Chapter 4

Reza yang sedang bekerja mendapat telepon dari Aira. Melihat kondisi toko yang sedang tidak ada pembeli, ia memutuskan untuk menjawabnya.

"Ada apa, Aira?" tanya Reza langsung ke inti pembicaraannya.

"Apa kau luang besok pagi?"

"Luang selama aku sudah bangun. Memangnya ada apa?"

Aira terdengar ragu untuk berbicara pada Reza. Bahkan sesekali terdengar dia bergumam sendiri walau tidak jelas.

"Aira?" panggil Reza untuk memastikan gadis itu masih tersambung pada jaringannya.

"... Aku ingin kau menemaniku interview?" ucap Aira dengan pelan.

"Aku tidak bisa melakukan itu tapi kalau sebelum melakukan interview, aku bisa menemanimu." Reza menjawab sambil melihat kondisi sekitarnya.

"Benarkah? Maaf membuatmu repot," balas Aira.

"Daripada meminta maaf, lebih baik mengucapkan terima kasih. Ah ada pelanggan, kututup dulu," ujar Reza yang langsung menutup panggilan dari Aira dan menyambut pelanggannya.

"Gadis itu?" tanya Fikri yang sedang mengurus kotak-kotak rokok di dekatnya.

"Begitulah. Kau akan mengenalnya saat dia bekerja di sini," balas Reza.

"Yah tentu saja."

***

Keesokan harinya Reza menggunakan pakaian santainya sedang duduk di depan sambil melanjutkan novelnya. Sesekali dia mengecek jam tangannya karena datang lebih awal dibandingkan Aira.

'Oh Reza? Tumben ada di sini," sapa Rumi yang datang ke minimarket.

"Aku ada sedikit urusan sih. Kau sendiri? Seingatku Raya tidak dapat shift pagi hari ini."

"Aku hanya belanja barang kebutuhanku saja kali ini. Selain itu, Raya tidak ada shift hari ini," balasnya sambil mendekat ke arah Reza.

"Hoo." Reza membalas singkat lalu melanjutkan membaca novel yang berada di tangannya.

"Eh? Itu novel Raya bukan? Jadi kau membacanya juga," ucap Rumi dengan bersemangat karena buku buatan pacarnya dibaca oleh orang lain.

"Begitulah. Isinya juga lebih bagus dari ekspetasiku."

"Begitukah? Kalau begitu aku belanja dulu," ujar Rumi sambil berjalan meninggalkan Reza.

Tidak lama setelahnya datang Aira yang mengenakan pakaian formal. Reza menutup novelnya dan menyapa Aira yang baru saja datang.

"Aira, ke sini," panggilnya.

Setelah memarkirkan motornya dan melepas helm, Aira berjalan mendekati Reza. Bisa dilihat dari wajahnya kalau dia sedang gugup dan kurang percaya diri.

"Tidak perlu segugup itu, percayalah pada dirimu," ucap Reza berusaha menyemangati.

"T-tapi... ini pertama kalinya aku melakukan interview...." Aira mulai berkeringat saking khawatirnya dia pada hasil interview-nya nanti.

Reza menepuk pundak Aira untuk membuatnya merasa lebih rileks. Lelaki itu memahami perasaan gugup Aira yang tidak teratur karena dia pernah mengalaminya. Oleh karena itu dia meyakini satu hal.

"Kegugupan itu berasal dari dalam dirimu. Kalau kau berhasil melawannya sendiri, maka kau tidak akan gugup lagi."

Aira terdiam memikirkan ucapan Reza. Meskipun dia mengetahui hal itu tapi kegugupannya tidak bisa hilang begitu saja.

Melihat gadis berambut hitam itu yang masih dipenuhi rasa tidak percaya diri, Reza menghembuskan napasnya. Dia memikirkan cara untuk membuat Aira menjadi lebih berani dalam menghadapi sesuatu.

