatan Elf yang luar biasa itu makanan di dalam tas ini tidak akan rusak jika tidak di keluarkan," tolakku keras. Mana mungkin aku membiarkan duda dan anaknya malah melarat gara-gara aku?!

Ardeys terlihat ingin kembali ngomel tetapi Dexter lebih dahulu menepuk bahu Ardeys. Akhirnya Ardeys menutup mulutnya, walau terlihat kesal. Tiba-tiba aku teringat sesuatu dan akhirnya merogoh tas pinggangku.

"Ada apa Lan? Kalau lapar kau bisa makan di rumah Ardeys dulu," kata Asha.

"Bukan makanan kok, aku hanya ingat sesuatu." tanganku berhasil mengambil pisau kecil pemberian Eras dan sebuah tali yang cukup lebar. Lalu aku mengikat tali itu di pahaku dan menyelipkan pisau kecil itu diantaranya. "Setidaknya aku ingin melakukan ini," kataku dengan senyuman dan merapikan kembali jubah sebahuku ke depan.

Asha mengangguk. "Hati-hati Lan, semoga kita bisa bertemu lagi."

"Entah mengapa kita akan bertemu lagi tanpa memerlukan jangka waktu lama," kataku dengan tawa.

"Bagus dong," kata Asha tersenyum lebar.

"LAAAAN!!!" Aku berbalik dan menemukan segerombolan fluffy kekar berlari ke arahku.

"Kau sudah menerima hadiahku?!"

"Apa kirimanku sudah kau dapan Lan?"

"Bagaimana dengan hadiahku?"

"Wiets, tenang dulu. Semua yang menitipkan hadiah untuk Lan kepadaku, sudah aku berikan langsung kok," kata Asha yang menengahiku dan para fluffy yang saling dorong.

"Iya, terima kasih hadiah yang kalian berikan padaku. Semua itu sungguh istimewa." Iyalah, pada kasih daging semua. Kalau di rumah makan daging aja jarang. "Dan terima kasih juga karena mau menerimaku di lingkungan kalian," kataku sambil menunduk sedikit.

"Terima kasih juga Lan, kau memberikan pengalaman baru untuk kami," kata salah satu fluffy di depan dengan senyuman lebar.

"BAIKLAH! Kalau begitu kita bisa mengantarkan Lan sampai ke dekat pintu gerbang," kata Dexter yang menjadi pusat perhatian dan menunjukkan senyuman miringnya.

Semuanya bersorak. Akhirnya kami semua, semuanya, termasuk Elgin dan Razor juga ikut ke gerbang keluar. Banyak perkataan bahwa aku harus hati-hati dan banyak juga yang mengatakan apa yang boleh dan tidak boleh aku petik maupun makan. Itu berlanjut sampai akhirnya sampai di gerbang keluar. Sama seperti sebelumnya, mereka berhenti beberapa langkah dari gerbang yang kini terbuka. Aku kembali menunduk, harus nya aku lakukan ini juga saat bersama para Elf.

Tiba-tiba, saat aku menegakkan tubuhku, Keya berlari mendekatiku. "Jangan sampai mati!" kata Keya dengan ekpresi kesal.

Perkataannya menusuk, tetapi wajahnya yang kesal imut sekali. "Kalau begitu cium pipiku dulu sebagai jimat," kataku iseng. Terlihat Keya yang semakin kesal. Aku. Tertawa melihat wajahnya yang semakin menunduk itu seakan-akan ada yang menyerapnya ke bawah.

Kembali dengan tiba-tiba Keya memelukku erat. "Bagaimana bisa cium pipi kalau kau ketinggian?!" tanya Keya kesal yang masih memelukku.

Tak lama ia langsung berlari menuju ke deretan para fluffy, sepertinya kembali ke ayahnya. Aku kembali tertawa gemas. Dia itu sebenarnya umur berapa sih? Setelah melambaikan tanganku, aku berbalik menuju ke luar gerbang. Sakitnya masih sama. Apakah sakitnya malah bertambah?

Aku merasakan sebuah gesekan lembut di pipiku. Teelihat Koni yang memandangku. "Oh Koni, dari tadi kau diam saja. Apa kau tidak apa-apa?" tanyaku.

"Kon!" serunya ceria. Astaga apa ini? Dia mencoba melafalkan namanya? Imut banget astaga~

Author POV

Setelah kepergian Lan, semuanya bubar dari tempat itu. Hanya menyisakan Asha yang menatap kepergian Lan dan Ardeys yang menatap tajam Asha. Sedangkan Keya pulang bersama Dexter dengan permintaan Ardeys.

"Dengan begini kau puas?" tanya Ardeys kesal.

"Puas apa?" tanya Asha bingung.

"Setiap malam kau selalu memberitahukan mengenai aktifitas Lan kepada para tetua itu bukan? Tentu saja itu pasti di dasari dengan ketidak percayaan," jelas Ardeys masih dengan ekspresi yang sama.

"Itu mungkin berlaku pada orang lain, tetapi aku sangat menyukai Lan. Jadi tidak mungkin aku tidak sedih melihatnya pergi. Teman bermainku berkurang satu," kata Asha yang memasang ekspresi sedih.

"Pantas kau tidak punya pasangan, perkataanmu menyeramkan," kata Ardeys dengan wajah datar.

"Kau mau padaku?" tanya Asha dengan wajah sok imut.

"Tidak. Bahkan mimpi pun tidak akan," kata Ardeys dengan senyuman yang seakan-akan kata-katanya sudah menembus tubuh Asha. "Aku harus pulang,"kata Ardeys sambil berbalik menuju rumahnya.

Asha hanya bisa tertawa pasrah. Matanya menatap sebuah bagunan yang paling tinggi, tempat para tetua saling mengemukakan pikiran dan perintah mereka. Asha menatap tajam salah satu kaca jendela bangunan itu dan meninggalkan tempat berdirinya dengan wajah kesal.

.
.
.
.
.
.

Sebenarnya aku tidak tahu, apakah wattpad di hp2 lain bisa nyetel yutupnya apa nggak. Cuman lucu aja sih kalau dengerin ntu lagu sambil baca ini cerita. Kayak semua perasaan negatifnya kelempar gitu. Wkwkwkwkwk

Aku hanya menyarankan, bukan memaksa kok~
Terima kasih sudah mampir~

-(02/02/2020)-

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top