7. Nada dan komentar buruk

Sudah satu minggu sejak Iel dilarikan ke rumah sakit. Empat hari yang lalu, lelaki itu sudah diperbolehkan pulang. Nada hanya pernah mengunjunginya sekali karena merasa tidak enak. Itupun, ia datang bersama teman sekelasnya, dan setelahnya Nada tak lagi mengunjungi kekasihnya itu. Gadis itu tidak tahu kalau hari ini, Iel memilih kembali masuk ke sekolah dengan kondisi tangan kirinya yang masih berbalut gips.

"Kok kamu nggak ngabarin aku kalau masuk hari ini?" tanya Nada.

Iel terkekeh dan meminta Nada duduk di sampingnya. "Surprise. Kaget enggak?" godanya.

Nada ikut terkekeh, "kaget, lah. Padahal, kalau kamu ngomong, aku bisa bawain kamu bekal."

"Enggak usah repot-repot," sanggah Iel langsung.

Nada kembali ke tempat duduknya saat bel belajar masuk berbunyi. Ia sebenarnya masih agak khawatir dengan kondisi Iel saat ini. Tetapi, ia paham kalau kekasihnya juga merasa bosan kalau terus berada di rumah. Apalagi, orang tuanya jarang sekali pulang.

"Kagak usah diliatin mulu. Iel kagak bakal ilang."

Bisikan Kevand membuat Nada hampir melempar bolpoin di tangannya. Hal itu membuat Kevand tertawa pelan, melihat bagaimana tingkah Nada itu.

"Berisik."

Keduanya kembali fokus pada pelajaran yang tengah di jelaskan oleh gurunya di depan. Bukan Nada namanya kalau tidak penasaran pada apapun. Termasuk, saat Iel tak henti-hentinya melirik ponselnya. Seperti menunggu seseorang mengabarinya. Nada rasa, Iel tidak terlalu tertarik dengan benda pipih serba bisa itu sebelumnya. Bahkan, mereka saja tidak terlalu intens berkirim pesan.

"Istirahat bentar lagi. Lo nggak harus liatin Iel segitunya kali, Nad." Kevand kembali menegurnya, laki-laki yang duduk di belakang Nada itu jelas mengerti apa yang tengah Nada rasakan.

"Ya elah. Berisik amat, lo! Sana liat ke depan. Entar kena tegur mampus!"

"Baik, anak-anak. Untuk hari ini cukup. Ada yang ingin ditanyakan sebelum ibu tutup pelajaran hari ini?"

Seluruh kelas menjawab serempak tidak yang membuat gurunya mengangguk dan merapikan bukunya untuk segera meninggalkan kelas.

"Iel, mau makan apa?" tanya Nada saat satu persatu teman-temannya keluar kelas, perempuan itu jelas melangkah di mana Iel duduk.

Iel yang semula menatap ponselnya itu kini menatap Nada. "Aku bawa bekal, kok." jawab lelaki itu sambil mengeluarkan kotak bekalnya dari dalam tas.

"Bibi yang bikinin?" Pertanyaan retoris yang harusnya tidak Nada tanyakan, karena, mana mungkin ibu Iel yang memasak bekal tersebut, bahkan sejujurnya Nada saja tidak yakin kalau ibunya Iel ada di rumah saat ini, dan tentang jepit rambut itu, ah sudahlah.

"Hmm..." balas Iel. "Kamu makan aja dulu. Nanti, kita ngobrol lagi, nanti jam istirahatnya habis repot lagi kalau kamu belum makan."

Mau tidak mau, Nada mengangguk dan menarik Kevand yang masih duduk di kursinya sambil menggambar tidak jelas di bagian belakang bukunya. "Ayo jajan!" ajaknya kepada sahabatnya itu.

"Lah? Gue kira lo sama Iel?" terdengar nada bingung dari Kevand.

"Iel bawa bekal. Sekarang, gue laper banget. Ayo cepet kita ke kantin, enggak usah banyak nanya," jelas Nada lagi.

Kevand hanya bisa merengut sambil menggerutu, "Sabar elah, Nad!"

Pemandangan tersebut tak luput dari pandangan Iel yang kini tengah makan sambil sesekali melihat ponselnya.

Nada yang sudah berada di depan kelas benar-benar menghentikan langkahnya lalu menoleh, menatap Iel di tempatnya, "Iel, aku ke kantin dulu, ya," izinnya.

Iel jelas mengangguk dengan senang hati, "Iya."

