5. Property Of The Government

AN: WARNING AKU NGERJAIN CHAPTER INI DENGAN NGGAK NIAT. :) sebenarnya saya lagi gada mood, tapi saya paksain nulis... jadinya gini, ga niat.. maap ya :( 


[5]

Keesokan harinya aku kembali ke rumahku. Kali ini dengan membawa laptop, beberapa kabel data, kabel listrik yang utuh, dan peralatan perkakas. Aku membuang jaketku ke sembarang kursi setelah meletakkan semua peralatan sederhana yang kubutuhkan dari bagasi mobil.

"Oke, mari kita mulai." Aku bicara kepada diri sendiri sambil menatap sekitar laboratrium.

Aku menyalakan komputer yang masih utuh, mengambil data-data yang kuperlukan lalu menyimpannya di laptopku. Seraya menunggu penyalinan data selesai, aku membongkar beberapa CPU komputer yang rusak karena ledakan. Lalu mengambil semua memori dan meletakkannya di meja dekat laptopku.

Beberapa menit selanjutnya aku tenggelam di ruang kerja dan perpustakaan milik orang tuaku, dimana mereka meletakkan dokumen penting yang berkaitan tentang mesin waktu ini. Mataku membaca dengan cepat semua informasi yang ada, mengambil catatan penting dan blueprint mesin waktu.

Pada saat aku sudah menelusuri sebagian besar informasi yang ada di laboratrium, hari sudah mulai sore dan setidaknya aku sudah mendapatkan informasi yang aku inginkan. Aku sudah menulis daftar bahan dan alat yang perlu kupesan untuk perbaikan mesin ini. Selanjutnya, aku harus pergi ke suatu tempat yang sangat aku tahu.

**

Tanganku mendorong handel besi dari pintu kaca di depanku, ruangan yang penuh dengan peralatan serta bagian-bagian dari mesin elektronik menyambut wajahku.

"Oh, bukankah kau Shawn? Anak dari Professor Wilson?" kata seorang pria berkulit hitam dengan seringai ramah di wajahnya. Pria berumur setidaknya empat puluh tahunan itu menyalamiku saat aku masuk ke tokonya.

"Hentikan itu Lance." Ujarku, tapi tak bisa menghentikan senyuman di mulut.

"Bagaimana kabarmu?" tanyaku, mengikuti Lance ke toko lebih dalam dan bersender di meja kasir.

"Baik, baik." Jawabnya mengangguk-angguk sembari menatap wajahku. Lagi, dengan senyuman yang tak bisa ia hilangkan. "Sudah berapa lama kau tidak ke sini? Terakhir kali aku mengingat, kau masih anak kecil."

Aku mengangkat bahu. "Mungkin lima tahun?" kataku.

"Oh, ya. Bisakah kau memesankanku barang-barang yang tertulis di kertas ini?" aku memberikan Lance daftar yang telah kutulis tadi.

Mata gelapnya membaca tulisanku secara cepat, alisnya perlahan bertaut. "Bukankah ini..." ia memulai, tapi tak menyelesaikan perkataanya saat menatapku kembali.

"Ya, mesin waktu orang tuaku." Aku mengaku. Lance adalah satu dari beberapa orang tempat dimana orang tuaku memesan alat-alat yang dibutuhkan untuk menciptakan mesin mereka. Tak mengejutkan jika Lance menyadari benda-benda yang kutulis.

"Tapi kenapa?" Lance bertanya bingung.

"Anggap saja sebagai percobaan... Untuk menebus dosa." Jawabku.

"Oh, Shawn kau tak perlu melakukan ini. Lagi pula ini bukan kesalahanmu." Kata Lance membujuk.

"Tak apa, aku hanya pensaran saja... Lagi pula tak ada salahnya mencoba."

"Aku mengerti jika kau ingin melakukan ini, tapi jika pemerintah tahu? Tentu jika tak berhasil tak apa-apa, kalau berhasil? Pemerintah akan mengambil mesin itu dan kau mengetahui itu kan?" mata Lance menatapku dengan lembut. Ia bagaikan paman untukku.

"Aku tahu, pemerintah ingin segalanya dariku. Jadi kumohon Lance, jangan beritahu siapa-siapa apalagi orang pemerintahan." Mintaku.

Lance tersenyum, "Tentu saja, tapi kau lebih baik berhati-hati."

"Tentu, Lance. Terima kasih." Ucapku dengan senyuman.

***

Ketika pulang ke apartemen, aku mengira kalau Mia adalah orang yang sedang duduk di sofa melainkan orang yang tak ingin kutemui sedang duduk di sana. Pria dengan setelan jas hitam sedang duduk dengan menyilangkan kaki dengan santai, matanya tertuju ke handphone di tangannya.

Aku menutup pintu apartemen, dan bergerak menujunya. "Kenapa kau di sini?" tanyaku, tak terkejut bahwa ia tiba-tiba di dalam apartemenku. Aku hanya terganggu.

"Bagaimana bisa seorang anak jenius dengan martabat dari orang tua ilmuwan, kena diskors?" mata cokelat dinginnya bertemu denganku.

"Perkelahian." Jawabku seperti bukan masalah besar.

Pria dengan garis-garis dahi itu menghela napas sambil memegangi jembatan hidungnya. "Aku di sini bukan untuk mengasuhmu, tapi harusnya kau tahu untuk tidak membuat masalah." Ia kemudian menatapku.

"Aku tahu, cuman Ryan berperilaku seperti bajingan saat itu. Aku tak bisa mengontrol diriku sendiri." Aku membela diri, tapi tak peduli jika pria di hadapanku tak menerima jawabanku.

"Aku tak peduli terhadap masalahmu dengan si Ryan itu. Tapi atasanku sepertinya terlalu khawatir tentang masalah 'diskorsmu'. Dia takut jika performamu akan menurun hanya karena masalah kecil seperti ini."

Aku memutar bola mataku. "Oke, oke. Aku paham. Lain kali aku akan menghindar dari masalah. Aku berjanji, Gary."

"Kau beruntung masih bisa bersekolah di sekolah umum. Orang pemerintahan ingin kau untuk sekolah khusus." Gary mengutaran.

"Beruntungnya diriku." Aku bergumam tak peduli, berjalan ke kulkas untuk mengambil minuman dingin.

"Aku akan pergi sekarang, mengatakan kalau kau tidak apa-apa. Tapi ingat kalau pemerintah selalu mengawasimu." Ujar Gary.

Aku hanya diam tak peduli. Lagi pula aku hanya properti di mata pemerintah.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top