Vol. 04 -- Spoon of Doom

Berusaha sebaik mungkin untuk menoleh ke arah samping hasilnya sia-sia. Valentino harus tetap fokus pada diri sendiri. Meski suara teriakan tersebut sangat mengganggu dan menyayat hatinya, dia tidak bisa mendapati apa yang sedang terjadi. Seolah-olah berjalan di atas permukaan lantai yang berlumuran cairan pembersih lantai, Valentino menjaga keseimbangan agar tidak terjatuh.

Niat awal Valentino ingin mengamati situasi pun sepertinya gagal, dia bahkan susah untuk mengurus dirinya sendiri. Kelereng yang ada di atas sendok tersebut bergoyang-goyang ke sana ke mari, seakan menari dan memberontak untuk lompat dari sana. Kecepatan Valentino berjalan tidak lebih cepat dari seekor kura-kura mengantuk. Hal ini membuat remaja keturunan Indo-Belanda itu pun kesal.

Kalo kayak gini terus, kapan gue nyampenya, anjir. Gila aja ini paling lima puluh meter juga belum ada, sedangkan gue harus jalan sekilo.

Pikiran Valentino berkecamuk dengan hal-hal buruk. Dia benar-benar harus memikirkan jalan keluar dari apa yang sudah dia lakukan. Permainan nomor sembilan ini seharusnya bisa lebih mudah.

Valentino memutuskan untuk berhenti. Dia diam untuk beberapa saat, sampai akhirnya remaja tersebut membuka mata dan menyadari ternyata ada semacam cara yang pernah dia pelajari. Meski kemungkinan berhasilnya kecil, Valentino berusaha untuk tetap mencobanya.

Saat lelaki itu mulai membungkukkan badan dan mengarahkannya condong ke depan. Satu cairan berwarna merah mengenai bajunya. Sontak Valentino benar-benar kaget, seluruh tubuhnya gemetar. Meski dirinya bukan tipe orang yang memiliki fobia terhadap darah, tetapi cipratan darah tersebut benar-benar tidak bisa terelakkan mengenai sebagian muka Valentino juga.

Namun, dia tidak bisa menyerah dengan kondisi tersebut. Entah apa yang terjadi dengan orang yang ada di sampingnya, yang pasti setelah suara 'kriuk' yang dia dengar, darah itu muncrat, itu bukanlah hal yang baik. Valentino kembali memfokuskan diri.

Ayo, fokus, Valentino, fokus!

Valentino mulai mengambil langkah pendek, dengan mencondongkan tubuh ke arah depan dia mulai meningkatkan frekuensi langkah untuk menjaga momentum tanpa kehilangan keseimbangan. Valentino juga merentangkan kedua tangannya untuk menjaga hal tersebut. Bernapas dengan menggunakan hidung, Valentino melanjutkan aksinya. Remaja tersebut memastikan kedua kakinya menyentuh tanah dengan seluruh telapak kaki, kemudian pada setiap jari-jarinya diarahkan mencengkeram di balik sepatu.

Valentino meluncur layaknya melakukan ice skating, dia menjaga lututnya sedikit ditekuk untuk merayap dan menjaga stabilitas. Gerakan halusnya membuat dia benar-benar meluncur ke arah depan dengan cepat. Setelah sekiranya mendapatkan momentum yang pas, Valentino tinggal menjaga keseimbangan dan ritme gerakannya.

Kini, lelaki tersebut mulai seperti gabungan penguin dan atlet ice skating yang sedang meluncur dengan berhati-hati.

Gue bakalan berterima kasih sama si Marsha and The Bear nanti.

Perasaan senang menyelimuti Valentino. Dia benar-benar tidak terlalu mengalami kesulitan yang signifikan atas lintasannya. Ilmu tersebut Valentino dapatkan dari Yugo, saat keduanya melakukan ice skating di salah satu mall besar di kota. Saat keduanya mempraktikkan apa yang tertulis di buku modul mata pelajaran PJOK mereka. Dan itu adalah ide dari Yugo yang selalu penasaran akan hal apa pun. Jelas, Valentino adalah kelinci percobaannya.

