29. Apa Artinya Debaran Itu?

PLAY MULMED👆
Kalau memang Naya bukanlah Renaya, lalu apa artinya debaran itu?

• • •

"Oiya, tadi Naya telepon gue. Dia khawatir banget sama lo."

Mendengar nama Naya, bola mata Nael seketika bergerak cepat menatap pada Nata. "Jangan kasih tahu keberadaan gue di sini," ujarnya pelan.

"Lho, kenapa? Gue udah terlanjur kasih tau dia," sambar Nata. Melihat Nael terdiam, Nata kini curiga akan sesuatu. "Jangan bilang setelah tau semuanya lo akan ninggalin dia?"

Nael membungkam seraya menundukkan pandangannya. "Gue nggak tau, Nat."

Drt drt drt

Tiba-tiba Nata merasakan getaran pada ponselnya. Setelah ia lihat nama kontak yang tertera, matanya kembali terangkat menatap Nael yang juga sedang melihat ke arahnya. "Naya," jawabnya tanpa ditanya.

"Iya, Nay?"

"Halo, Nat, kamarnya Kak Nael di mana? Gue udah tanya ke resepsionis, tapi gue bingung. Banyak banget lorongnya."

"Dari lift lantai lima, lo belok kanan. Ruang mawar, pintu pertama."

Beberapa saat Nata tidak mendengar sahutan apapun dari Naya. Nata tebak gadis itu sedang mengikuti panduannya. "Halo, Nay?"

Cklek

Tak lama dari itu terdengar suara pintu terbuka. Bersamaan Nata dan Nael menoleh, dan mendapati Naya di ambang sana.

"Gue cari makan dulu, ya." Seakan sengaja memberi waktu untuk Naya dan Nael, tiba-tiba Nata memutuskan untuk keluar. Meski sebetulnya ia tidak benar-benar ingin mencari makan seperti apa yang dikatakannya.

Naya yang baru mengambil langkah masuk, heran dengan Nata yang pergi sementara dirinya baru saja datang. "Lo mau ke mana, Nat?"

"Mau makan gue. Daripada isi perut lo yang gue makan."

Dengan lirikan kesal, salah satu ujung bibir atas Naya terangkat sensi pada Nata yang hendak beranjak dari posisi duduknya. Ketika Nata keluar, suasana mendadak berubah hening dalam satu tarikan napas.

"Gimana keadaan Kakak?" tanya Naya yang memutuskan untuk memulai duluan. "Kepala Kakak masih sakit?"

Nael memberi gelengan samar sebagai jawaban.

"Hm..." Naya berdeham berbarengan dengan otaknya yang berputar. "Kalau aku boleh tau, apa yang membuat Kakak sering sakit kepala?"

Lagi-lagi Nael terdiam. Tercipta perang batin dalam dirinya walau hanya untuk menjawab dengan satu kata. Sementara Naya sejak tadi menatapnya begitu lekat. Melalui sorot mata di balik kacamata tebalnya, gadis itu berusaha susah payah untuk membaca gerak-gerik cowok di hadapannya. Ingin tahu, sebenarnya apa yang ada di pikiran cowok itu saat ini. Namun gagal. Jelas, ia tidak bakat akan hal semacam itu.

"Ingatan gue." Setelah sekian lama, akhirnya Nael berhasil mengalahkan keinginan egonya. "Setiap ingatan gue yang hilang itu kembali, kepala gue selalu terasa sakit tiba-tiba."

Dua kata yang keluar dari mulut Nael seketika membuat Naya mengernyit, tidak mengerti. "Maksud Kakak?"

"Ada seseorang yang pernah ada dalam hidup gue, tapi hilang dari ingatan gue setelah gue mengalami koma panjang karena kecelakaan."

"Terus sekarang Kakak udah ingat tentang seseorang itu?"

"Hm," deham Nael, mengiyakan.

Nael tertegun dalam duduknya. Saat tiba-tiba Naya berdiri, lalu memeluknya tanpa izin. Nael sungguh tidak bisa memberontak. Yang Nael bisa lakukan hanya memasrahkan diri dalam rengkuhan gadis itu. Merasakan desiran sesak yang menjalar dalam dirinya.

