Part 2
“Aaah, aku bosan sekali!” keluh Jaejoong sambil mengusak rambut hitamnya yang berkilau. Sudah hampir satu minggu dia tinggal di apartemen Yunho dan tidak melakukan apapun hanya bertengger di sana seperti burung dalam sangkar.
Tidak ada yang bisa dilakukan kecuali hanya makan dan tidur dengan sesekali menonton juga main game, soal makanan tiap waktunya akan ada ‘delivery’ yang siaga di depan pintu apartemen ini. Sungguh persiapan Yunho patut di acungi jempol.
Memakai sepatu yang katanya dibelikan Yunho atau tepatnya hanya dipesannya dan kemudian hanya diantar seorang kurir untuk diberikan padanya. Sangat keterlaluan, tetapi Jaejoong masih baik hati mencoba menunggu untuk berterimakasih, lagi-lagi si Pria Jung itu melakukan hal yang sama seperti malam-malam sebelumnya yang pulang sampai tengah malam. Pagi ini pun kondisinya sama, Yunho pergi lebih awal dan mungkin akan pulang tengah malam nanti.
Akhirnya Jaejoong menyerah, kesabarannya pada batasnya.
Berniat keluar hari ini juga, tidak peduli apa. Ia sudah sangat jenuh dengan tempat ini terlebih sikap Yunho. ‘Lihat saja, aku tidak akan pernah menginjakkan kakiku lagi di sini.’
Rasanya, tujuannya kali ini memang tampak sia-sia. Hubungannya bersama Yunho memang mungkin tidak bisa kembali seperti dulu. Pria Jung itu, tampak sangat menjaga jarak darinya di awalnya saja tampak senang bertemu dengannya. Jika tahu dia hanya akan dijadikan burung dalam sangkar saja, sudah ia tolak ajakannya.
Perbuatan Yunho yang hanya akan pulang sangat larut dan pergi pagi-pagi, sudah sangat memberi pemahaman untuk Jaejoong. Jika, dia tidak ingin terlalu akrab dengannya lagi. Pertolongannya kali dengan membiarkannya tinggal di sini hanya alasannya sekadarnya untuk berbalas budi. Menyedihkan tetapi begitulah kenyataanya.
“Sialan! Kenapa juga aku harus mau menurut dengan rencana bodoh Junsu, jika bukan karenanya aku tidak akan jadi orang dungu seperti ini.” Keluhnya kesal sembari bersiap pergi. “Melihat wajahnya saja sulit, bagaimana mau merayunya. Ck, sudahlah untuk apa lagi aku di sini!”
Jaejoong menoleh untuk terakhir kalinya, melihat apartemen luas yang beberapa hari ini ia tinggali. Hatinya sama sekali tidak berat, ia tidak mendapat kesan apapun selama itu. Tak ada kenangan atau cerita selain pertama kali ia melangkah masuk bersama Yunho. “Sebenarnya aku sudah tahu, masa lalu hanya masa lalu …. Semua itu hanya bisa jadi kenangan.”
Setelah mengucapkan hal itu Jaejoong pergi, melangkah dengan ringan. Perasaan berat dan terlukanya sudah ia tinggalkan di masa lalu. Di saat di mana ia membutuhkan sosok Yunho, namun sayang pria itu tidak pernah ada.
Jaejoong pun sedikit sadar diri mungkin pria itu memang sudah berubah, belum lama ini pun sebenarnya ia sudah mendengar berita tentang pernikahannya sebab itulah muncul ide gila Junsu yang mendorongnya berlaku seperti ini.
“Huh, Kim Junsu … apa yang harus kulakukan nanti padamu, hah? Lihat seminggu ini aku tersiksa seperti ini."
**
“Hyung!”
“Yah, kenapa kau yang berteriak padaku, huh?” Jaejoong sudah mengangkat bungkus rokok yang ingin ia lemparkan pada makhluk setengah pantat bebek itu.
