16. Kembali Latihan
Aku terkepar di rerumputan, sudah tak lagi peduli jika nanti baju yang sedang aku kenakan akan menjadi kotor. Aku bahkan masih tak percaya bisa melompati pagar melalui lubang di tengahnya. Memang tidak begitu sempit, tetapi dengan cepat meluruskan kaki dan tangan ke depan dan memasuki lubang itu dengan cepat?! Ditambah berlari di antara jembatan gantung. Rasanya aku sudah tidak tahu bagaimana caraku melewati itu semua.
"Lumayan untuk pemula sepertimu," kata Asha dengan nada bangga.
"Lumayan? LUMAYAN?!" seruku sembari melihat Asha yang berdiri di dekatku. "Bahkan rasanya aku tidak percaya sudah melewati hal-hal itu. Bagaimana caraku melewati itu? Bagaimana dengan lompatan yang saat itu? Jangan-jangan nanti aku sudah tidak tahu bagaimana caranya berjalan?!" katau histeris.
"Hahahaha! Sudahlah ayo kita ke latihan selanjutnya," ajak Asha yang mulai beranjak dari tempatnya. Aku menghela nafas lalu mulai bangkit dan mengikutinya dari belakang.
"Itu kau masih bisa berjalan."
Aku berbalik dan menemukan Razor mengikutiku dari belakang. "Sejak kapan?!"
"Sejak tadi."
"Dari tadi sudah ikut?!" seruku kaget.
"Itu benar," kata Razor yang terlihat seperti tersenyum senang.
"Aku sampai tak bisa berkata-kata," kataku lemas.
"Tidak perlu berkata-kata, aku di sini hanya menemanimu saja," kata Razor dengan ringan.
"Kalau begitu ayo kita mulai latihannya," kata Asha yang tiba-tiba merangkulku dan berjalan menuju ke salah satu bagian lapangan yang juga di pakai beberapa orang untuk berlatih. "Di sini juga tempatnya untuk beratih. Seperti yang mereka lakukan," terang Asha yang menunjuk beberapa orang yang sedang berduel.
Hal menarik yang aku lihat di sekelilingku adalah semuanya laki-laki. "Laki-laki semua?" tanyaku yang masih melihat sekelilingku.
"Oh itu benar. Di sini ada adat bahwa semua gadis melakukan hal-hal yang ada di rumah sedangkan laki-laki melakukan pekerjaan fisik. Seperti ini hanyalah sampingan mereka," jelas Asha dengan malas.
"Lalu, biar aku tebak. Kau yang menghancurkan adat itu?" tebakku.
Asha langsung tersenyum lebar. "Itu benar! Karena beberapa bulan lalu akulah yang menjadi juara di perlombaan adu kekuatan," bangga Asha dengan kedua tangan di pinggangnya lalu tertawa keras. Melihatnya begitu malah membuatku tersenyum.
"Kamu sangat hebat bisa mengalahkan pejantan di sini yang kelihatannya sangat kuat," kata Razor yang muncul di depan aku dan Asha.
"Ada yang lebih kuat dari pada yang di sini," bisik Asha yang mencondongkan tubuhnya ke Razor. Ia menegakkan tubuhnya kembali dan melihat langit. "Sebenarnya ini berkat ayahku juga. Dia menerimaku seperti apa pun juga dan melatihku dengan baik. Sampai akhirnya aku bisa menunjukkan kemenanganku sebelum ayahku menghembuskan nafas terakhirnya," kata Asha dengan mata yang sendu.
"Aku turut berduka cita." Aku memukul lengan Asha pelan. "Kalau begitu aku adalah murid pertamamu bukan? Ayo, aku sudah tidak sabar," kataku ceria.
"Oke. Pertama-tama coba kau lawan aku, agar aku bisa mengetahui sampai di mana kemampuanmu," kata Asha memutar tubuhnya menghadapku.
Aku mengangguk lalu memasang kuda-kuda karate yang pernah diajarkan guru SD.
"Gaya apa itu?" tanya Asha bingung.
"Gerakan sebelum menyerang yang pernah diajarkan guru padaku," kataku yang merasa bukan hal bagus memakai gaya ini.
"Kau punya guru?!" seru Asha kaget.
