14. Pasien Pertama
Ardeys yang memimpin di depan. Rasanya hampir sama seperti di ras elf, hanya saja entah mengapa aku merasakan perasaan yang sedikit menusuk.
"Yo Ardeys, kau mungut dari mana lagi?" tanya seseorang yang mungkin terlihat lebih tua dari pada Ardeys yang merangkul bahu Ardeys.
Mungut dikira hewan kali ya?
Tiba-tiba Koni berdiri di bahuku dan kepalanya atau lebih tepatnya hidung yang mengarah ke atas.
"Koni? Ada apa?" tanyaku bingung karena biasanya ia selalu tenang tidak seperti sekarang.
"Vu-vu-vupilla?!" seru teman Ardeys itu tetapi aku hiraukan.
Koni terhenti sejenak lalu turun dari bahuku menuju satu arah. Aku hanya melihatnya pergi, toh di sini aman-aman saja bukan? Seingatku Ardeys bilang ada beberapa keluarga besar Koni yang berada di sini.
"Kau tidak menyusulnya Lan?" tanya Ardeys yang membuatku melihat ke arahnya.
"Eh? Boleh nih?" tanyaku.
"Tentu saja," kata Ardeys yang tersenyum manis.
"Ok, aku akan mengikutinya dulu," kataku yang melihatnya lalu beranjak ke arah Koni menghilang.
Sebenarya tatapan tajam yang aku rasakan itu membuatku takut untuk berjalan. Walaupun gitu karena sudah di berikan izin dan penasaran, rasanya tatapan tajam itu sudah tidak terasa. Tak lama terlihatlah sebuah lapangan yang diberikan beberapa rumah kecil dengan pintu yang lebar. Aku berhenti sedikit jauh, takut menakuti mereka yang mirip seperti Koni dengan berbagai warna.
Mulutku tersenyum melihat Koni yang di sambut dengan baik. Melihat mereka saling menggosokkan kepala mereka terlihat sangat menggemaskan.
"Aku pengen nyempil ke sana," bisikku gemas.
"Kau ini mesum sama hewan juga ya," kata Keya ketus yang tiba-tiba di sampingku.
"Habisnya mereka menggemaskan," aku menahan jeritanku.
Tak lama ada yang keluar dari salah satu rumah yang ada di tengah. Vupilla yang lainnya memberi jalan untuknya yang berjalan terpatah-patah. Sampai ia berada di depan Koni dan terlihatlah sebelah kakinya yang menunjukkan luka yang besar.
Aku mengerutkan kedua alisku, merasa kasihan kepadanya. Vupilla besar itu dengan perlahan menjilat kepala Koni. Walaupun begitu aku masih merasakan iba dan kedua alisku masih berkerut.
"Kakinya di gigit oleh vupilla gila," bisik Ardeys yang sebelumnya sempat aku dengar langkah kakinya.
"Tetapi, tidakkah kalian berusaha melakukan sesuatu?" tanyaku sedih melihat ke arah Ardeys.
Ardeys menggeleng. "Ada beberapa dokter yang melihat keadaannya dan mereka tidak yakin apakah mereka sanggup."
"Lalu membiarkan kakinya seperti itu?! Kakinya itu sudah hampir membusuk!" seruku yang masih aku tahan. Aku menggelengkan kepalaku dan langsung berjalan mendekati mereka.
Dapat terdengar dengan jelas namaku di panggil, bahkan oleh suara yang tidak aku kenal sekali pun. Aku tahu dengan pasti bahwa para vupilla ini akan ketakutan melihatku dan hanya Koni yang berdiam di tempatnya tetapi ternyata vupilla besar ini juga tetap di tempatnya.
Koni menyingkir dari tempatnya, seakan-akan membiarkan aku untuk menepaki tempatnya berdiri. Tentu saja aku tidak akan menyia-nyiakan hal itu. Aku berhenti di tempat tadi Koni diam lalu menundukkan diriku dan mengulurkan tanganku di depan vupilla besar.
"Boleh kah?" tanyaku pelan.
Vupilla besar itu mengulurkan kakinya yang luka dengan perlahan. Aku menggigit bibir bawahku saat melihat tulangnya yang sudah mulai tampak dan dagingnya yang mulai terlihat rusak. Yang pertama dalam pikiranku bahwa ini akan sedikit sakit.
"Ardeys," panggilku yang membuat kepala Ardeys muncul. "Kemari dan bantu aku."
Ardeys tanpa bertanya langsung berjalan mendekatiku. Sembari menunggunya, sebelah tanganku merogoh tas kecilku sembari memikirkan apa yang aku perlukan. Setelah Ardeys mengambil posisi duduk di sebelahku dengan pelan, semua yang aku perlu sudah aku keluarkan.
"Ardeys kau pegang kakinya," pintaku kepada Ardeys yang langsung di lakukan olehnya. "Ini akan terasa sakit, jadi kau boleh mengigit tanganku," kataku sambil mengulurkan tangan kiriku di depan mulut vupilla.
"Apa?!" Wah, aku melihat vupilla di sampingku kaget. "Lan! Apa kau bercanda?!" tanya Ardeys yang menatapku kaget.
"Memangnya vupilla mempunyai racun?" tanyaku dengan wajah malas.
"Tidak tetapi tetap saja!" seru Ardeys dengan ekspresi panik.
