6. Diusir

Karena Nada tak ingin kembali menyusahkan Kevand, hari ini ia pergi ke rumah sakit menjenguk Iel sendiri. Ya, selain itu, Nada juga tidak ingin menambah kesalahpahaman di antara dirinya dengan sang kekasih, karena kalau mengajak Kevand ya sama saja namanya. Tentu tak mudah meyakinkan Kevand kalau ia bisa sendiri, karena, Kevand khawatir dirinya akan pulang malam, atau bisa saja hujan kembali turun dan Nada kembali sendirian.

"Lo beneran mau ke rumah sakit sendiri?" tanya Kevand, kembali memastikan kepada Nada.

"Gue bukan anak kecil, ya. Gue bisa sendiri. Lo udah nanya ini berapa kali?" lama-lama jujur saja Nada juga mendadak males dengan pertanyaan Kevand yang sepertinya benar-benar meremehkannya itu.

"Ya gue kan cuma khawatir sama lo."

"Terima kasih, Bapak Kevand. Tapi, gue beneran mau sendiri aja. Lo langsung pulang! Awas aja kalau diem-diem nemuin si nenek lampir!" ancam Nada, entah kenapa pikirannya malah menuju perempuan itu, hal itu bukan tanpa alasan, karena Nada beberapa kali melihat Kevand yang masih mencoba melakukan interaksi dengan mantan kekasihnya saat waktu istirahat, pun perempuan itu, ia masih saja mencuri-curi kesempatan agar bisa mengajak Kevand mengobrol.

"Iya, bawel! Enggak! Udah sana lo! Entar enggak ada bus. Pulangnya lo telepon aja gue."

"Gimana nanti. Ya udah, gue duluan." Nada menyudahi pembicaraan itu dengan lebih dahulu meninggalkan Kevand.

Kevand menggeleng pelan saat melihat tubuh mungil Nada semakin menjauhinya. Padahal, hari ini Kevand sengaja membawa mobil agar mereka tak kehujanan seperti kemarin.

Nada mengirimkan pesan kepada Iel terlebih dahulu kalau ia sedang berada di jalan menuju rumah sakit. Kali ini, Iel membuka pesannya. Ya, setidaknya pesan yang ia kirim dibaca, dengan wajah yang lebih cerah dari kemarin, Nada berjalan agak cepat menyusuri koridor rumah sakit sambil menenteng buah-buahan yang bundanya bawakan.

"Hai..." sapa Nada saat masuk ke ruangan Iel.

Nada bisa melihat kekasihnya itu tersenyum tipis sambil menepuk tempat tidurnya. Memberi kode pada Nada agar duduk di sampingnya. "Gimana hari ini? Lebih baikan?" tanya Nada masih dengan nada khuwatir, Nada tetaplah Nada, walau pernah beberapa kali pikriannya terbesit hal yang tidak-tidak tapi Nada tetap saja selalu merasa panik, selalu merasa Iel kenapa-kenapa.

"Lumayan. Kepalaku enggak pusing lagi, mungkin, besok bisa pulang."

Nada mengangguk, "Oh, syukurlah," perempuan itu tak melanjutkan perkataannya. Padahal, sebelumnya ia ingin mengajukan beberapa pertanyaan kepada sang kekasih. Tetapi, fokusnya kini tertuju pada sebuah benda di atas nakas yang tentu saja itu bukan benda yang digunakan oleh laki-laki.

Ya, jepitan rambut. Nada tidak familiar dengan benda itu, daripada menyimpan rasa penasarannya sendiri, Nada akhirnya bertanya kepada Iel, "Ini punya siapa, Iel?" tanyanya dengan mata yang sedikit menyipit, seolah menuntut jawaban yang jujur dari kekasihnya itu.

"Punya mama. Mungkin, tadi pagi mama lupa ambil."

Nada tahu kalau ibu Iel sangat sibuk bahkan bisa bekerja sampai larut. Sampai-sampai, Iel pun sendiri di rumah sakit.

"Kamu curiga sama aku, Nad?" tanya Iel.

"Ha?" Nada mendadak bingung dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh kekasihnya itu.

"Kamu curiga sama aku?" Iel mengulang pertanyaan yang sama, dengan nada bicara yang mulai meninggi.

Nada menggelengkan kepalanya, "enggak," jawabnya sekenanya.

Kevand menganggukan kepalanya, matanya menatap Nada dengan seksama, "kamu nanya itu artinya kamu penasaran sama benda itu."

"Ya aku cuma mau tahu, Iel," jawab Nada, ia mulai merasakan ada yang salah diantara mereka, tidak hanya hari ini, tapi memang dari kemarin.

"Dari kemarin, kamu nanya terus benda-benda yang ada di ruangan aku. Kamu sebenarnya mau jengukin aku apa mata-matain aku, sih?" Iel kembali bertanya dengan alis yang bertaut, menatap Nada dengan rasa yang tidak suka, sungguh lama-lama Iel juga risih kalau seperti ini.

