Bab 5 : Tempat Baru

Maria POV

31 Maret 1998

Sudah akhir hari bulan Maret, aku hanya bisa menatapnya. Amanda belum sadar juga dari tidurnya. Sudah beberapa kali jantungnya berhenti berdetak. Setiap kali aku mendengar suara dari mesin electro-cardiogram, tubuhku mulai bergetar. Aku selalu memanggil dalam tidurnya tetapi suaraku tidak sampai padanya. Suaraku hanya bisa terbawa udara yang berhembus disana tanpa ada yang mendengar. Hanya suara nafasnya yang terdengar oleh telingaku. Dia tidak memberikan tanda-tanda membaik melainkan sebaliknya. Setiap kali aku menggenggam tangannya

BIP BIP BIP

Suara dari mesin electro-cardiogram terdengar.

"DOKTERR, SUSTERRR!!!!" teriakku. "Kau harus kuat"

Aku melihat detak jantungnya terus menurun tidak karuan. Tak lama kemudian Dokter datang keruangan.

"Kamu keluar saja, biar kami yang mengurusnya" kata dokter tersebut.

"Tapi..."

Suster yang datang menarikku keluar agar mereka bisa memeriksanya. aku melihat dari kejauhan Dokter Mark berlari kearahku.

"Bagaimana keadaan adikmu?"

"Aku tidak tahu.." luapan emosi ini sangat tidak bisa aku tahan akhirnya meledak sudah. Tangisan yang selalu saja aku lakukan semenjak kecelakaan tersebut.

"Duduk, kau harus tetap tenang janganlah kau panik seperti ini"

"BAGAIMANA AKU BISA TENANG! ADIKKU SEDANG SEKARAT"

***

26 April 1998

Seperti yang dapat aku ramalkan, hari dimana aku takutkan datang juga. Dimana aku berada ditempat yang aku tidak ingin dekati. Sudah beberapi kali aku pergi kesana tetapi aku tetap tidak bisa. Aku hanya bisa menunggu di bawah pohon rindang yang menghalangi matahari menyinari wajahku sehingga tidak ada yang melihatnya. aku yakin itu. Kenyataanya, aku tidak sanggup mengantarkan Amanda pergi ketempat yang aku harapkan lebih baik dari pada dunia yang aku huni ini tetapi aku tidak bisa memastikan akankah dia akan kehilangan arah ditengah jalan yang akan titempuhnya. Hidup yang dia jalani sebagai manusia 'silent' telah berakhir. Dia mengakhirinya setelah berjuang dalam menghadapi kematian selama hamper satu bulan lebih.

"Ayo kita pulang" kata seseorang yang datang dari pemakaman adikku.

***

Aku membereskan bajuku satu-satunya yang terdapat disini dan barang-barang aku biasa gunaka mengisi waktu luangku ang tersebar dimana-mana.

"Kau ingin pergi kemana?"

"Kau fikir ini adalah tempat tinggalku? Aku sudah tidak ada urusan lagi disini dan juga semua kejadian menyakitkan terjadi ditempat ini jadi aku harap aku tidak akan kembali ketempat ini. Itu hanya akan menyakitkaku saja dan tidak lain. Aku hanya ingin ketempat tinggalku yang sesungguhnya. Aku yakin tempat itu akan kotor sekali apabila telah lama tidak titempati seseorang" jawabku kepada Dr. Mark

"Kalau begitu aku akan mengantarkanmu" katanya

"Kau akan mengantarkanku. Apa kau mempunyai pekerjaan? Kau sepertinya mempunyai banyak waktu luang. Apakah karena janjimu yang terikat kepadaku jadi kau melakukan in?i"

"Mungkin"

"Yeah, itu sudah pasti" ucapku

"Lurus saja terus, nanti kau akan menemukan pertigaan lalu kau belok kanan setelah itu ada rumah dengan dinding berwarna putih, disana terdapat pohon mangga besar yang terlihat dari luar gerbang berwarna hitam" kataku menjelaskan kepada Dr. Mark si Buta Arah.

"Bisa kau ulangi dengan pelan, aku tidak bisa mendengarmu jelas"

"Ikuti saja jalannya"

Mobil terus melaju tanpa memberlambat ataupun mempercepat kecepatannya. Kami hanya berhenti disebuah lampu merah. Aku mengingatkan kepada Dr. Mark agar berhati-hati apabila melintasi jalan ini karena jalan tersebut sudah terkenal rawan dengan kecelakaan.

