Part 2
Lamunan Shelby terpecah saat terdengar suara pintu yang terbuka. Dia menoleh kebelakang dan melihat seorang laki-laki keluar dari ruangan kecil di balik meja penerima tamu yang dilaluinya tadi. Pria itu membetulkan kacamatanya dan tersenyum saat pandangannya terarah pada Andrea.
"Oh, Coral, apa yang membawamu kesini? siapa temanmu ini?" tanya laki-laki itu sembari duduk di bangku tua di belakang meja tersebut.
'Coral? bukankah dia tadi memperkenalkan dirinya sebagai Andrea?' pikir Shelby.
"Oh diam, Stone." Andrea melihat ke arah Shelby, "Ini June, dia pemilik penginapan ini," jelasnya singkat.
"Kau masih punya kamar kosong, bukan? Shelby butuh tempat untuk bermalam." June melemparkan senyuman hangat ke arah Shelby.
"Oh ... tentu saja." June membuka buku besar di depannya lalu kembali melihat kearah Shelby, "aku perlu data-datamu."
Shelby sedikit bingung, tapi dia segera mengeluarkan kartu tanda pengenalnya dan memberikannya kepada June, laki-laki itu mulai mencatat datanya pada buku tersebut. Dia beranjak untuk mengambil sebuah kunci dan melihat kearah Shelby.
"Kamarmu ada di lantai dua, ayo, aku akan mengantarmu kesana."
"Hei Shelby, aku harus pergi sekarang, kau tidak keberatan kalau aku tinggal bukan?" Shelby menoleh kearah Andrea dan tersenyum.
"Oh ... tentu, terimakasih atas semuanya."
"Tidak masalah, baiklah, aku pergi dulu," ucap Andrea sebelum berlalu.
Shelby mengambil tas bermalamnya dan mengikuti June ke atas, hampir seluruh dinding penginapan ini dihiasi dengan lukisan. Shelby meremas tali tas yang dibawanya erat-erat. Entah kenapa tempat ini membawa perasaannya tidak enak padanya.
"Kelihatannya kau sangat menyukai seni?" tanyanya, sekedar untuk memecah suasana kaku yang menyelimuti mereka.
"Oh ... maksudmu lukisan-lukisan ini?" Dia menunjuk sekelilingnya, Shelby hanya mengangguk, "ketika kau tidak punya banyak teman, kau cenderung memiliki banyak waktu." June tersenyum, "aku suka mengisi waktuku dengan melukis." Lanjutnya.
"Oh, kau seorang seniman? lukisan-lukisan ini sangat bagus, apa kau tidak berpikir untuk menampilkannya ke pemeran-pemeran?"
"Pffttt ...." June hanya tertawa sembari menggelengkan kepala. "Ini dia kamarmu." ucap June, membuka pintu bertuliskan angka 11 di depannya. Shelby yang baru saja hendak bicara segera menutup mulutnya dan tersenyum lega.
"Terimakasih."
"Tidak masalah, baiklah, aku akan meninggalkanmu agar kau bisa beristirahat, kalau kau membutuhkan apa-apa aku ada dibawah, bunyikan saja bel nya." Dia menyerahkan kunci tersebut pada Shelby.
"Baiklah." Shelby tak membuang waktu dan langsung memasuki kamar dan segera menguncinya.
Kamar ini didesain minimalis, sebagaimana ruangan lainnya pada penginapan ini. Di dalamnya terdapat sebuah tempat tidur single yang sudah di tata rapi dengan bedcover berwarna moca. Tak jauh dari situ terdapat sebuah meja kecil dan sebuah lemari kayu tua berwarna coklat.
Shelby menyadari sebuah jendela kaca di sebelah kiri tempat tidurnya, jendela itu ditutupi sebuah gorden tipis. Dia mendekati jendela tersebut, yang mengarah langsung ke sisi luar penginapan.
Jam tangannya menunjukkan pukul 9.17 malam, tapi aneh, keadaan diluar sudah sangat sepi, hampir tidak terlihat kehidupan di luar sana.
Dia mengecas handphone-nya, sebelum memutuskan untuk tidur. Baru saja hendak merebahkan badannya, Shelby tiba-tiba melonjak kaget.
"Yang benar saja, dia bahkan meletakkan lukisan di dalam kamar." Shelby memutar bola matanya.
Dia melihat lukisan yang menghadap tepat padanya itu. Lukisan itu menggambarkan seorang wanita muda, entah kenapa, wanita itu terlihat begitu familiar, tapi Shelby sudah terlalu lelah untuk memikirkan sesuatu yang tidak penting.