"Kakak jangan kayak begini lagi. Aku nggak mau kehilangan Kakak," Gadis itu berbisik diiringi dengan isakan yang tertahan.

Alih-alih bersuara, membalas pelukannya saja sangatlah sulit bagi Nael, Setelah mengingat semuanya, setelah mengetahui sebuah kenyataan bahwa Naya bukanlah Naya di masalalunya, tidak tahu kenapa tiba-tiba Nael merasa ragu akan perasaannya sendiri terhadap Naya. Nael cemas kalau-kalau apa yang dikatakan Nata benar. Nantinya Naya hanya menjadi korban rasa penasarannya saja.

Tapi masih ada satu pertanyaan yang tersisa di kepala Nael, yang belum terjawab sampai detik ini. Kalau memang Naya bukanlah Renaya, lalu apa artinya debaran itu? Mustahil Nael bisa merasakan debaran yang sama persis pada dua orang yang berbeda. Kecuali kalau... ia telah terlanjur menjatuhkan cintanya di dua hati.

🌺

Selama Nita harus bermalam di rumah sakit menjaga Nael, Farah ia titipkan pada adik perempuannya yang kebetulan pengantin baru dan belum memiliki momongan. Saat ini, wanita paruh baya dengan rambut pendek seleher itu duduk sambil terus memerhatikan wajah tenang putra sulungnya yang sudah terlelap. Salah satu tangannya tanpa lelah mengusap kepala Nael dengan sangat lembut.

Dalam diam Nita baru sadar, mau sekeras apapun ia berusaha untuk menghapuskan Naya dari ingatan Nael, cepat atau lambat ingatan itu akan kembali dengan sendirinya. Karena dengan atau tanpa adanya ingatan, Nael masih tetap bisa merasakan kenangan-kenangan saat bersama Naya.

Ya, Nita akui, di dunia ini tidak ada yang lebih abadi selain kenangan yang pernah terukir dalam hidup seseorang. Sehingga siapapun tidak ada yang mampu menghilangkan kenangan dalam hidup orang lain, termasuk dirinya. Mungkin itulah yang membuat Nael bisa ingat kembali siapa Renaya Mahira. Meski telah hampir dua tahun, terhitung sampai detik ini, Nael tidak mengingatnya.

Tetapi tetap saja, di sisi lain ada hal yang Nita cemaskan. Bagaimana kalau suatu waktu Nael kembali frustasi ketika ia merindukan gadis yang telah pergi untuk selamanya itu terlalu dalam?

Tanpa isakan yang terdengar, Nita menangis. Orangtua mana yang sanggup untuk kehilangan anaknya? Tidak terkecuali Nita. Sejujurnya, saat waktu mendapat kabar akan kecelakaan yang menimpa Nael, Nita hampir-hampir kehilangan akal sehatnya. Jiwanya nyaris keluar dari batas garis kewarasan. Tapi untunglah ia masih memiliki Farah yang mampu menyadarkannya walau hanya dengan pelukan kecil dari tangan-tangan mungilnya.

"Mama jangan sedih, ya. Farah yakin, Mas El pasti nggak apa-apa, kok. Mas El pasti bangun."

Suara imut dan menggemaskan itu ternyata memiliki kalimat yang berarti segalanya bagi Nita. Sampai-sampai bisa menenangkannya dalam jangka waktu panjang. Hingga saat ini walaupun sesungguhnya sekarang Nita merasakan hal itu lagi, Nita akan terus bisa memohon harap supaya Nael tidak akan mengulanginya lagi.

"Jangan melakukan hal yang membahayakan dirimu, ya, Nak. Mama mohon. Mama tidak ingin kehilangan kamu," lirih seorang ibu itu dengan air mata yang terus berjatuhan, pada anaknya yang ternyata masih berada dalam kesadarannya, meskipun sepasang matanya nampak terpejam.

