20. Lewati Rintangan

Berhari-hari kemudian pelatihanku terus berlanjut. Karena sudah mulai terbiasa dengan rintangan yang aku jalani beberapa hari, Asha mulai memberi rintangan baru setiap harinya. Kadang kala aku berhenti sejenak karena semua tubuhku pegal. Di saat itu Asha mulai bercanda ria sembari beristirahat.

Asha melatihku dan kadang kala juga bertarung, entah dengan Asha atau dengan lainnya yang ada di lapangan itu. Sepertinya yang lain sudah mengetahui taktikku yang menghindar sekaligus menyerang, jadi banyak yang bisa menahan seranganku. Jadi aku harus memikirkan taktik baru saat melawan mereka. Selain Asha Dexter juga ikut melatihku, sesuai dengan janjinya. Ia mengajarkanku cara menggunakan tongkat yang baik beserta tips saat bertarung.

Aku sekarang menatap lawan di depanku. Tubuhnya lebih besar dari Dexter, tetapi tidak lebih besar dibandingkan rival Dennis yang aku lawan saat hari ke dua latihan. Dari wajahnya terlihat senyuman sinis, sepertinya ia merasa akan menang hari ini. Memang sih, aku tidak selalu menang dan ada beberapa kali kalah karena mencoba-coba teknik tanpa logika.

"Siap? Mulai!" seru Asha yang menjadi wasit di antara kami berdua.

Lelaki itu langsung berlari ke arahku. Aku juga ikut berlari mendekatinya. Saat sudah hampir dekat, aku langsung melompat ke samping dan memiringkan bahuku agar bisa mendarat dengan baik. Lelaki itu melihat ke kiri dan kanan bingung, mungkin karena aku tiba-tiba menghilang. Aku berlari mendekatinya dan ia berbalik, siap melawanku, terlihat dari tangannya yang terbuka lebar untuk mencengkramku.

Karena bingung akan melakukan apa, aku meluncur ke bawah melewati kedua kakinya yang terbuka lebar. Aku langsung berhenti dan berbalik melihatnya kebingungan dengan keberadaanku. Langsung saja aku mulai meletakkan sebelah lenganku di lehernya dan sebelahnya sebagai pengunci yang aku tekan.

"Aku menyerah! Aku menyerah! Uhuk!" serunya sambil mengangkat kedua tangan.

Aku melepaskan tanganku. "Padahal kalau kau tidak panik, bisa saja aku melepas tanganku dengan kekuatanmu. Bukankah tanganku lebih kecil di bandingkan milikmu?" tanyaku sambil menaikan kedua lenganku sebahu.

"Benar juga. Baiklah, terima kasih banyak atas masukannya," katanya dengan senyuman senang, ditambah ekornya yang bergoyang ceria.

"Terima kasih kembali. Dengan ini aku juga bisa melihat kekuranganku juga," kataku sambil tersenyum.

"Tidak mungkin kau ada kekurangan, Lan," kata Asha yang meletakkan tangan berototnya di sekitar bahuku.

"Ei, itu tak benar. Aku masih harus lebih cepat lagi, mengingat tadi rasanya aku menyia-nyiakan waktu begitu banyak," kataku sambil mengingat pertarungan barusan.

"Tetapi kau yang sekarang sudah lebih cepat dibandingkan yang pertama," kata Ryan, orang yang beberapa kali aku lawan sebelumnya.

"Itu benar Lan, kau sudah ada perkembangan!" kata Asha dengan senyuman lebar dan aku bisa merasakan ekor Asha bergoyang di belakangku, karena ia masih merangkulku.

"Terima kasih," kataku dengan senyuman. Kalau di ingat kembali aku tidak memerlukan waktu yang begitu lama untuk menguasai sesuatu yang seharusnya membutuhkan waktu yang sangat lama untuk di pelajari. Seperti kekuatan. Aku merasa memasuki dunia game yang kekuatannya bisa di tambah dengan cepat.

"Oke, ayo kita kembali, Lan. Aku akan mengantarmu," kata Asha yang melepaskan rangkulannya.

"Baiklah, kami pamit dulu," kataku pada yang ada di lapangan itu sambil tersenyum dan melambai kecil.

"Hati-hati," kata beberapa dari mereka dan sebagian lainnya melambaikan tangan mereka.