---
Suara decitan kaca membangunkan Shelby dari tidurnya, dia melihat sekelilingnya untuk mencari sumber suara tersebut.
Suara itu terdengar lagi, Shelby mengernyitkan matanya karena merasa terganggu dengan suara nyaring tersebut. Seakan seorang sengaja menggoreskan sesuatu yang tajam ke atas kaca dan menyebabkan suara yang begitu menusuk telinga.
Shelby melihat kearah jendela sedikit takut, suara itu jelas berasal dari sana. Tapi siapa yang begitu bodoh untuk memanjat ke lantai dua pada jam 12.25 tengah malam?
Dia bangun dan mendekati jendela itu perlahan, tangannya meraih gorden dan menyingkapkan kain tipis tersebut dengan cepat, tidak ada apa-apa diluar.
Merasa konyol, Shelby memutuskan untuk melanjutkan tidurnya yang sempat tertunda. Langkahnya terhenti saat suara itu kembali terdengar, kali ini diiringi suara tarikan napas.
Meraih kuncinya yang tergeletak diatas meja, Shelby segera menghambur keluar kamar terkutuk itu dan berlari menuruni anak tangga. Dia menuju meja penerima tamu dan menekan belnya berulang-ulang, tak peduli jika dia mungkin mengganggu June yang sedang tidur.
Shelby baru menghentikan serangannya pada benda kecil tak berdosa itu, saat pintu ruangan didepannya terbuka. June keluar dengan rambut berantakan dan mata yang masih setengah tertutup.
"Hei, Nona," sapa June sambil menguap, "apa ada masalah?" Dia berusaha memfokuskan matanya pada Shelby, walaupun terlihat jelas kalau dia sedang melawan rasa kantuk yang luar biasa.
Shelby merasa sedikit kasihan, tapi dia menelan rasa bersalahnya itu.
"Uh ... ada seseorang diluar kamarku," ucapnya sedikit terbata-bata. Nafasnya sedikit tak beraturan karena rasa takutnya.
"Apakah ini sebuah lelucon?" June terkekeh. "Siapa yang bisa naik keatas sana ditengah malam seperti ini? Apakah kau tau suhu diluar sana? seorang bisa membeku hingga mati jika nekat berada diluar." Dia tertawa kecil, membuat rasa takut Shelby berubah menjadi amarah.
"Aku bicara yang sebenarnya, dia diluar jendela kamarku!" Balas Shelby, sedikit mengeraskan suaranya.
Apa orang ini benar-benar berfikir kalau dia bercanda? apa dia tidak lihat keadaan Shelby saat ini? apa ini terlihat bercanda baginya?
"Baiklah, ayo kita lihat." June berjalan bersama Shelby menuju kamarnya. Sesampainya di sana, dia memeriksa semua sudut ruangan, termasuk keluar jendela.
Udara dingin menyerebak masuk kedalam kamar saat June membuka jendela tersebut, Shelby merapatkan pakaiannya untuk mencari kehangatan.
"Lihat bukan? tidak ada siapapun disini." ucapnya sembari mengunci kembali jendela itu.
"Ta ... tapi, aku yakin sekali, aku mendengar sua-" ucapannya terpotong saat suara decitan kaca kembali terdengar. June menoleh kearah jendela itu kemudian tertawa.
Shelby mendekatinya, ingin tau apa yang menurutnya lucu.
"Ternyata ini masalahnya," June terkekeh, dia menunjuk sebuah ranting pohon didekat jendela kamar Shelby. Terpaan angin membuatnya melambai-lambai dan menggerus jendela tersebut, sehingga menyebabkan suara decitan nyaring.
Shelby seolah bisa merasakan aliran darahnya naik ke wajahnya, dia hanya bisa membayangkan betapa merah wajahnya saat ini. Merasa begitu bodoh karena ketakutan yang tak beralasan.
"Oh Tuhan, aku tidak percaya ini," dia mengerang, "aku benar-benar minta maaf."
"Hahaha ... tidak apa-apa, aku akan kembali ke kamarku, sebaiknya kau istirahat, Nona."
Shelby melihat June keluar dan menutup pintu dibelakangnya. Namun hatinya masih belum begitu tenang, suara decitan itu mungkin bisa dijelaskan, tapi kenyataan kalau dia mendengar suara seorang bernapas diluar jendela masih membuat Shelby merasa terancam.
Mengubur dirinya dibawah selimut tebal diatas tempat tidur, Shelby hanya bisa berharap pagi bisa datang lebih cepat.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top