Part 1Ja

'Hah', Jaejoong menghela napas dengan sangat keras, yang bahkan sampai orang-orang di sampingnya menoleh padanya. Tetapi Jaejoong tidak peduli dengan mereka semua ada hal yang lebih penting, perutnya. "Aku lapar!" rengeknya kesal mencoba merogoh semua kantong di pakaiannya, namun nihil tidak ada yang bisa di dapatkan. Tak ada uang berarti tak ada makan sama sekali. Bukan hanya perutnya yang perih, tapi juga hatinya.

"Menyedihkan, kau sungguh lapar anak muda?" Tiba-tiba seorang nenek berujar padanya.

Tanpa tahu malu Jaejoong tersenyum kecil dengan wajah sedikit merona sembari mengangguk seperti anak anjing, yang berharap dikasihani. Nenek itu tidak segera menjawab, tapi melirik Jaejoong dari ujung kaki sampai kepala lalu menatap wajahnya lekat-lekat. "Kau masih sangat muda, cukup tampan dan sehat lalu carilah kerja agar kau bisa makan. Jangan hanya bisa malas-malasan."

Seketika wajah Jaejoong langsung berubah murung, menyentuh bagian dada kirinya yang baru saja terasa sakit, namun jelas tak berdarah. Perkataan Nenek tua itu menghantam perasaannya, tentu saja tidak ada yang salah. Jika ingin makan setidaknya kita perlu uang dan uang dihasilkan dari bekerja, tapi ... seharusnya nenek itu tidak perlu bertanya jika hanya ingin meledeknya. 'Kupikir Nenek tua itu akan memberiku sedikit uangnya, aish, ternyata ... ' gerutu Jaejoong dalam hati sembari memerhatikan jalanan menunggu lampu hijau menyala.

Tak lama sampai akhirnya ia berjalan perlahan seolah lesu , tapi sebelum sampai jalanan seberang Jaejoong sempat berhenti lalu berbalik seakan sesuatu tertinggal namun ia terlalu terlambat. Lampu jalanan sudah berubah merah dan sebuah mobil tanpa disangka melaju cukup kencang hampir menyeretnya.

"Apa yang kau lakukan,hah? Kau ingin mati!" teriak pengemudi yang hampir menabraknya.

"Ukhhh... sakit."

"Ada apa di depan? Kenapa belum jalan?"

"Maaf, Tuan. Sepertinya barusan hampir saja ada kecelakaan," jawab Sopir pribadinya. "Seorang pria hampir saja tertabrak, bagaimana bisa dia berbalik lagi setelah lampu berubah merah," lanjutnya menggerutu sambil memutar setirnya untuk sedikit menyamping keluar dari kemacetan.

Di kursi belakang Yunho enggan menanggapinya dan masih melihat keluar. Sebelumnya ia tidak tertarik, tetapi seseorang yang baru saja tertatih bangun dari aspal jalanan membuatnya terhenyak. "Berhenti!".

Saking terkejutnya, Jaejoong bergeming terlalu lemas seakan tidak bisa berdiri. "M-maaf," ujarnya lirih setelah berhasil menarik napas, tubuhnya masih terbaring di aspal. Terlepas dari rasa sakitnya, Jaejoong segera bangkit tidak ingin berlama-lama menghambat jalanan apalagi menghadapi pria tua besar, yang baru saja hampir menabraknya.

"Jaejoong!" Yunho yang sudah keluar dari mobilnya segera memanggil orang yang dikenalnya.

"Y-yunho? Kau, kah itu?" Jaejoong ragu sampai menyipitkan matanya seolah tak yakin melihat pria yang baru saja memanggilnya. "Lama tidak berjumpa," ujarnya sambil mendekat dan penuh semangat.

*

"Apa kau yakin tidak terluka?"
Jaejoong memeriksa tubuhnya sendiri, tersenyum kecil lalu menggeleng kecil."Kurasa tidak, hanya lecet ditangan."

Keduanya kini duduk di dalam sebuah café setelah Yunho melihat Jaejoong ia berniat untuk membawanya untuk mendapatkan perawatan, tapi ditolak.
Pria yang sudah lama tidak ditemuinya itu malah memintanya untuk dibawa ke restoran mengatakan jika perutnyalah yang butuh perawatan alias kelaparan. Sayangnya tidak ada restoran terdekat hanya beberapa café umum yang hanya menyediakan kue dan beberapa roti lapis.