"Kau sudah dekat dengan mereka ya?" tanya Asha yang berjalan di sampingku.

"Itu benar, rasanya bahagia hanya dengan mengingat hal itu. Dulu'kan banyak yang tidak menerimaku, lama-lama mereka mulai menerimaku," kataku dengan senyuman.

"Walau pun masih ada yang tidak menerimamu," kata Asha pelan yang bisa aku dengar jelas karena di sekitar sini tidak ada suara lain.

"Apa?" tanyaku bingung.

"Bukan apa-apa! Ayo kita balapan!" seru Asha sambil mengambil ancang-ancang berlari.

Aku mengangguk lalu juga ikut mengambil ancang-ancang yang sama seperti Asha.

"Satu, dua, ti-GA!"

Aku dan Asha berlari bersebelahan. Pikiranku terus berkata untuk melakukan suatu hal yang baru. Mataku menatap adanya jalan lain yang bisa aku lewati. Aku langsung naik ke bagian rumah yang memang lebih tinggi dari pada tanah.

"Maaf, permisi lewat," kataku yang tak sengaja bertemu tatap pada wanita di dalam rumah.

"Jangan menghancurkan apa pun," katanya dari dalam.

"Siap!" seruku sambil menunjukkan jempolku walau sepertinya ia tak bisa melihat. Tatapan mataku bertemu dengan mata Asha yang menunjukan senyuman sinisnya. Aku membalasnya dengan cengiran jail.

Asha mengencangkan larinya dan aku melihat ke depan. Tanganku memegang pembatas sebagai pegangan dan melompati jarak ke rumah lainnya lalu kembali berlari. Karena di depan sudah tidak ada rumah yang bisa aku pijak dan aku melihat sebuah gerobak dengan karung yang berisi di dalamnya, aku melompat ke bawah. Kedua tangan aku arahkan ke bawah untuk menjadi pijakan sekaligus mendorong tubuhku agar melakukan roll depan dan kedua kakiku bisa kembali menapaki tanah.

"Rupanya sudah mulai atraksi ya?" tanya Asha dengan senyuman sinisnya.

"Tentu saja, siapa dulu dong gurunya?" tanyaku jail.

"Oh begitu ya? Tenang saja, aku tidak berpikiran untuk kalah," kata Asha semangat.

"Begitu pula denganku," balasku yang kembali berisiap. Ingin rasanya berada di depan Asha setelah selama ini selalu di belakang Asha.

Author POV

Di depan mereka terdapat sela kecil, yang terlalu kecil jika di lewati biasa, diantara dua papan tebal. Asha dan Lan saling bertatapan dengan ekspresi jail. Asha mulai mengambil ancang-ancang melompat dan melewati papan itu dari atas yang tidak tertutupi. Tangannya bergerak agar kedua kakinya bisa turun dengan baik.

Sedangkan Lan memilih untuk melewati sela tersebut. Lan memutar badannya hingga sebelah tangannya menapaki tanah, melewati sela itu dengan tubuh yang di miringkan, sekaligus melakukan handstand. Tubuhnya terus berputar hingga kakinya kembali menapaki tanah dan kembali berlari di sebelah Asha yang juga turun di dekatnya.

Di depan mereka ada seseorang yang sedang menarik gerobaknya, melihat dua orang sedang berlari mendekatinya, ia menutup mata ketakutan. Asha dan Lan semakin mengencangkan laju lari mereka. Asha langsung melompat sekuat tenaga saat hampir mendekati gerobak.

Lan langsung menundukkan badannya, sebelah kakinya di arahkan ke depan sementara satunya lagi di tekuk. Karena bagian bawah gerobak yang cukup luas, Lan bisa melewati bagian bahwa gerobak tanpa kesusahan. Mereka kembali berlari bersebelahan.

"Kenapa kau melewati sela terus?" tanya Asha.

"Kenapa Asha juga selalu lompat? Mau di balik?" tawar Lan dengan wajah polos.

"Setuju," kata Asha dengan senyuman jail sampai memperlihatkan deretan giginya.

Sebelum Lan menjawab, di depan mereka sudah ada tangga batu yang terdapat lorong pendek di bawahnya. Asha menatap Lan dengan tatapan bertanya mengenai rintangan mereka di depan. Lan mengangguk sebagai jawaban dari Asha.