“Kau memang pantas diteriaki,” jawabnya kesal sambil menyeruput minumannya. “aku sudah sangat merencanakan hal ini dan kau bilang mau menyerah saja. Ini bahkan belum seperempat jalan.”
“Kim Junsu, untuk apa aku kembali lagi padanya.” Kali ini Jaejoong menurunkan nada bicaranya, lelah dengan semua argumen Junsu.
“Menyerah? Kim Jaejoong, yang kukenal menyerah begitu saja?” Giliran Park Yoochun, kekasih Kim Junsu yang mencibir dengan
pertanyaan tersebut. “Yang benar saja?”
“Kalian berdua…” Jaejoong menggeretakkan giginya. “Apa harus kutempeleng kepala kalian, huh? Kalian sudah mendengar apa yang kukatakan, kan? Seminggu ini saja aku tidak bisa bicara banyak padanya, dia hanya menganggapku sampah … lihat dia hanya membiarkanku tinggal di sana, memberi memberi laku beberapa baju dan makanan. Apa aku ini peliharaannya? Dia hanya bisa membalas budiku seperti ini.”
Brakk!
Junsu menampar meja. “Karena hal itu juga, kau tidak bisa menyerah sekarang. Berikan semua yang pantas diterimanya.”
“Termasuk tubuhku?” tanya Jaejoong, entah polos atau gila, matanya mengedip centil. “Menggodanya hanya dengan kata-kata saja tak cukup, dengan tubuhku saja aku tak yakin. Mungkin saja dia sekarang sudah lurus selurus jalan tol …. Kalau begitu, kan semua rayuannya jadi percuma.”
“Y-yah? Apa yang kau katakan dia lurus? Sejak dulu dia tak pernah lurus. Sekarang ini kau saja yang tidak berguna, kejar dia … ikuti dia ke mana saja. Cari cara sana?”
Jaejoong memutar bola matanya. “Entahlah, kupikirkan lagi nanti.”
Junsu mulai tak sabaran lagi. “Dia akan menikah kurang dari satu bulan lagi, Hyung tidak bisa berhenti sekarang. “
“Aku tidak peduli, Junsu. Menikah, ya, menikah saja. Dia ini… kenapa aku harus repot mengejarnya?”
Tangan Junsu kembali melayang menampar meja, lagi. “Kau bilang tidak peduli? Lalu apa yang sudah kau lakukan tahun-tahun ini? Apa kau sudah punya kekasih lain pria atau wanita, huh? Atau bertunangan dengan seorang wanita seperti yang dilakukannya? Tidak ada, menikah apa lagi? Selama ini, Hyung tidak pernah benar-benar bisa melepas bayang-bayang pria Jung itu. Kau masih mencintainya, kan? Tapi saking bodohnya kau tidak mau mendekatinya…Kim Jaejoong, Hyungku tercinta sungguh ini kesempatan terakhirmu sebelum dia dimiliki wanita itu.”
Tiap baris kata yang diucapkan Junsu, tiba-tiba saja membuat Jaejoong termenung sesaat. Apa benar? Dirinya sendiri tidak yakin apa ia masih mencintai Yunho. Dia tidak pernah memiliki kekasih lain atau menolak semua calon perjodohan untuknya bukan karena ia masih mengharapkan Yunho. Ia hanya ingin mencari orang yang tepat dan dicintai olehnya. “Kim Junsu … aku perlu meluruskan sesuatu untukmu.”
“Apa?” sahut Junsu dengan mata menantang, hatinya masih menggebu setengah kesal dan tak sabar dengan tingkah Jaejoong.
“Selama ini aku tidak punya kekasih bukan berarti karena pria itu, tapi semua calon yang kalian dorong padaku memang tidak sosok. Ada Seorang Duda dengan tiga anaknya, aku tidak mau jadi pengasuh. Lalu ada, pria yang tujuh tahun lebih muda dariku terus juga wanita yang hanya tahu berdandan saja dan langsung memintaku memanjakannya tanpa syarat… yang benar saja?”