Valentino sudah merasakan relaks di tubuhnya, sedikit demi sedikit dia bisa menoleh ke arah samping. Namun, saat dia berhasil menoleh ke kirinya, dia tidak mendapatkan informasi apa-apa. Tidak ada siapa pun di sana, lintasan juga hanya terlihat seperti lantai warna-warni semula. Kini, pikirannya kembali mencermati teka-teki selanjutnya.

Saat pandangan Valentino kembali ke depan, dia sudah melihat tubuh Domi dari kejauhan. Dengan segera Valentino meluncur dan mendekati pemain berikutnya. Namun, saat Valentino sudah benar-benar dekat dengan Domi, dia melihat kalau teman satu timnya ini dalam kondisi mata tertutup dan badan terikat. Hal ini membuat Valentino kembali tegang. Kemudian, satu hal lagi yang Valentino belum sempat pikirkan.

Astaga! Gimana caranya ngerem ini?!

Panik melanda Valentino, dia benar-benar lupa cara berhenti meluncur dengan gaya ice skating tersebut. Napas dari hidung Valentino menderu, sampai dia melihat kelereng di sendoknya bergerak tidak beraturan.

Tenang, tenang, tenang. Gue pasti bisa berhenti tepat dan gak nabrak si Domi.

Benar, Valentino mulai menghentikan aksinya dan meluncur dengan sisa hentakan terakhirnya. Dari jarak dua puluh meter, Valentino sudah pasrah. Dia tinggal menunggu antara dua kemungkinan. Pertama, berhasil berhenti di tempat yang pas. Kedua, menabrak Domi yang tidak bisa melihat dan terikat. Valentino memejamkan matanya.

Ting!

[Congratulation! The yellow team successfully passed the first track]

Tiba-tiba, dari telinga Valentino yang masih jernih dia mendengar suara wanita dari langit tersebut. Saat dirinya membuka mata, betapa terkejutnya kalau ternyata jarak antara Valentino berhenti dengan posisi Domi adalah kurang dari satu meter. Melihat itu, Valentino langsung mencari cara untuk bisa melepaskan Domi dengan kelereng yang masih ada di atas sendok stainless-nya.

Domi bukan pribadi yang kalap, dia tenang, tetapi tetap terlihat panik. Saat Valentino mencoba menyentuh pundak Domi, lelaki babak belur yang ada di hadapan Valentino ini pun terdiam. Seolah-olah tahu kalau dia akan diselamatkan oleh timnya.

Dengan bersusah payah, akhirnya Valentino berhasil melepaskan penutup kepala dan ikatan tubuh Domi. Valentino juga melihat kalau Domi ternyata sudah memilih sendok.

"Jadi gimana? Apa yang lu temui?" tanya Domi kemudian, suaranya serak-serak basah memang sudah menjadi bawaan lahirnya.

Valentino tidak bisa menjawab, dia menunjuk ke arah sendoknya agar Domi mulai menaruh sendoknya di mulut. Hal tersebut berjalan lancar. Domi mengerti semua kode yang diberikan oleh Valentino. Sampai akhirnya Valentino berhasil memindahkan kelereng dari sendok stainless miliknya, ke sendok ramen milik Domi. Ya, Domi ternyata memilih sendok ramen yang cekungannya lebih dalam.

"Oke!" Valentino terengah-engah, "Dengerin gue, ya! Dengerin gue!" Valentino memastikan.

Domi hanya bisa mengedipkan kedua matanya, tertanda paham.

"Ini lomba balap kelereng paling gila di dunia!" Valentino berusaha menjelaskan setiap detail yang dia dapatkan dari awal permainan sampai akhir. Domi memang mengerti, tetapi dari mimik mukanya masih ada beberapa bagian yang dia tidak paham.

"Intinya gini, lu gak akan bisa liat tim lawan. Jadi, lu harus fokus sama diri lu sendiri. Setiap sedok yang dipilih itu nentuin tantangan lintasannya. Lintasan gue tadi licin karena mungkin gue ngambil sendok stainless. Nah, lu ngambil sendok ramen ini gue gak bisa bayangin apa lintasannya." Valentino berhenti sejenak untuk melongok ke arah lintasan Domi.

Beberapa detik berlalu, Valentino langsung paham. "Tenang aja, ini gak berpacu sama waktu, tapi berpacu sama gimana lu bisa lewati lintasan atau enggak. Gue dapet darah ini karena mungkin peserta yang ada di sebelah gue gagal jadi mungkin itu konsekuensinya. Tapi! Lu gak boleh mikirin orang lain. Lu mikirin diri lu sendiri aja."