"Lo ngerasa aneh gak sih sama Iel, Kev?" tanya Nada saat keduanya sudah keluar dari dalam kelas, perempuan itu berjalan bersisian dengan Kevand menuju kantin.

Kevand merespon dengan menatap Nada, "Anehnya apa?" tanya Kevand bingung.

"Ditanya malah balik nanya," respon Nada, "maksud gue, lo ngerasa enggak sih kalau Iel nyembunyiin sesuatu dari gue gitu? Gerak-geriknya mencurigakan gitu?" jelas Nada akhirnya, karena jujur saja Nada sangat merasakan hal itu, Iel yang sering kali memeriksa ponselnya, Iel yang rasanya kini cukup jauh dari Nada, rasanya Nada juga sudah cukup memberikan perhatian, tapi Nada merasa Iel menolak itu semua secara halus.

Kevand yang mendengar itu jelas langsung beromentar, "Jangan kebiasaan nuduh orang," peringat laki-laki itu mendorong pelanggan dahi Nada, jujur saja Kevand sudah hapal sekali dengan sikap dan sifat perempuan itu, dan menurut Kevand kali ini Nada cukup kelewatan, Iel terlihat baik-baik saja, perilakunya juga tidak aneh kalau tadi Kevand lihat, "kalau masalah ponsel mungkin aja kan dia lagi nungguin pesan orangtuanya, apalagi Iel yang baru saja keluar dari rumah sakit wajar sekali rasanya laki-laki itu selalu mengabari orantuanya, Kevand pun akan melakukan hal itu kalau semua ini terjadi kepada dirinya, bahkan tidak dalam keadaan susah saja dirinya selalu mengabari bunda, apalagi saat ini keadaan Iel cukup mengkhuatirkan.

Nada jelas langsung membantah perkataan Kevand, "gue nggak nuduh ya, cuma agak curiga aja," jelasnya lagi.

"Itu tuh. Bahan overthinking. Ntar lo nangis-nangis malem-malem. Padahal, enggak ada yang aneh. Lo bikin asumsi sendiri, dipikirin sendiri. Nangisnya ke gue," peringat Kevand lagi, jelas saja, memang siapa lagi yang mau mendengarkan keluh kesah Nada selain dirinya, jelas tidak ada, Kevand jadi menyesali kenapa dirinya bisa bersahabat dengan perempuan ini.

Nada hanya memutar bola matanya malas setelah mendengar jawaban Kevand. Pantas, sahabatnya itu gampang dibodohi oleh mantan kekasihnya. Pikirannya terlalu positif dan tak pernah menaruh curiga barang sedikitpun kalau tidak melihat dengan mata kepalanya sendiri, tapi saat Kevand melihat hal menyakitkan di depan matanya pun Kevand masih saja bisa berbuat baik, halah kalau Nada yang mengalami itu sudah lah, jangan ditanya lagi, sudah habis orang itu.

"Gue enggak niat overthinking, ya. Cuma kalo diliat-liat emang bikin kepikiran aja tingkahnya," jelas Nada lagi, ya baik lah Nada tidak mengelak kalau dirinya lebay, apa pun ia lebih-lebihkan – hal itu yang selalu saja dikatakan oleh Kevand, tapi jujur hal yang dilakukan Iel itu cukup jelas di depan matanya, dan Nada juga tidak akan mencurigai Iel kalau kekasihnya itu tidak melakukan yang aneh-aneh kan?

"Itu namanya overthinking, Nada, bodo amat lah, lo mau makan apa?" Kevand mengalihkan pembicaraan. Ia tidak mau Nada berpikir terlalu jauh, terlebih mereka juga sudah sampai di kantin.

"Batagor biasa. Minumnya es teh lemon banyakin esnya."

"Es terooos!" komentar Kevand, bahkan laki-laki itu berucap mirip sekali dengan ibunya Nada.

Nada hanya mencebik kesal saat Kevand meledeknya. Gadis itu memilih untuk mencari tempat duduk untuk mereka berdua, matanya memutari isi kantin, mencari tempat duduk.

"Nada tuh bukannya pacar Iel enggak sih?"

"Iya. Tapi kok dia sama Kevand mulu, ya?"

Sayup-sayup, Nada mendengar orang membicarakannya, matanya jelas langsung menatap meja yang diduduki oleh orang itu.

"Kayaknya, Kevand putus sama Mikha juga gara-gara dia, ya. Secara, mereka lengket banget. Siapa yang nggak cemburu, coba?" lanjut perempuan itu, padahal dirinya tahu kalau saat ini Nada tengah menatapnya.

***

Terima kasih sudah membaca sampai sini :)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top