Asha mempercepat larinya dan meluruskan salah satu kakinya, sementara sebelah kakinya di tekuk. Ia melewati lorong itu seperti Lan yang sebelumnya melewati bagian bawah gerobak. Sebelah kaki Lan berpijak pada batu yang sedikit lebih tinggi dari tanah, agar bisa meraih bagian tangga yang lebih tinggi dibandingkan tinggi tubuhnya.

Kedua tangan Lan sudah siap direntangkan ke atas untuk meraih ujung tangga. Setelah memegang ujung tangga, Lan mendorong tubuhnya ke tas dengan bantuan tangannya dan kakinya dengan sigap meraih ujung tangga.

Di bawah, Asha sudah kembali berlari sedangkan Lan memikirkan sesuatu yang lain. Kedua kaki Lan kembali melompat dengan kedua tangannya yang siap meraih salah satu ranting pohon di depannya. Lan setengah berdiri dan mulai kembali melompat ke ranting lainnya, di pikirannya ia sedang memperagakan aksi di film Narut*. Asha yang ada di bawahnya tertawa pelan melihat Lan di atas.

Merasa sudah cukup terkena angin dari pohon, Lan memilih untuk turun dengan melompat ke ranting yang lebih pendek dari pijakannya dan bergabung dengan Asha. Mereka masih melewati beberapa rintangan hingga sampai di depan rumah Ardeysm bersamaan. Di depan rumah, Ardeys sudah menunggu di depan pintu dengan wajah serius. Mau tidak mau, hal itu membuat Asha dan Lan memelankan kecepatan mereka.

"Ada Apa Ardeys?" tanya Lan diantara nafasnya yang tersengal-sengal.

Mata Ardeys menatap Asha yang ada di sebelah Lan. "Tidakkah kau ingin menjelaskan sesuatu?" tanya Ardeys yang masih memasang ekspresi yang sama.

Bukannya bertanya kembali, Asha menoleh ke arah lain. Hal itu membuat Lan bingung, ditambah Ardeys mendekati Asha. Tak sengaja Lan melihat ekor Asha yang melengkung ke dalam.

"Jangan pikir aku tidak tahu bahwa kau selalu melaporkan kegiatan Lan tiap harinya, " kata Ardeys tajam.

"Iya, aku memang melakukannya! Lalu kenapa?!" tanya Asha yang mengeryit. Lan juga mempertanyakan hal yang sama, karena menurutnya ia tidak melakukan hal yang salah selain membuat onar sedikit.

"Kau tidak mempercayai Lan?" tanya Ardeys.

"Tentu saja tidak! Aku sangat mempercayai Lan, mereka yang tidak percaya kepadanya!" seru Asha kesal.

Mata Ardeys melihat ke Lan, tak lama Asha ikut melihat Lan. Yang di tatapi menatap keduanya dengan wajah bingung yang polos. "Kenapa?" tanya Lan bingung.

Ardeys menghela nafasnya sambil memejamkan matanya. Asha langsung memutuskan kontak mata mereka, masih mengernyitkan dahinya. Detik berikutnya terdengar suara pintu yang di buka dari dalam dan terlihatlah Razor muncul di balik pintu.

"Sudah saatnya," kata Razor yang duduk di temparnya.

"Saatnya apa?" tanya Lan bingung.

"Kau sudah siap," kata Razor dengan suara ceria.

"Ya apa maksudnya Razor?!" tanya Lan kesal.

"Ayo, aku tunjukan ke suatu tempat," kata Razor yang berdiri dan mulai berjalan sebelum berhenti sejenak, menoleh ke belakang. "Kalau kalian mau ikut tidak masalah," kata Razor sebelum kembali melihat ke depan dan berjalan.

Lan menatap Ardeys yang saling bertemu tatap dengan Asha, sebelum akhirnya mereka mengikuti Razor dari belakang.

.
.
.
.
.
.

Saya rasa saya sudah gila. Rintangannya jadi gitu-gitu tok. Bahkan saya kesambet apa sampai ngasi rintangan seribet (menurut saya) itu. Biasanya kalo action saya langsung lompat gitu aja kok.

Auk ah.

Terima kasih sudah mampir~

-(12/11/2019)-





Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top