"Perlahan saja makannya, kau bisa tersedak," ujar Yunho, yang tidak bisa menahan diri dari sikap kelaparan Jaejoong.

Jaejoong menggeleng lagi dengan mulut yang penuh, menggigit roti lapisnya penuh nafsu. "A-aku tidak bisa mengganggumu terlalu lama."

"Jangan bicara sambil makan, habiskan lebih dulu." Yunho mengambil tisu, membersihkan remah-remah roti di sudut bibir Jaejoong. Hatinya terasa tidak nyaman ketika melihat Jaejoong yang sekarang.'Seberapa sulit hidupnya ?' tanyanya dalam benak.

Yang Yunho ingat dulu, Jaejoong adalah sosok yang cerdas dan akan memiliki masa depan yang cerah meski berasal dari keluarga sederhana tapi harapannya sangat besar karena banyak yang menyukai dan mendukungnya. Begitu juga sifatnya yang riang dan penuh semangat, pemuda yang tidak akan menyerah pada kehidupan sampai ketika, hidupnya harus terganggu olehnya. Perasaan menyesal sekaligus marah menyentak sanubarinya, merasa karena kesalahan dirinya. Yunho merasa harus bertanggung jawab padanya.

"Terima kasih, Yunho." Jaejoong sedikit menunduk, meneguk air minumnya banyak-banyak. "Sungguh memalukan rasanya bertemu denganmu seperti ini, tapi aku bisa apa. Perutku tidak bisa hanya memakan rasa malu. Aku sudah sangat menahan kelaparan tiga hari ini, jika lebih lama saja aku bisa mati cepat atau lambat."

"K-kau tidak bisa bicara sembarangan, Jaejoong." Yunho berwajah masam tidak senang. "Siapa yang bisa mati karena kelaparan, huh? Apalagi dirimu, hal itu tidak bisa dimaafkan."

Hanya senyum simpul yang diberikan Jaejoong, entah harus merasa tersanjung atau tidak. "Y-yah, mati kelaparan memang tidak bisa dimaafkan, tapi mungkin mati tertabrak tidak masalah. Tidak terlalu memalukan, bukan?"

"K-kau tidak akan mati. Kenapa terus membicarakan kematian," ujar Yunho makin tak senang. Matanya tajam menatap Jaejoong.

Jaejoong cemberut, memalingkan wajahnya seolah marah. "Jangan menatapku seperti itu. Hidupku sudah memilukan, juga sangat menyedihkan tidak perlu lagi memarahiku."

Yunho menarik napasnya dalam-dalam, menghilangkan raut wajahnya yang masam. "Aku tidak marah, aku hanya tidak senang kau terus mengatakan soal kematian," tuturnya lebih lembut. "Lalu, sekarang kau akan ke mana? Aku akan mengantarmu."

Jaejoong menggigit ibu jarinya seolah berpikir, lalu menggeleng. "Hm, kau bisa pergi lebih dulu saja," jawabnya pada akhirnya. "Kau pastinya sibuk. Jangan menghiraukanku, aku bisa pulang sendiri."

Sudah menjadi kebiasaannya ketika berpikir, Jaejoong akan menggigit ibu jarinya sedangkan Yunho akan mengetukan jarinya di meja cukup lama sebelum akhirnya menyerah. "Baiklah, aku memang sibuk, tapi berikan aku nomor ponselmu." Tuntutnya. Dalam benaknya ia tahu Jaejoong tidak akan pernah menghubungi kembali, mungkin kali ini bisa jadi yang terakhir bagi mereka dan Yunho tidak mengingkan hal itu. Ia ingin membayar kesalahan masa lalunya pada pria itu meski, hanya sedikit saja.

"A-aku tidak punya ponsel," jawab Jaejoong jujur dengan penuh keraguan. Lalu, wajahnya berubah sedikit sendu seakan penuh kelelahan dan kemudia berkata lesu, "Apa kau ingin aku membayar hutang makanan ini?"

"Bukan itu maksudku," jawab Yunho tergesa sekaligus terkejut dengan pikiran Jaejoong. Ia tidak akan mengambil sedikit uang itu.

"Ah, aku tahu." Raut wajah Jaejoong kembali berubah, bibirnya kembali memperlihatkan senyumnya. "Tidak masalah Yunho, aku berjanji setelah mendapat kerja aku akan segera membayarmu. Ingat saja ini!"

