Sandrotten

CHAPTER 2.1
○○○○○

Finnick hendak mendorong gundukan pasir untuk mengubur hasil tangkapannya dengan hidung. Toh, Agatha sudah menolak memakan itu. Jadi, daripada mubazir lebih baik untuk cadangan makanan saja.

Agatha terpaksa berubah pikiran setelah dengkuran ke sekian di wilayah paling berlemak dari tubuhnya—perut. Buru-buru ia menyambar burung mati si rubah yang mengerti bahasa manusia. "Ini untukku, kan?"

Finnick tidak berkomentar lagi, justru senang karena upayanya tidak sia-sia. Menangkap burung yang mengudara bukanlah perkara mudah. Semenit kemudian, tangan Agatha yang bebas dikibas-kibaskan di atas kepala.

Penasaran, Finnick akhirnya bertanya, "Sedang apa kau?"

"Kalau benar aku terlempar ke dunia ini, berarti aku berada di dalam game rancangan Ciel. Jadi—" Agatha melempar si bangkai burung hingga mendarat tidak jauh dari tepi lubang. Selanjutnya, ia hanya perlu menggapai tepian dan mengangkat tubuhnya sendiri. Entah hanya perasaan atau memang liang peristirahatannya semakin dalam dari kemarin.

"Jadi?"

"Seharusnya sekarang di atas kepalaku muncul nama Trista Volantris, bukan begitu?"

Bulu-bulu halus putih yang berderet rapi di atas mata boba Finnick terangkat, mirip seseorang yang mengangkat alis, salah satu cara menunjukkan kebingungan di wajah bermoncong kecilnya. "Kenapa harus?"

Kaki Agatha kesulitan menggapai tepi lubang, berbanding terbalik dengan Finnick yang lihai. Sekali lompat hewan berbulu senada dengan pasir ini sudah berada di luar dan sekarang duduk menunggunya.

Kenapa dia gampang sekali keluar dari sini?

Usaha Agatha tidak terlalu berbuah, semakin bergerak justru kakinya kehilangan pijakan. Praktis ia tergantung sejengkal dari permukaan pasir. Tidak lama, sesuatu yang berlendir meraba-raba pergelangan kakinya hingga ia megintip ke bawah dan membelalak. "Fin-Finnick! To-tolong aku!" pintanya sambil menendang-nendang.

Di mata Finnick, permintaan Agatha—Trista—tidak masuk akal. Sewaktu di Oresthia ia adalah gadis tangkas nan gesit yang anti mengemis bantuan pada orang lain, sekecil apa pun itu. Namun, apa yang didapati sekarang semakin mencabik perasaannya. "Trista, benarkah kau ...."

Dilihat dari mana pun sosok di depannya memang Trista, tapi selain amnesia, kelakukannya semakin aneh hingga sulit sekali untuk mengatakan ia masih orang yang sama.

"Finnick ...!" Teriakan frustasi Agatha seolah tidak tertangkap telinga besar dan lebar binatang yang tertunduk kuyu, seolah meratapi seseorang yang baru saja mati dan dikuburkan. Sadar tidak ada yang bisa membantu selain dirinya sendiri, ia mengerahkan sisa-sisa tenaga terakhir. Tangan yang gemetar akibat terlalu lama tergantung, berhasil mencapai tungkai depan Finnick dan ditarik.

Seketika binatang yang bisa bicara dan berkomunikasi dengannya melayang di udara hingga melewati kepala. "Makan dia saja!" Tanpa ragu, Agatha melepas genggaman hingga Finnick terjun bebas dalam posisi kepala di bawah.

"Makan?" Hidung Finnick langsung menangkap bau bangkai. Wajahnya langsung diarahkan ke sumber bau yang semakin kuat—lingkaran bergigi yang siap menelannya bulat-bulat di dasar lubang pasir. "Sandrotten!"

Finnick buru-buru membalikkan badan dan berenang menjauh. Namun, usahanya sia-sia karena ia tidak berada di air, tubuhnya justru semakin tertarik turun. Tarikan napas Sandrotten—monster besar yang suka mengubur diri di pasir—mirip alat penyedot debu yang suka dipakai Trista untuk membersihkan karpet di kamarnya. Bayangkan ada sepuluh alat penyedot debu yang diarahkan ke wajahnya dengan kekuatan penuh.

Agatha berhasil keluar dari sink hole yang hampir mengklaim jiwanya untuk kedua kali. Pacuan adrenalin berhasil memperpanjang usianya di dunia baru. Namun, rasa bersalah langsung mengusir kelegaan di hatinya.

Kalau dia mati, nanti siapa yang bisa kuajak bicara?

○○○○○

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top