🌺

Nael mengerjap-ngerjapkan matanya secara perlahan, saat ia merasakan tangan orang menyentuh pipinya dengan lembut. Pandangannya yang masih kabur, samar-samar menangkap siluet seorang perempuan sedang duduk di sisi ranjangnya dengan senyuman. Sampai pada saat penglihatannya menjelas, Nael seketika bangkit dari posisi rebahnya.

"Naya?" katanya. Sedetik kemudian gadis cantik berambut panjang itu sudah berada dalam dekapannya. "Nay, aku rindu," Nael memeluk gadis itu seerat mungkin. Mengusap rambut gadisnya yang saat itu tergerai indah. "Kamu jangan tinggalin aku lagi."

Dengan lembut Nael meregangkan pelukannya. Mata Nael yang sudah berkaca-kaca menatap lamat-lamat kedua bola mata Renaya. Kedua tangannya menangkup wajah Renaya, sambil sesekali ibu jarinya mengusap pipi Renaya yang agak tembam. Sudah lama sekali rasanya Nael tidak melihat wajah gadis itu. Dan Nael benar-benar sangat merindukannya. Nael rindu senyumnya, Nael rindu sorot matanya, Nael merindukan segala yang ada pada diri kekasihnya itu.

Nael tersenyum dengan lingangan air mata yang menggenang di ujung matanya. Sesaat pandangannya mengadu dengan pandangan gadis itu, sampai tak lama setelahnya, Nael kembali merengkuh bahu Naya ke dalam pelukannya. Sementara air matanya sudah deras berjatuhan di pipinya.

"Aku mohon jangan tinggalin aku, Renaya Mahira!"

"Kak Nael, bangun, Kak." Berkali-kali Naya mencoba mengguncang-guncangkan bahu Nael. "Kak Nael."

Sedetik kemudian, Nael tiba-tiba saja membuka matanya dengan sempurna. Seperti orang yang baru saja dikejutkan oleh aliran listrik bertegangan tinggi. Setelah beberapa detik, bahu Nael terangkat sampai posisi rebahnya kini berganti menjadi duduk tegak di tengah-tengah ranjangnya. Nael berupaya mengatur deru napasnya memburu sangat cepat. Tangannya terangkat memegang keningnya yang terasa sedikit sakit.

"Kak Nael kenapa? Habis mimpi buruk, ya?"

Suara Naya seketika membut Nael menoleh secara otomatis. "Lo kenapa bisa ada di sini?"

"Kakak nggak apa-apa?" Bukannya menjawab, Naya malah bertanya balik.

Nael menggeleng. Diam-diam dia sedang berusaha keras untuk menenangkan emosinya agar tidak meledak di depan gadis itu akibat mimpi tadi. "Gue nggak apa-apa."

Nael menarik napasnya dalam-dalam. Kemudian mengembuskannya secara perlahan. Sudah sekian tahun Renaya meninggal, baru kali ini ia memimpikannya. Dan sekarang Nael tidak tahu harus senang atau kecewa ketika ia terbangun dari mimpinya. Di satu sisi Nael memang senang, karena dengan memimpikan gadis itu, setidaknya rasa rindu Nael sedikit terobati. Akan tetapi di sisi lain Nael juga kecewa, karena dia terbangun dari mimpi yang terlalu indah untuk ditinggali itu.

"Syukur kalau Kakak nggak apa-apa. Aku sempet panik tadi."

Suasana hening. Nael sama sekali tidak menggubris ucapan Naya. Cowok dengan kornea mata cokelat itu malah melamun, sibuk berkutat dengan isi kepalanya sendiri.

"Kak?" panggil Naya.

Perlahan tapi pasti, tangan Naya terjulur ingin meraih tangan Nael. Namun tak lama Naya justru tersentak, saat tiba-tiba Nael dengan gerakan refleks menjauhkan tangan dari jangkauannya.

===

To be continue...

a/n: jangan lupa menabung ya untuk PO. karena aku akan mengupas semuanya di versi novel:D

big love,
Cindy (jodohnya Kim Jongin, pacarnya Kim Jungwoo, selingkuhannya Justin Bieber *yg ini jgn kasih tau Hailey ok;))

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top