Nada menganga tak percaya dengan pertanyaan yang dilontarkan Iel, ia benar-benar tidak menyangka kalau kekasihnya itu akan berucap seperti itu. "Kok kamu nanyanya gitu? Aku nggak berpikir sejauh itu loh, Iel," jelas Nada membalas ucapan itu dengan tatapan yang tidak suka juga bercampur terkejut.

"Aku enggak mau kamu mikir aneh-aneh, Nad. Itu aja," jawab Iel jujur.

"Aku nggak." balas Nada pelan. Padahal, ia agak kesal dengan tuduhan Iel barusan, tetapi, karena lagi-lagi ia tak ingin memperpanjang masalah, ia akhirnya mengalihkan pembicaraan, mencoba untuk mengabaikan segala raut wajah kekesalan yang tadi ia lihat terpancar dari wajah Iel. "Iel mau buah kah?"

Iel mengangguk riang, "Boleh. Apel, ya," pintanya.

Nada dengan telaten mengupas satu buah apel dan menyuapi Iel, ia sama sekali tidak membahas apa pun lagi.

"Makasih ya." Iel berucap dengan mulut yang penuh buah.

"Kalau makan jangan sambil ngomong," tegur Nada karena Iel yang bicara saat masih mengunyah apelnya, walau terlihat lucu tapi itu juga tidak baik, Nada jadi tidak terlalu jelas mendengar ucapannya.

Kekasihnya itu hanya tertawa pelan dan menelan apelnya dengan cepat. "Kamu udah makan?" tanya Iel saat ingat kalau Nada langsung ke rumah sakit setelah pulang sekolah, walau perempuan itu bawa pakaian ganti tapi Iel tidak melihat Nada makan siang.

"Sudah sayang, tadi aku bawa bekal. Soalnya, bakal pulang telat. Oh iya, kata mama, semoga cepat sembuh. Ma'af belum bisa jenguk kamu katanya."

"Enggak apa-apa. Bilang mama makasih. Iel besok pulang, kok."

Obrolan keduanya terhenti saat mendengar sebuah suara di depan ruangan Iel.

"Sebentar." Nada bangkit dari duduknya untuk mengecek ada apa sebenarnya, jelas, hal itu sangat menarik bagi Nada, walau di depan matanya ada kekasihnya, tapi rasanya mendengar ada suara membuat Nada langsung berdiri dari posisi duduknya. Nada melihat seseorang yang mengambil parcel yang terjatuh tepat di depan ruangan Iel lalu orang itu bergegas begitu cepat.

"Ada apa, Nad?" tanya Iel ikut penasaran.

"Orang barangnya jatuh gitu. Mungkin buru-buru kali, ya. Bikin kaget aja," jawab Nada.

"Duh, dikira apa." balas Iel.

Keduanya kembali bercerita mengenai kejadian-kejadian kecil yang terjadi demi mengingat masa lalu. Nada juga tak lupa menceritakan apa saja yang terjadi saat Iel tidak masuk sekolah.

"Kangen Iel di kelas, deh," tiba-tiba saja Nada bergumam, ia memandang Iel yang ada di depannya terbaring dengan lemah itu.

Kevand memegang tangan Nada dengan lembut, jelas laki-laki itu juga merasakan rindu kepada Nada dan juga teman-teman sekelasnya, "aku juga kangen. Janji bakal masuk sekolah secepatnya."

Tidak, bukan begitu maksud Nada, Nada hanya berharap kalau Iel cepat sembuh, "Iel sembuh dulu, jangan mikirin sekolah, enak libur kan?" tanya Nada dengan gurauannya.

"Iya, bawel. Aku bakal cepet sembuh, ya enak sih, tapi sepi asli."

Nada mengerucutkan bibirnya saat Iel mengatainya bawel. Lagi dan lagi, ponsel Iel berdering saat keduanya masih terlibat obrolan yang menyenangkan. Iel tak banyak bicara dengan orang di seberang sana. Hanya iya dan iya yang Nada dengar.

"Nad, kamu pulangnya gimana?" tanya Iel, ia melirik jam dinding, mengingat Nada yang ke sini sendirian tanpa Kevand.

"Naik taksi, maybe," jawab Nada sekenanya.

"Jangan terlalu malam, nanti susah cari taksinya, nanti kamu kemaleman sampai rumah," ingat Iel lagi kepada Nada.

"Iya, iya, ini masih sore, kali Iel," elak Nada, sebentar, ini kenapa Nada melihat kalau Iel tengah mengusir dirinya ya?

"Iya, tapi kamu perempuan. Bahaya lho. Pulang aja. Aku enggak apa-apa sendirian kok."

Iel mengusirnya seperti kemarin dan kali ini terlihat dengan jelas dan bisa Nada rasakan. Nada dengan segala pemikirannya yang terkadang berlebihan itu tentu kembali curiga. Tetapi, ia tidak ingin menambah beban pikirannya. Jadi, ia akhirnya pamit pulang, lagi pula memang harusnya dirinya pulang kan, dirinya diusir. Tetapi, ia tidak pulang dengan taksi. Melainkan, meminta Kevand menjemputnya.

"Kevand, jemput gue!" Hanya itu yang Nada ucapkan dan langsung mengakhiri panggilannya.

***

Terima kasih sudah membaca sampai sini :)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top