"Kau tidak trauma dengan mobil?" dia bertanya kepadaku yang menurut dia kecelakaan yang aku alami akan berdampak pada sesuatu yang berhubungan dengan itu.

"Tidak. Aku tidak menyaksikan langsung jadi aku merasa tidak"

"Ohh" ucapnya. "Kau berasal dari keluarga kaya? Dilihat dari daerah tempatmu tinggal, aku memprediksikan kau berasal dari orang kaya"

"Aku tidak tahu. Pandangan kita tentang takaran kekayaan seseorang berbeda-beda, jadi aku tidak bisa mengatakan aku kaya ataupu miskin tergantung dari kebanyakan orang yang melihatnya"

"Kau masih kecil sudah berbicara layaknya orang dewasa" katanya seraya tertawa lebar

"Aku memang sudah dewasa" balasku datar

"Hahaha, memangnya kau berumur berapa tahun sampai-sampai kau bisa bilang dirimu dewasa?"

"20"

"Aku 27. Menurutku takaran seperti umurmu masih aku bisa bilang anak kecil hahaha. Kau terjebak oleh kata-katamu sendiri" katanya. "Sampai kapan aku harus mengendarai mobil keren ini, kau hanya mengatakan 'jalan saja' tidak yang lain. jangan bilang kalau kita tersesat?"

"Untuk takaran orang tua sepertimu, kau dapat dibilangan cerewet" ucapku. "Berhenti, sudah aku bilang kita akan sampai"

Sesuai dengan arahanku, mobil yang dikendarai Dr. Mark dihentikannya. Aku melepas sabuk pengamanku dan keluar dari mobil lalu menuju rumah besar yang aku tidak asing bagiku. Hampir sebulan aku tidak mengunjungi tempat ini.

"Kenapa ini dikunci?" tanyaku tanpa memerlukan jawaban disekitarku walaupun ada Dr. Mark disana. "Tunggu sebentar, aku akan pergi ketetangga sebelah"

Aku melesat pergi menuju tetanggaku disekitar rumahku. Selama aku berjalan tidak ada satupun orang yang terlihat batang hidungnya. Hanya mobil dan motor yang terpakirkan disana. Tiba-tiba seorang kakek keluar dari rumahnya, dengan cepat aku menghampirinya. Aku mengenalnya sangat baik.

"Kakek Jeremy!"

Kakek tersebut memutarkan matanya kearahku dan mulai mengenali siapa aku.

"MARIA!" teriaknya kaget. "Kau baik-baik saja? Aku mendengar dari keluargamu kalau kau, adikmu dan orang tuamu mengalami kecelakaan mobil"

"Aku baik-baik saja, iya itu benar Kek" jawabku dengan wajah sedih sembari ketakutan mengingat kejadian itu. Tapi aku dibuat bingun oleh Kakek sekarang. Pasalnya dia memasang wajah terkejut.

"Tetapi mereka mengatakan...." Katanya melemas

"Memangnya mereka mengatakan apa, Kek? Tanyaku penasaran

"Mengatakan... Kalian semua tewas dalam kecelakaan tersebut" katanya. "Kakek awalnya tidak percaya tetapi kata mereka, mereka sudah memastikan kerumah sakit"

"Kau tahu, tidak ada satupun orang yang menjengukku. Kakek kau tahu siapa mereka atau mengingat rupa mereka dan apalah itu dan juga kenapa rumah orang tuaku terkunci dengan gembok?"

"Aku tidak begitu bisa mendeskripsikan wajah mereka. Tetapi ada dua orang disana sepertinya mereka suami-istri. Sang wanita mempunyai rambut berwarna merah dan seksi sedangkan sang pria mempunyai putungan rambut terukir, aku tidak tahu gaya itu. Kalau mengenai rumahmu, mereka mengambil alih dan menjual rumah tersebut beserta isinya. Kakek sangat sayang padamu dan keluargamu jadi saat mereka ingin menjual baju-bajumu dan keluargamu aku mengambilnya dan aku simpan dilotengku"

Pada saat Kakek Jeremy menyebutkan berambut merah dan rambut terukir, hanya ada satu pasangan yang mendekati ciri-ciri tersebut yaitu Bibi Khole dan Paman Patrick. Hanya mereka berdua pasangan suami-istri dengan gaya nyetrik didalam keluarga besarku.

"Lalu bagaimana dengan rumahku?"

"Kakek tidak tahu"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top

Tags: