02. ELF!!!

TYPO EVERYWHERE!!

Enjoy~~

.........

Setelah itu ia mengajakku masuk ke hutan lebih dalam lagi, bahkan melewati tempat pertamaku tiba. Eras berjalan terlebih dahulu di depan, sedangkan aku terus melihat ke kiri dan kanan. Hewan-hewan yang saling bersembunyi di balik pohon dapat terliat jelas. Rasanya mengerikan juga mengingat ukuran mereka yang luar biasa itu.

"Em... Eras," panggilku yang berjalan lebih mendekatinya.

"Hm?"

"Sebenarnya... apakah para binatang itu berukuran raksasa?" tanyaku sambil melihat sekeliling.

"Tidak, hanya beberapa. Sebenarnya dulu beberapa dari mereka tidak sampai setengah dari tubuh manusia."

"Ha? Trus kok bisa kayak gitu?!" tanyaku semakin penasaran.

"Ada beberapa penyihir yang datang dan entah menyebarkan apa di hutan ini sehingga mereka tumbuh lebih besar dibandingkan manusia," kata Eras yang masih melihat ke depan.

Aku mengangguk-angguk untuk meresponi perkataannya. Yang ada di dalam pikiranku adalah penyihir dengan topi tajam mereka sedang menaiki sapu terbang dan menyebarkan sesuatu. Entah mengapa yang aku bayangkan ada gadis-gadis muda. Apa separah ini aku sudah tercemar anime?

"Tetapi aneh.."

"Hm? Apanya?" tanyaku. Apakah soal hutan ini? Hewan ini? Sesuatu di sekitar?

"Kau bilang sebelumnya bahwa kau tidak sedang kehilangan memorimu, tetapi mengapa kau bisa tersesat?" tanya Eras sambil melihatku bingung, walaupun kakinya masih melangkah ke depan.

"O-oh... itu..." Salak, harusnya tadi aku bilang kehilangan memori apa ya? Tapi aku suka nyeplos mengenai memori masa lalu. Mana bisa aku bilang kehilangan ingatan?

"Itu?"

"Se-sebenarnya aku lupa apa yang aku lakukan sebelumnya. Tau-tau aku sudah sampai di hutan aja." Luar biasa bukan? Sama sekali tidak bohong loh. Sedikit sih.

"Lalu, dimana kau tinggal sebelumnya?" tanya Eras lagi.

"Aku tidak bisa memastikan dimana tepatnya aku tinggal. Tapi yang bisa aku katakan bahwa tempat itu jauh dari sini," kataku degan santai. Tentu saja, ini sama sekali bukanlah sebuah kebohongan. Dunia lain adalah jarak yang sangat jauh melampaui pikiran orang.

"Begitu ya... sebenarnya aku juga mirip sepertimu."

"EH?! BENARKAH?!" DARI DUNIA LAIN?! SUER NIH?!

Eras mengangguk. "Bedanya, aku tidak mempunyai memori mengenai tempat tinggal ataupun masa laluku. Yang aku tau tiba-tiba saja aku terdampar di sini."

"Begitukah..." Semua kegembiraanku lenyap begitu saja.

"Kau akan tau sebentar lagi," katanya sambil tersenyum.

Yah walaupun begitu, mau dia bohong atau tidak tetap saja dia yang menolongku. Bahkan sampai mengantarku ke tempat dimana aku bisa beristirahat.

"Sudah sampai," kata Eras lalu mengulurkan tangannya.

Aku melihatnya bingung tetapi pada akhirnya aku tetap menerima uluran tangannya. Tiba-tiba ia langsung menarikku dan terlihat sesuatu seperti pelindung(?) yang baru saja aku lewati. Saat kembali membuka mata aku bisa melihat desa yang dibuat dari daun.

Bahkan mataku masih tidak percaya bahwa atap yang di gunakan masih berwarna hijau dengan dinding berwarna putih. Bagaimana coba cara mereka melakukan hal itu?! Yang lazim adalah atap berwarna kuning ke coklatan dan dinding yang berwarna coklat, khas kayu kering.

Hal lain yang menakjubkan adalah... "Elf!" kataku pelan. Ini luar biasa!!!

"Oh kau tau?" tanya Eras.

"Eh, iya. Aku mengetahuinya dari buku." Buku cerita maksudnya.

"Ayo, aku kenalkan pada seseorang," kata Eras yang kembali menarik tanganku.

Oh iya, tangannya masih nempel. Nggak apa deh, sekali-kali di gandeng sama cowok. Aku aja di gandeng sama bapak sendiri udah hampir tidak pernah.

"Oh Eras, selamat datang kembali," kata salah satu Elf berambut biru yang sangat cantik apalagi senyumannya yang manis.

"Yo, Agnes," kata Eras sekilas sambil mengangkat sebelah tangannya yang kosong.

Hooo, namanya Agnes. Pasaran banget ya. Jadi penasaran ada berapa orang yang namanya Agnes di sini?

"Kau ingin ke mana?" tanya Agnes lagi.

"Ke ketua, menunjukkan orang yang kehilangan arah ini," kata Eras yang menggerakan kepala ke arahku.

"Hei! Memangnya aku anak ayam yang kehilangan induk?!" protesku.