Aku menghela nafas malas melalui hidungku. Sebelah tanganku kembali masuk ke dalam tas dan menarik kain kecil dari dalamnya. Aku melilitkan kain kecil itu di tangan kiriku yang kemungkinan tempat yang akan digigit.
"Ini akan lebih aman, kau bisa mengingitnya," kataku sambil mengulurkan kembali tangan kiriku. Tetapi vupilla di sampingku ini terlihat segan. "Ini hanya berjaga-jaga. Lagi pula tidak baik bukan kalau gigi-gigimu menancap di gusi dan membuatmu tidak bisa makan?" godaku.
Setelah anggukan dari vupilla besar ini aku mulai melakukan aksiku. Pertama-tama aku mengambil cairan yang fungsinya untuk mencegah infeksi.
"Ardeys, pegang kain itu," kataku sambil menunjuk kain bersih yang sama sekali belum pernah aku pakai.
Ardeys langsung mengambilnya tanpa bertanya. Aku menuangkan cairan di atas kain itu sedikit. Setelah menutup botolnya aku mengambil kain itu dan membersihkan luka itu perlahan.
Vupilla besar itu langsung menggigit tangan kiriku yang sudah aku lapisi kain. Aku menekan kedua sisi gigiku karena sakit yang tidak aku perkirakan.
"Lan," panggil Ardeys dengan wajah khawatir.
Aku tertawa pelan, sepertinya ekspresiku yang tadi tak bisa di tutupi. "Tidak apa," kataku yang kembali melihat luka pasienku.
Sebenarnya aku bingung apa yang harus aku lakukan setelah ini. Karena seingatku aku belum sampai diajarkan mengenai penanganan luka yang sudah mengering. Jadi aku mengambil botol gel yang sudah aku siapkan sebelumnya. Ini berfungsi agar semua sihir--ya, anggap saja begitu--lebih berfokus pada tempat yang terolesi gel.
Vupilla besar ini kembali mengigitku. Aku hanya bisa bertahan karena fokusku harus pada luka.
"Tenanglah, sebentar lagi. Tolong tahan sebentar lagi," kata Ardeys. Untung saja pilihanku untuk meminta tolong pada Ardeys benar.
Gigitan di tangan kiriku lebih melonggar tetapi aku bisa merasakan bahwa ia bergetar. Sepertinya sangat-sangat sakit. Aku menarik nafasku, mencoba menenangkan diri untuk fokus.
Entah dari mana, di pikiranku langsung tau apa yang akan aku ucapkan sekarang. Kedua mataku terpejam tetapi aku bisa merasakan avra yang lembut, hijau, khas milik ras elf. Aku tidak tau apa yang aku ucapkan tetapi yang aku tahu, aku ingin vupilla besar ini sembuh dari lukanya. Lalu kakinya bisa di pakai seperti biasa, sebelum ia terluka.
Rasanya samar-samar cahaya berwarna hijau menembus kelopak mataku. Setelah cahaya itu menghilang, aku membuka mataku dan melihat kaki pasienku telah sembuh, ditambah total, tanpa terlihat pernah terluka sebelumnya. Tanpa aku sadari ternyata gigitannya di tangan kiriku sudah terlepas. Ia langsung menginjak-injakkan tanah dengan kakinya yang sebelumnya terluka.
Para vupilla lainnya mulai keluar dari tempat pertembunyian mereka dan menghampiri yang besar. Aku tersenyum sembari memasukkan kembali semua barang ke dalam tasku.
"Hebat, itu tadi hebat sekali Lan," kata Ardeys dengan wajah kagum.
Aku mengangguk dengan perasaan lelah. "Karena itu aku bisa menyorakkan sesuatu."
"Apa itu?" tanya Ardeys bingung.
"SELESAI!!" seruku sambil merentangkan kedua tanganku ke atas lalu membiarkan diriku terjatuh ke belakang.
Aku menatap langit biru dan kepala Ardeys muncul, melihatku dengan senyuman pasrahnya. Tak lama Koni ikut bergantian memunculkan kepalanya tetapi ia berada di atasku. Ia menjilat wajahku dengan lidah kecilnya yang membuatku geli.
"Koni, itu geli," kataku sambil tertawa.
Tak lama vupilla lainnya ikut mengerubungiku dan menjilatku. Hal itu membuatku tak bisa berkutik, apalagi ukurannya yang kecil yang membuatku tak bisa menggeser mereka. Tiba-tiba tanganku di tarik dan ternyata oleh Ardeys yang masih setia dengan senyumannya.
"Terima kasih."
"Hm?" Aku melihat ke arah datangnya suara.
"Aku tidak menyangka bahwa aku masih bisa berjalan. Semua ini karena bantuanmu. Sekali lagi, terima kasih." Aku melongo melihat vupilla besar itu menunduk.
"Vu-vu-VUPILANYA BERBICARA!!!" seruku tak percaya sambil menunjuk vupilla besar itu.
.
.
.
.
.
.
Sadar tidak? Saya banyak sekali menggunakan huruf "V"
Avra
Valna
Vupilla
Bahkan sampai bikin saya bingung dan kaget. Padahal "avra" itu arti sebuah kata. Kalo "valna" ambil nama random sih. Sedangkan "vupilla" gabungan, tp lupa dari apa aja. Saya memang menyukai huruf "V" sih....
Kayaknya saya bakalan rajin up ni cerita :v
Berikan jejak kalian, maka itu bisa menjadi semangat saya dalam melanjutkan cerita. Terima kasih sudah mampir~
-(01/06/2019)-
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top