“Yah, Hyung. Itu kan memang hanya beberapa orang tapi yang lain memiliki penampilan sempurna juga, semua latar belakang mereka sudah kuperiksa. Apa lagi? Kau Hyung, yang punya masalah karena sadar atau tidak setandarmu sudah harus seperti Jung Yunho.”
Jaejoong terdiam, mengingat situasi dirinya yang digambarkan Junsu. “Aku tidak yakin dengan kata-katamu, tapi … yah, mungkin saja.”
“Benarkan?” balas Junsu semangat seolah sudah berhasil meyakinkan Jaejoong.
“Jadi, bagaimana Hyung?” tanya Yoochun, yang lebih sabar.
“Meski nanti aku bisa kembali dengan Yunho nanti, bagaimana dengan orangtuanya terlebih Ibunya?” tanya balik Jaejoong masih merasa gamang dengan perasaan dan masa depannya.
“Kau masih takut dengannya?”
“Yoochun-ah, bukan takut tapi … wanita tua itu ah, ingat apa yang dilakukannya padaku?”
Junsu dan Yoochun menggeleng sambil memutar bola matanya. “Ck, ck, kau lupa …siapa Hyung saat ini dan dulu. Apa yang perlu ditakutkan lagi.”
Jaejoong masih diam dan mencoba berpikir. Tidak sepenuhnya yakin dengan apa yang akan dilakukannya juga semua usulan-usulan yang diberikan Junsu dan Yoochun karena selama ini, ia merasa baik-baik saja tanpa Yunho meski, tentu saja tidak dipungkiri sesekali ia akan ingat masa lalunya dengan Pria Jung itu.
“Hyung, apa kau sungguh tidak sakit hati sedikit saja punya rasa untuk membalas mereka dan mendapatkan apa yang seharusnya kau miliki. Haruskah kuingatkan lagi apa yang terjadi padamu dulu …?"
“Junsu-yah.”
“Wanita itu, calon istrinya Jung Yunho adalah wanita yang sama sudah memfitnahmu. Nyonya Jung yang merasa paling terhormat itu … kau ingat? Dia melemparmu ke jalanan, mengeluarkanmu dari universitas.”
“Junsu-yah, semua sudah berlalu juga, ” jawab Jaejoong berusaha bijak meski terkadang ia memang masih merasakan sakit hati. Namun sama sekali ia tidak berniat kembali mengorek masa lalu apalagi harus menceburkan diri ke lumpur yang sama.
“Bagus kalau begitu.”
“Bagus apanya?” Yoonchun berbalik menghadap Junsu, tidak mengerti. Bukankah sebelumnya mereka sepakat untuk mendorong Jaejoong mendapatkan cintanya.
“Iya, bagus,” sahut Junsu melirik antara Yoochun lalu Jaejoong. “ Kalau Hyung memang tidak berniat kembali pada si Jung itu… Hyung harus terlebih dulu menikah. Tunjukan pada kami dan orang itu … Hyung benar-benar serius sudah melupakannya.”
“Kim Junsu kau keterlaluan. Bagaimana bisa aku menikah lebih dulu darinya?”
“Tidak peduli… hanya lakukan saja. Soal siapa? Biar saja aku yang urus.”
“Dasar Adik sialan! Kau memang cari mati denganku.” Giliran Jaejoong yang menggebrak meja, tidak menyangka jika adiknya itu terobsesi sekali dengan urusan asmaranya.
Junsu tersenyum senang, merasa sangat bersemangat kakaknya, Jaejoong mau tidak mau pasti akan menyetujui permintaanya. “Aku tidak berani padamu, Hyung … hanya, tentu saja aku harus menolongmu dalam urusan seperti itu. Kau tidak bisa diandalkan jadi, biarkan aku membantumu.”
“Hah, omong kosong apa, itu Kim Junsu?”
“Terserah … jadi, pilihanmu tetap tidak akan kembali pada Jung Yunho, itu, kan? Segera, setelah ini aku akan mencari calon pendamping hidupmu.”
“Kim Junsu!”
To be continue
'060920'
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top