Part 1
"Tak bisa dipercaya," umpat Shelby kesal.
Dia meraih ponsel dan menekan beberapa tombol sebelum mendekatkannya ke telinga. Ponselnya berdering beberapa kali sebelum seorang menjawab.
"Shelby, lo dimana sih?" bentak Jamie tepat setelah bunyi klik, sontak membuat mood Shelby yang terlanjur kacau kian memburuk.
"Itu juga yang gua pingin tau," gumamnya, jengkel dengan sikap Jamie yang malah memarahinya.
Ini bukan salahnya kalau semua jalan yang dilewati macet sehingga Shelby harus melalui jalan alternatif, dan untuk melengkapi semua itu, dia malah tersesat di tempat yang hanya Tuhan yang tau.
"Gimana gimana? please deh, Shel. Jangan bilang kalo lo nyasar!" Jamie mendengus kesal.
"wow ... lo temen yang luar biasa," ucap Shelby dengan nada datar sebelum kemudian mematikan ponsel yang selanjutnya dia lempar ke kursi penumpang tanpa peduli.
Dia melihat-lihat sekitar sambil terus menyetir perlahan, berharap ada sesuatu yang bisa dijadikan sebagai petunjuk untuk memudahkan mengetahui keberadaannya, tapi keberuntungan tampaknya tidak berada di pihaknya.
'apa gua tadi salah belok kali ya?' pikirnya.
Ponselnya mulai berdering, Shelby hanya melihat gedged tersebut dengan perasaan kesal, dia tau persis siapa yang menelpon dan Shelby masih terlalu jengkel dengan Jamie. Namun di sisi lain, Shelby juga tidak dapat menyangkal kalau saat ini dia membutuhkan semua pertolongan yang bisa didapat, karena itu Shelby hanya menelan amarahnya dan menekan tobol hijau.
"Kalau lo cuma mau ngomel-ngomel ga jelas dan bikin gua makin stress mending lo langsung tutup," cecarnya sebelum Jamie sempat berkata-kata.
"Ga, Shelby, denger ... gua minta maaf. Gua tu cuma khawatir, gini, anak-anak lagi pada nyusulin lo, sekarang lo bi--" terdengar suara statik sebelum sambungan terputus.
Tidak Ada Koneksi
"Bagus ... bagus banget!" dilemparkannya benda tak berguna itu dengan kesal, Shelby bisa mendengar suara crack, tapi dia tidak terlalu peduli.
Shelby terus saja memacu kendaraannya sambil sesekali melihat keluar, kalau-kalau ada seseorang yang bisa ditanyai namun semakin jauh dia melaju, semakin yakin dirinya kalau tempat ini seolah tak berpenghuni.
"sial!" gumamnya.
Setelah sekitar 15 menit menyetir tak tentu arah, akhirnya mata Shelby menangkap sebuah rumah sederhana tak terlalu jauh darinya, lampu-lampu di rumah tersebut terlihat masih menyala, jadi Shelby hanya bisa berharap kalau ada penghuni masih bangun.
Shelby memelankan laju kendaraannya sebelum akhirnya berhenti tepat di depan rumah tersebut. Dia mengambil selembar kertas lusuh dari atas dashbord dimana tertulis alamat keluarga Daniel.
Sedikit ragu-ragu, namun akhirnya dia memberanikan diri untuk mengetuk pintu kayu tersebut. Serpihan dari cat yang mengelupas mengotori tangan putihnya, namun Shelby tak menghiraukan itu.
Terdengar suara langkah kaki berat dari dalam yang kemudian di ikuti suara 'click' sebelum pintunya terbuka, menampakkan seorang pria tua sekitar 60 tahun-an. Pria itu menatap Shelby bingung, alisnya mengerut seakan sedang berfikir.
"Apa aku mengenalmu, Nona?" tanyanya lembut, suaranya terdengar parau dan kasar namun di saat bersamaan, juga menawarkan kehangatan.
"Eh ... oh ... gak, maaf sudah mengganggu, tapi ... saya membutuhkan bantuan, saya perlu ke alamat ini namun dari tadi saya tersesat," ucapnya terbata-bata, sembari menjulurkan kertas di tangannya.
Pria itu terkekeh, dia lalu menggeleng pelan.
"Maaf nona, tapi pria tua ini tidak bisa membaca," jelasnya sedikit menyesal, "tapi, kau ikuti saja jalan ini," lanjutnya sambil menunjukkan satu arah, "dan kau akan mencapai kota dalam waktu 30 menit."
Shelby sangat lega mendengar itu, senyumnya merekah.
"Terima kasih banyak, Pak." ucapnya sebelum kemudian dia berlari menuju mobil untuk meneruskan perjalanan.