"Mirip bukan?" tanya Eras sambil tersenyum lebar.

Kesal sih, tapi iya. Mirip banget. Seperti anak ayam yang tiba-tiba kelempar ke dunia lain tanpa ada seseorang yang memelihara.

"Kami pergi dulu," kata Eras lalu kembali menarikku.

"Ba-baiklah..."

Aku memang harus berterima kasih sama orang satu ini. Saat aku melihat ke belakang, Agnes melihat ke arah sini dengan sedih. Eh, belom ada apa-apa udah ada drama nih?? Drama cinta.

Tak lama sampailah di rumah yang kelihatannya lebih besar dibandingkan yang lainnya. Setiap rumah mempunyai bentuk dan posisi yang berbeda-beda. Jadi bingung mengatakan ini rumah besar apa kecil.

Eras mengetuk pintu. "Ketua," panggilnya.

"Masuklah," kata seseorang yang ada di dalam. Dari suara sih kelihatannya sudah cukup tua, tetapi suara sering mempermainkan umur maupun gender bukan?

Eras langsung saja membuka pintu tanpa beban. Rasanya sih hubungan sang ketua dengan orang-orang, atau cuman Eras ini bisa di katakan sangat baik. Aku saja kalau mau ke ruang kepala sekolah bisa meriang luar biasa.

Di dalam ruangan cukup redup karena jendela ditutupi tirai hijau yang menyisakan sedikit bagian jendela. Seorang lelaki dengan rambut putih dan kulit keriputnya tersenyum lembut. Seakan-akan aura kasih sayangnya memancar hanya dengan senyumannya.

Huft. Santai. Sabar. Siaga. Oke siap.

"Eras, siapa gadis ini?" tanya kakek itu, yang kemungkinan besar adalah ketua.

"Dia ini—"

"Pacarmu ya?" potong kakek itu yang membuatku hampir tersedak dengan ludahku sendiri.

"Kenapa ketua berbicara seperti itu?!" tanya Eras dengan wajahnya yang memerah nan imut.

"Kalian bergandengan." Tangan kakek itu menunjuk tanganku dan tangan Eras yang masih bergandengan. Dengan cepat Eras melepaskan gandengan kami dalam satu sentakan.

"Loh kenapa? Mau lebih lama juga nggak apa kok," kataku yang memasang wajah polos.

"Memangnya apa yang orang pikirkan kalau (gandengan) lebih lama lagi?!" tanya Eras kesal.

"Aku tidak peduli apa kata orang tuh." Maunya, tetapi aku terlalu memikirkan kata orang. "Lagi pula aku sudah lama sekali tidak memegang tangan lelaki yang lebar nan hangat itu~"

"Mesum," ucapnya pelan tapi dapat terdengar olehku karena jarak kami yang tidak begitu jauh.

"Apa mesum?! Aku itu cuman butuh perlindungan, oh, atau lebih tepatnya mencoba menjadi pura-pura lemah. Sekali-kali mencoba apa yang dilakukan wanita yang suka sok cantik itu," kataku jail dengan wajah bangga.

"Kau itu mana ada cantiknya?" tanya Eras dengan wajah jijik.

"Terima kasih, tapi aku sudah sadar kok," kataku sambil tersenyum lebar.

"Apa?! Kau sudah gila ya!?"

"Eras, sopanlah sedikit pada yang lebih tua daripada dirimu," kata kakek itu dengan wajah datar.

"Dia?! Lebih tua?!" tanya Eras sambil menunjukku.

Aku menghempaskan tangannya di depanku. "Dari pada penasaran beritahu dulu umurmu, lalu baru aku beritahu umurku."

"Apa?! Itu tidak adil, kau yang bertanya dulu!" kata Eras kesal.

"Ya sudah katakan bersamaan aja. Setuju?" tanyaku pasrah.

"Oke."

"Satu, dua, tiga!!"

"Tujuh belas!" seru Eras dengan percaya diri.

"Hoooh, beneran lebih muda," kataku sedikit kaget.

"Kau curang! Katanya mengatakan bersamaan!!" seru Eras kesal sambil menunjukku.

Aku menunjukkan senyumku sambil tertawa dalam hati. "Iya, iya. Umurku baru sembilan belas, tahun ini."

"Ti-tidak mungkin sembilan belas tahun," katanya dengan terkejut.

"Iya, makasih. Aku tahu kok sikapku sama sekali nggak dewasa. Tapi aku menikmatinya hehehe."

Eras masih saja menatapku tidak percaya. Rasanya aku ingin mencubit kedua pipinya karena dia itu imut sekali. Tapi nanti saja deh, kalau memang lebih dekat lagi dengannya.

"Eras, tolong tinggalkan kami sebentar."

"Ketua, anda yakin?" tanya Eras yang dibalas anggukan oleh kakek itu. "Baiklah, aku pergi dulu," katanya lalu berjalan menuju pintu keluar.

"Jadi, kau tidak ingin mengakui sesuatu?"

Mataku membelalak ke arah si kakek ketua. Senyumannya masih senyuman yang sama tetapi entah mengapa aku merasakan sesuatu yang tidak enak darinya. Mengapa dia malah bertanya seperti itu?

.

.

.

-(17/02/2019)-

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top