"Aku tidak membutuhkan uang yang baru saja kugunakan itu, Jaejoong."

"Lalu, apa?"

"Berikan saja aku alamat atau nomor telepon yang bisa kuhubungi."

Jaejoong menggeleng, menghela napas seolah banyak keberuntungan memang sudah hilang. "Aku tidak punya apapun, Yunho. Sungguh! Lebih baik lain kali jika kita bertemu baru aku akan membayar pinjaman makan ini ... padahal dulu saja aku tidak pernah perhitungan padamu," gerutunya pelan diakhir kalimat dengan wajah lebih menyedihkan.

Yunho menekan pelipisnya,merasa bingung, ia benar-benar tidak membutuhkan hal lain. Ia hanya ingin tahu keberadaannya agar tidak bisa hilang dengan mudah lagi, tapi Jaejoong tetap tidak mengerti atau dia sedang berpura-pura, curiganya dalam hati. "Katakan saja alamatmu."

"Aku tidak punya rumah," jawab Jaejoong ketus karena merasa didesak. "Kemarin lusa aku baru saja diusir dari kontrakan, tunggakanku juga banyak ponsel jelekku terpaksa dijual untuk makan ...padahal cuma itu yang kupunya, sekarang aku ini gelandangan," desahnya menyedihkan.

Yunho lebih terpana lagi dengan penuturan Jaejoong, tidak menyangka jika hidupnya benar-benar menyedihkan sampai bibirnya terkatup rapat, seakan tidak bisa berkata apa-apa. Cukup lama keduanya dalam hening akhirnya Yunho bangkit berdiri dan berkata, "Ayo, ikut denganku!"

"Aku tidak mau," jawab Jaejoong jelas ragu, matanya bergerak gelisah.
"A-apa kau tidak takut jika, Ibumu akan tahu? Dia akan mengusirku lalu menindasku lebih parah ... aku sudah sangat menyedihkan. J-jika, kau mau menolongku berikan saja aku uang," lanjutnya entah polos atau tidak tahu malu.

Yunho menatapnya hampa, tidak tahu apa yang dilakukan Ibunya beberapa tahun lalu sudah membuat pria yang bersinar cerah itu menjadi redup dan penuh penderitaan seperti ini. "Tidak ada yang akan mengganggumu lagi, aku akan menjagamu ...sebagai orang yang dulu pernah k-kau tolong!"

Senyum bibir Jaejoong tampak miris. "J-jadi begitu, yaa ... kau menolongku bukan karena aku..., orang yang pernah kau cintai tapi hanya sebatas hutang budi."

"J-jae."

"Apa, Yunho?"

"Aku janji kali ini Ibuku tidak akan-"

"Aku tidak takut sampai seperti itu, Yunho," ujar Jaejoong lalu menyesap minumannya sampai habis. "A-aku hanya bicara omong kosong barusan. Sebenarnya a-aku lebih takut jika ibumu akan terganggu setelah melihatku lagi."

Yunho bangkit dari kursinya, "Kau tidak akan tinggal bersamanya dan tidak akan pernah bertemu dengannya jadi, ayo pergi saja!"
Langkah Jaejoong tersaruk-saruk, Yunho menyeretnya dengan sedikit kekuatan seolah dia akan kabur saja padahal tidak tahu saja dibalik wajah masam Jaejoong yang seakan dipaksa dibawa pergi hatinya tengah tertawa menyeringai. "Jangan menarikku terlalu keras, aku bisa jalan sendiri."

Yunho menoleh, melirik genggaman tangannya sebelum akhirnya meminta maaf, tapi tidak melepaskannya melainkan hanya sedikit melonggarkan genggamannya. "Kau sangat kesakitan... Maaf, aku pasti akan lebih baik. "

Jaejoong tersenyum sambil menggeleng. "Tidak apa-apa,... teruskan saja itu bukan masalah."

Giliran Yunho yang kini tersenyum, melihat genggaman tangannya. "Yah, rasanya... hatiku pun mengatakan hal yang sama. Ini bukan masalah!"


To be continued

250820'

Mengisi kekosongan setelah beberapa waktu lamanya tidak pernah update cerita baru.. So, Please enjoy! Sambil menunggu 'Black Sea' up ya...

C u

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top