Dan benar saja, dia mulai melihat lampu-lampu kota tak lama kemudian.
Saat mulai mendekati kota, Shelby mulai menyadari sesuatu yang aneh, sekuat apapun dia berusaha, Shelby sama sekali tidak dapat mengenali tempat ini. Shelby terus menelusuri tempat asing itu berharap dia bisa segera menemukan suatu petunjuk yang membawanya ke tujuan.
Sebuah tanah lapang terlihat di mana anak-anak terlihat asik bermain, tak jauh dari mereka, tampak beberapa orang dewasa yang terlihat mengawasi mereka. Shelby menghentikan kendaraannya di pinggir jalan dan segera menghampiri mereka.
Salah seorang anak melihat Shelby dan berhenti berlari, menyebabkan anak-anak yang lain mengikuti arah pandangannya. Mereka semua menunjukkan ekspresi terkejut saat melihat Shelby dan segera berlari ke arah orang- orang dewasa tersebut yang segera membawa mereka ke dalam sebuah rumah berukuran besar tak jauh dari sana.
"kok malah pada lari," gumamnya. "Eh... tunggu ...," panggil Shelby pada seorang wanita 20 tahun-an yang tidak terlalu jauh darinya. Wanita itu tidak menjawab ataupun menoleh ke arahnya, dia hanya terus berlalu.
"Tunggu.. saya cuma mau tanya ala-" Shelby menghentikan kata-katanya ketika melihat wanita itu terus berlari dan masuk ke rumah tadi. "dasar orang aneh!" gerutunya geram.
"Mereka tidak terlalu suka orang asing." Sebuah suara membuat Shelby berputar mendapati seorang gadis cantik tersenyum ramah padanya. "namaku Andrea," lanjutnya mengulurkan tangan.
"Shelby."
Dari wajahnya, gadis ini sepertinya tidak lebih dari 17 tahun, dia menggunakan dress merah yang membalut tubuh indahnya dengan anggun. Rambut cekelat panjangnya diikat ke samping dan mendarat rapi di bahu kirinya, matanya yang berwarna coklat keemasan menatap Shelby sedikit khawatir.
"Aku tidak pernah melihatmu, kau pasti bukan berasal dari sini."
"Oh... I-iya, aku sebenarnya tersesat." Shelby mengeluarkan kertas tadi dari sakunya dan menunjukkannya pada Andrea. "Apa kau tau alamat ini?" tanyanya penuh harap.
Andrea menerima kertas tersebut, alisnya mengernyit membaca yang alamat tertulis didalamnya, wajahnya menunjukkan penyesalan ketika melihat Shelby.
"Tempat ini cukup jauh, kalau kau melakukan perjalanan sekarang mungkin besok kau baru akan sampai," jelasnya khawatir.
"Oh tidak," gumam Shelby, tubuhnya seketika lemas mendengar apa yang dikatakan Andrea. Dia sudah begitu kelelahan sekarang, kalau di paksakan menyetir semalaman, hanya akan membuatnya berakhir dengan kecelakaan.
"Ah tenang saja," ucap Andrea menenangkan, "ada sebuah penginapan di dekat sini, kau bisa bermalam di situ dan melanjutkan perjalanan esok, aku bisa mengantarmu kalau kau mau."
"Apa kau yakin? aku tidak mau merepotkan."
"Tch ... tidak apa-apa, ayo."
Shelby mengarahkan gadis itu ke mobilnya, hanya diperlukan waktu lima menit untuk mereka sampai ke penginapan yang di maksud Andrea. Bangunannya terlihat tua namun cukup terawat, penginapan itu berlantai dua, ukurannya pun tidak terlalu besar, tampilannya juga minimalis.
Andrea mengarahkannya ke sebuah meja sederhana di lobi penginapan tersebut, tidak ada siapa-siapa di situ, Andrea lalu menekan sebuah bel kecil di atas meja tersebut.
Selagi menunggu, Shelby menyibukkan dirinya dengan melihat-lihat sekeliling. Disebelah kanannya, terdapat tangga menuju lantai atas, di bawah tangga tersebut terdapat sebuah pintu yang tertutup. Beberapa lukisan tua menghiasi dinding-dinding penginapan ini, Shelby mendekati salah satu lukisan itu, lukisan ini menggambarkan seorang anak laki-laki berusia sepuluh tahun atau kurang. Bibir anak itu menunjukkan ekspresi senyum, namun tak terlihat gurat kebahagiaan pada wajahnya, bahkan matanya seolah menatap nanar ke depan.
Shelby memperhatikan lukisan tersebut lekat-lekat, tatapan anak itu membuatnya merasa tidak nyaman, anak itu terlihat seolah menatap balik padanya, seakan dia memiliki nyawa.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top