"Di tempat tinggalku mempunyai guru adalah hal yang wajar, bahkan satu guru mengajari banyak murid," jelasku yang mulai bingung dengan apa yang aku katakan. "Sudahlah, kita mulai saja. Bisa?"
"Baiklah, coba serang," kata Asha yang membuatku memasang wajah kagetku. "Asal serang saja tidak apa-apa," kata Asha yang tertawa pelan.
Aku menghembuskan nafasku pelan lalu mulai berpikir untuk menyerang seperti apa. Karena merasa tinju sudah terlalu biasa dan aku sudah pasti akan kalah, aku akan mencoba memakai kakiku. Oke aku punya rencana. Pertama aku melayangkan kaki kananku di bagian dekat siku Asha, tentu saja dia bisa menangkap kakiku dengan gampangnya. Bahkan sampai menaikan salah satu alisnya yang membuat seakan-akan berbicara "Segini aja?".
"Pegang yang kuat ya," kataku.
"Apa?"
Dengan sekuat tenaga aku mencoba melompat sembari mencondongkan tubuhku agar kaki kiri bisa sampai di kepala Asha. Sekejap aku melihat wajah kaget Asha dan aku mengulurkan tanganku untuk meraih tangan Asha. Kakiku meluncur sempurna tanpa adanya hambatan, artinya Asha menghindar. Jadi aku memanfaatkan tanganku yang sudah memegang sebelah tangan Asha yang menahan kakiku tadi, untuk menekan Asha ke bawah.
BRUK!
Aku... BERHASIL!!! Bahkan aku tidak menyangka aku bisa mendarat dengan baik, walau sepertinya lutut kanan sedikit terluka. Saat melihat ke bawah, aku dengan cepat berjalan beberapa langkah ke depan karena Asha ada di bawahku.
"Wah."
"Apa yang terjadi?"
"Kenapa Asha di bawah."
Mereka yang tadi berlatih mulai mendekat kemari. Aku melirik Asha yang masih melihat langit dengan wajah kaget.
"Um, Asha?" panggilku. Dia tidak terluka bukan? Apakah jatuhnya mengenai kepalanya...
"Itu tadi ... LUAR BIASA LAN!!" seru Asha yang tiba-tiba bangkit dan terlihat senang dengan ekornya berkibas cepat dan telinganya bergerak-gerak ceria. Aku hampir lupa mereka punya telinga dan ekor.
"Um, terima kasih? Kau tidak apa-apa?" tanyaku khawatir.
"SANGAT APA-APA!!! Dari mana kau tahu cara bertarung seperti itu?! Belajar dari mana?!" tanya Asha yang terus mengibaskan ekornya kencang.
"Dari ... hal-hal yang aku lihat?" kataku ragu. Tidak mungkin aku menyebutkan judul film, komik, dan anime yang pernah aku lihat.
"Sepertinya kaulah yang harusnya mengajariku jurus-jurus unik punyamu," kata Asha gembira.
"Terima kasih. Tetapi aku tidaklah secepat dan sekuatmu Asha. Jadi, bisa ajari aku kedua hal itu?"
"Bukankah kecepatan dan kelincahan sudah kita lakukan tadi?" tanya Asha dengan senyuman lebar.
"Kapan?" tanyaku bingung. Perasaan juga baru mulai.
"Perjalanan menuju ke sini."
Aku terdiam sejenak. "HAAAAAH?! JADI-JADI YANG TADI ITU....?!" Asha mengangguk yang membuatku menggeram kesal. "Ya sudahlah! Mari kita mulai pelatihan kita."
"Aku rasa kau sudah jago, Lan. Apa yang perlu aku ajari?" tanya Asha polos.
"Ajari apa yang diajarkan ayahmu padaku. Kau bisa hilangkan beberapa yang menurutmu aku tidak perlu pelajari lagi. Aku serahkan kepadamu, guru," kataku mengedipkan mataku dengan senyuman di wajah.
"Baiklah, tetapi kau duel lagi ya."
"Haa? Sama siapa?" tanyaku yang merasa bingung.
"Aku pilihkan untukmu," kata Asha yang tersenyum lebar.
Rasanya aku ingin membenturkan kepalaku. Kepalaku menunduk dan melihat tanah di bawahku. Kayaknya tanah di bawah keras tuh.
