8. Pulang Sekolah
"Iya, ya. Kita lihat aja, bentar lagi juga Nada udahan sama Iel."
Nada hampir berjalan dan menghampiri orang tersebut kalau saja Kevand tidak datang dan menahan tangannya.
"Kagak usah didengerin. Orang lain kan bukan kita. Mau mereka ngomong apa aja hak mereka. Tapi, kalau kita enggak kayak apa yang diomongin mereka, enggak usah marah." Kevand bicara selembut mungkin. Ia tidak ingin emosi Nada semakin naik, jelas saja Kevand tahu betul bagaimana hati dan emosi seorang Al Nada ini, kalau saja Nada seorang diri pasti sudah habis orang yang mengatainya itu.
"Nad, jangan diaduk-aduk doang makanannya, dong," tegur Kevand lagi. Kevand yang semula fokus pada makanannya, terusik dengan bunyi garpu yang terus beradu dengan piring di hadapannya. Nafsu makan Nada benar-benar hilang setelah mendengar perkataan orang yang entah siapa itu. Padahal, sebelumnya Nada terlihat sudah lapar.
"Gue ke kelas aja, deh," putus Nada pada akhirnya. Namun, lagi-lagi Kevand menahan lengan Nada. Lelaki itu tak membiarkan sahabatnya beranjak sebelum makan. Kevand tahu kalau Nada memiliki gangguan lambung dan bahaya kalau perutnya dibiarkan kosong, walau Nada pasti sudah makan pagi.
"Lo enggak bisa pergi sebelum makan," peringat Kevand lagi.
Nada berdecak dan kembali duduk. Memaksa makanannya masuk ke dalam mulut meski perasaannya sudah tidak nyaman sama sekali.
"Gue bilang jangan dipikirin, Nad," lagi, Kevand memperingat Nada lagi, terlihat dengan jelas sekali raut wajah Nada yang tidak enak itu, bahkan orang yang tidak mengenali Nada dengan akrab saja bisa membaca raut wajah perempuan itu.
"Gue enggak mikirin," balas Nada sambil mengunyah.
"Jangan makan sambil ngomong!" Kevand hanya menggeleng saat melihat Nada yang kini sangat lahap menyantap makanannya. Padahal, beberapa waktu lalu sahabatnya itu mengatakan tidak nafsu makan lagi. Berteman dengan Nada sejak lama memang membuatnya begitu hafal dengan tabiat sang sahabat. Maka dari itu, Kevand seperti membuat keseimbangan di antara mereka berdua, Nada yang suka marah-marah, jelas Kevand yang akan menengahi, Nada yang terlalu berpikir berlebihan jelas Kevand yang akan menghancurkan semua pikiran buruk perempuan itu, dan sekarang Nada yang terlihat dijelek-jeleki itu jelas Kevand akan semakin berada di samping Nada.
"Udah habis. Ayo ke kelas."
"Bayar dulu kali," jawab Kevand, mengingat diirnya lah yang membeli makanan itu, ya pakai uang Kevand sendiri.
Perkataan Kevand menghentikan langkah Nada. "Perhitungan banget, lo! Nih!" Nada mengeluarkan beberapa lembar uang dari dalam sakunya.
"Nah gini. Jangan kebiasaan dibayarin gue." kekeh Kevand sambil menerima uang yang diberikan oleh Nada.
Gurauan mereka lagi-lagi tak lepas dari tatapan siswa-siswa yang berada di kantin. Kevand tahu itu. Sebentar lagi, pasti akan ada yang menggunjing mereka seperti tadi. Maka dari itu, Kevand segera menarik lengan Nada agar menjauh dari kantin sebelum Nada mendengar apa yang tidak harus didengarnya. Perasaan Nada sudah mulai membaik. Kevand tidak ingin Nada lebih marah dari sebelumnya, belum lagi sejak ke kantin tadi Nada selalu negaitif thingking tentang kekasihnya.
"Sibuk banget, Iel?" tegur Nada yang baru saja masuk ke dalam kelas dan mendapati sang kekasih sangat sibuk dengan ponselnya.
"Mama nanyain aku gimana. Padahal, aku udah oke, kok," jawab Iel sekenanya, laki-laki itu menghela napasnya, jujur dirinya sudah berasa lebih baik.