Domi mengedipkan kedua matanya lagi, dia akhirnya paham dengan apa yang dilontarkan oleh Valentino. Meski hatinya masih berdegup kencang karena sudah mengetahui fakta yang mengerikan tersebut.

"Oke, lu bisa mulai." Valentino mulai mengangguk dan meyakinkan Domi untuk melangkah. Namun, saat Domi sudah berbalik badan, Valentino berteriak, "TUNGGU!"

Domi benar-benar kaget atas teriakan Valentino tersebut. "Lu denger itu?" Jelas tidak ada respons dari Domi. "Gue paham, lintasan lu ada hubungannya sama air, hati-hati, Dom. Saran gue, lu terus ada di lintasan sebelah kanan."

Domi mengacungkan jari jempol tertanda setuju. Sesaat kemudian, pandangan Valentino mulai memudar dan gelap.

Domi menarik napas panjang sebelum akhirnya dia melangkahkan kakinya. Setelah lelaki itu tidak mendengar lagi suara dari Valentino, dengan yakin, Domi langsung mengambil satu langkah. Dia mematuhi saran dari Valentino, sehingga langkah pertamanya dia pijakkan di lintasan sebelah kanan.

Benar saja, saat Domi mengambil lintasan tersebut dia benar-benar merasakan air mulai mengenang hingga ke mata kaki. Namun, permasalahan bukan sampai di situ, suhu air yang sangat dingin membuat Domi langsung merasakan kebas. Di langkahnya yang kelima, bahkan dia sudah tidak bisa melanjutkan langkahnya.

Lelaki dengan rambut satu sentimeter tersebut pun menggeser langkahnya menuju lintasan sebelah kiri. Hal ini bukannya menjadi keputusan yang baik. Hampir saja, Domi melompat, ketika dia mendapati di lintasan sebelah kiri suhu airnya berubah drastis menjadi sangat panas.

Agh! Sial, bisa melepuh kaki gue.

Sontak Domi kembali menggeser dengan cepat kakinya ke sebelah kanan. Saat itu, Domi sudah sangat kesakitan. Hendak melihat ke bawah pun dia tidak bisa karena harus menjaga keseimbangan kelereng di atas sendok ramennya.

Ini ada hubungannya sama ramen, gila. Emangnya ada jenis ramen yang dingin, ya?

Seraya menetralisir kakinya yang sempat kepanasan, Domi mulai berpikir. Otaknya tidak setertata Valentino, tetapi dirinya masih bisa berpikir jauh. Remaja tersebut tidak bisa memikirkan terkait materi apa yang sudah pernah dia pelajari, tetapi sesimpel panas dan dingin jika digabungkan akan berubah menjadi hangat. Hanya itu, Domi hanya bisa memikirkan hal tersebut sehingga dia mulai memiliki ide yang cukup brilian.

Dengan percaya diri, Domi langsung berjalan dengan cara zig-zag. Lagi pula, lintasan miliknya tidak licin, hanya memiliki air setinggi mata kaki dengan suhu yang berbeda. Jadi, pikiran kecil Domi mengutarakan kalau dia berjalan secara zig-zag, dia akan mendapatkan suhu yang hangat.

Setelah beberapa saat perjalanan, Domi benar-benar bisa melakukannya dengan baik. Satu hal yang baru disadari adalah dia tidak mengenakan alas kaki. Hal inilah yang membuat Domi benar-benar merasakan dingin dan panasnya di kaki secara langsung. Tidak berjalan santai, Domi pun berjalan cepat. Berkelok-kelok seperti ular atau kecoa saat menghindari predator, Domi terlihat asik bermain dengan lintasannya.

Sampai akhirnya, Domi melihat Yugo di ujung lintasan. Tidak seperti dirinya, Yugo terlihat sudah berhasil melepaskan diri dari ikatan di tubuh dan penutup mata. Awalnya, Domi sangat kegirangan melihat Yugo yang dari jauh melambaikan tangan. Namun, hal tersebut sirna ketika Domi dengan jelas melihat sendok jenis apa yang Yugo genggam.

Yugo?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top