"Ini dia Lan." Aku mengangkat kepalaku dan melihat seseorang di depanku sangat berotot melambai kecil dengan senyuman malu di wajahnya.
"NGGAK MUNGKIN!!!" seruku keras. "Bahkan membuatnya bergerak pasti akan susah!"
"Kalau menurutku..."
"Bisa gantikan pada di bawahnya? Jangan memberiku tingkat tinggi," kataku yang memotong perkataan Asha dengan wajah bahagia.
Asha cemberut lalu berbalik mencari yang lain. Aku menghembuskan nafas. Setidaknya dia masih mau mendengarkan permintaanku. Tak lama Asha datang dengan seorang lelaki yang tubuhnya tidak terlihat berotot, mungkin ada tetapi tertutupi baju. Melihat hal itu aku menghembuskan nafas lega.
"Apa boleh aku yang menyerang duluan?" tanya lelaki itu.
"Hm? Boleh saja sih, tetapi aku masih pemula. Kalau bisa jangan terlalu keras," kataku pelan sembari menunduk.
Lelaki itu tertawa. "Baiklah."
Kami sama-sama mempersiapkan berdiri kami dan bertatapan. Lelaki itu mulai melayangkan kepalan tinjunya. Aku melindungi wajah dengan kedua lengan di depan wajah sekaligus mengambil langkah mundur. Ia kembali melayangkan sebelah tangannya yang lain dan aku terus melindungi wajah dengan langkah ke belakang.
"Tidakkah kau ingin maju?" tanya lelaki itu yang menghentikan aksinya.
Aku melihat ke atas sejenak. Oh aku punya ide. "Oke, kita coba," kataku dengan senyuman.
Lelaki itu mengangguk sebelum akhirnya kembali melayangkan kepalan tangannya. Aku mengambil langkah ke depan lalu menunduk dengan perkiraan waktu, menghindari serangannya. Karena aku terus melihat wajahnya, terlihat ekspresi kagetnya. Dengan posisi mendunduk aku melayangkan lutut kiriku mengenai pinggangnya cepat, sedangkan untuk jaga-jaga aku melindungi kepalaku dari tendangan dengan kedua lengan. Ternyata ia benar-benar menendangku dan di saat yang sama ia merasakan lututku membentur pingangnya.
Lelaki itu berjalan mundur sebelum akhirnya ia duduk di tanah dengan ringisan sambil memegang pingangnya.
"Maaf, apakah terlalu keras?" tanyaku khawatir.
"Tidak. Pertandingan yang bagus," katanya dengan wajah kesakitan.
"Baik, biarkan aku membantu sedikit," kataku mendekati lelaki itu lalu mengulurkan tanganku dan avra hijau kembali keluar dari telapak tanganku.
"Itu keren banget Lan! Kau yakin masih perlu di ajari?" tanya Asha yang mendekatiku.
"Masih lah. Dari tadi aku cuman berani menghindar saja. Setidaknya aku mau menjadi lebih kuat agar bisa menahan serangan dan lebih cepat agar gerakanku tidak di tebak," kataku sembari berdiri.
"Terima kasih," kata lelaki itu.
"Sama-sama."
Tiba-tiba Asha merangkulku. "Baiklah kita akan memulai latihan serius besok. Lagi pula aku akan di tahan Ardeys saat melihatmu terluka lebih dari itu," kata Asha yang melihat ke bawah.
Aku ikut melihat ke bawah dan sadar lulut kananku ada bekas berdarah. Bahkan baru kembali terasa sakit. "Oh iya, kau benar."
"Ayo kita balapan lagi ke rumah!"
"Eh?! Aku kira bakalan di kasih keringanan!! Tunggu ASHA!!" seruku melihat Asha yang sudah berlari dulu.
.
.
.
.
.
.
Yaaah... actionnya cukup banyak lah ya :v
Bahkan membuatku berhenti sejenak sebelum memikirkan kegiatan itu. Padahal selama ini saya selalu meyerah sama adegan aksi. Jangan-jangan saya punya bakat tersembunyi?!//slap//
Yach, untuk selanjutnya saya usahan lebih banyak lagi. Bahkan yang kebayang di pikiran saya bakalan ada adegan perang. Walau kasi challange buat diri sediri tetap aja di langgar sendiri wkwkwkwk.
Jangan lupa beri jejak ya~
-(19/07/2019)-
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top