Nada mengangguk paham. Mungkin benar apa yang Kevand katakan sebelumnya, ia hanya berpikir terlalu jauh. Tak ada yang harus dikhawatirkan. Iel yang sendiri di rumah tentu dikhawatirkan orangtuanya dan harus selalu mendapatkan kabar.
"Duduk, Nad. Bel udah bunyi, tuh," teriak Kevand dari tempat duduknya, laki-laki itu bahkan tertawa dengan lebar, berhasil menganggu Nada.
Nada kembali mengangguk. Padahal, ia masih ingin mengobrol dengan Iel. Tetapi, bel masuk sudah menginterupsinya. Jadi, terpaksa ia harus kembali ke tempat duduknya. Nada memutar tubuhnya menghadap ke arah Kevand yang kembali sibuk menggambar. "Ternyata bener, gue aja yang overthinking. Iel kan harus kabar-kabaran terus sama mamanya." ucapnya pelan, pelan-pelan juga Nada mengusir segala pikiran kotornya di kepala.
"Gue bilang juga apa? Lo kebanyakan curiga, sih," ucap Kevand berbanga diri karena apa yang ia katakana nyatanya benar dan diakui oleh Nada.
Percakapan keduanya terhenti saat guru memasuki kelas. Hanya sekedar memberikan pengumuman kalau akan diadakan rapat dadakan. Jadi, kegiatan belajar mengajar tidak dilanjutkan hari ini. Nada yang memang kurang bersemangat belajar hari ini hampir saja bersorak kalau saja Kevand tidak menahannya.
"Gue terlalu bersemangat buat leyeh-leyeh." tawa Nada pelan, ia merasakan pukulan kecil kembali mendarat di punggungnya.
Sebelum benar-beanr pulang, Nada bertanya kepada Iel terlebih dahulu. Apakah kekasihnya itu akan dijemput atau tidak. Kalau tidak, Nada akan meminta Kevand mengantar Iel terlebih dahulu. "Iel, kamu dijemput, enggak?"
"Dijemput, Nad," jawab Kevand singkat.
"Ya udah, ayo kita ke depan, aku tunguin kamu dulu baru aku pulang," ajak Nada lagi.
Nada terlihat membantu Iel berdiri yang membuat sang kekasih tertawa. "Kakiku nggak kenapa-napa, Nad. Yang sakit kan tangannya aja. Kakiku kan enggak apa-apa," tegur Kevand lagi dengan tawanya yang masih menyertai.
Hal itu dibiarkan saja oleh Nada seperti biasa, Nada dengan keras kepalanya tetap menunggu jemputan Iel datang yang sebenarnya sudah diminta pulang terlebih dahulu oleh sang kekasih, apalagi Iel juga merasa tidak nyaman karena pada akhirnya Kevand juga terlambat untuk pulang. "Kamu pulang sama Kevand kan, Nad? Kasihan dia kalau nunggu lama. Aku enggak masalah kok di sini sendiri. Jemputanku sebentar lagi datang, kok," bujuk Iel lagi, sungguh ia sama sekali tidak berbohong, ia baik-baik saja menunggu jemputannya sendiri.
"Ah, enggak. Kevand fine-fine aja tuh nunggu. Kamu lagi gini. Aku tunggu sampe jemputan kamu datang," putus Nada tidak ingin dibantah, toh, ngapain mikirin Kevand, Kevand pasti akan mengerti kalau saat ini Iel memang membutuhkan perhatian yang lebih.
Nada bicara Nada yang terdengar lucu membuat Iel tersenyum dan mengacak puncak kepala gadis itu. Membuat sang empunya salah tingkah dan pipinya memanas.
Di mana Kevand? Lelaki itu tentu memilih menunggu di kantin daripada melihat drama picisan sang sahabat. Juga, tidak ingin mengganggu keduanya, ia juga jelas merasa geli melihat bagaimana tingkah laku Nada kepada Iel.
"Eh, sorry."
Kevand yang tengah membayangkan perlakuan Nada kepada Iel terperanjat saat punggungnya tertabrak oleng seseorang. Ia juga merasakan punggungnya basah. Ternyata, orang yang menabraknya itu menumpahkan minumannya ke punggung Kevand.
"Sorry banget. Nggak sengaja," lanjut perempuan itu lagi.
Perempuan yang menabrak Kevand itu berkali-kali meminta ma'af dengan wajah tertunduk. Kevand bisa melihat betapa takutnya gadis di hadapannya itu.
***
Terima kasih sudah membaca sampai sini.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top