"Begini saja, aku akan memberimu sesuatu kalau kau berhasil bekerja di sini," ujar Reza untuk membuat Aira lebih termotivasi untuk mengeluarkan kepercayaan dirinya.

"Umm... baiklah. Aku akan berusaha."

"Semangat."

***

Beberapa hari sudah berlalu sejak Aira melakukan inverview-nya. Dia tetap mengunjungi minimarket itu untuk sekedar berbincang dengan Reza. Tak jarang mereka merokok bersama di depan minimarket itu meski sepanjang waktu wajah Aira terlihat seperti mengkhawatirkan hasil wawancara yang dia lakukan.

"Apa kau sudah menemukan hobi yang cocok denganmu?" tanya Reza tiba-tiba ketika bersama Aira.

"Aku mencoba menggambar orang tapi itu sangat sulit, terutama saat aku mencoba menggambar laki-laki. Aku selalu merasa tidak enak. Aku lebih suka menggambar background atau pemandangan," jawab Aira sambil menjelajah di ponselnya untuk menunjukkan hasil gambarannya pada Reza.

"Itu hasil yang bagus. Aku tidak pernah suka membuat background walau aku bisa," ucap Reza terpaku melihat gambar yang ditunjukkan Aira

"Benarkah? Akan bagus jika aku bisa menggambar orang sepertimu," ucap Aira.

"Hm.... Aku pergi ke dalam terlebih dahulu." Reza langsung pergi masuk kembali ke dalam minimarket meski jam kerja shift-nya sudah selesai.

"Oke," balas Aira yang sedikit kebingungan karena Reza yang tiba-tiba pergi tanpa memberitahu alasannya.

'Apa aku mengucapkan sesuatu yang salah?' Aira terlihat takut jika telah membuat Reza merasa tidak suka dengannya.

Dia teringat kembali ketika dirinya duduk di bangku SMA. Dia seorang yang pendiam tidak memiliki banyak teman untuk diajak berbicara. Kesehariannya di sekolah hanya belajar, istirahat, dan menghabiskan waktunya sendirian.

Entah itu bermain atau membaca komik di ponselnya. Dia jarang berbicara atau berpergian bersama teman-temannya. Aira juga tidak masuk ke dalam circle yang ada di dalam kelasnya. Mereka memilih untuk mengabaikannya dan membiarkan Aira sendirian.

Namun sikap Aira yang pendiam itu tidak disukai oleh para gadis yang iri dengan wajahnya.

"Hei, cewek sok cantik! Suka ya? Deketin cowok orang lain?"

Itu adalah ketika dia dipojokkan oleh sekumpulan anak perempuan dari kelas lain. Alasan perundungan ini simpel, Aira ditolong oleh pacar dari perempuan yang berseru padanya. Padahal pacarnya membantu Aira karena mereka satu kelas.

'Aku bahkan tidak melakukan apa-apa. Dia yang membantuku begitu saja,' batin Aira sambil mengalihkan pandangannya.

Dia sadar kalau tidak ada gunanya memberitahu kebenaran pada orang yang keras kepala seperti mereka.

"Yunda? Kenapa kamu teriak begitu?"

Suara laki-laki yang datang mengejutkan mereka semua. Kedua gadis yang menemani Yunda juga kaget melihat pacar Yunda yang datang saat mereka merundung Aira.

"A-Adi?!" Yunda tidak bisa menghentikan keterkejutannya melihat pacarnya datang.

"I-ini tidak seperti yang kamu lihat," ucap Yunda lagi untuk meyakinkan pacarnya yang memiliki wajah tampan itu.

"Aira tidak ada salah apa-apa. Aku hanya menolongnya saat dia terjatuh."

Mereka semua terdiam. Para gadis itu sudah tidak bisa berbuat apa-apa karena tindakan mereka ketahuan Adi.

"Mulai sekarang aku mau kita putus saja," ucap Adi sambil berjalan melewati Yunda dan menuju ke arah Aira.

"Ayo pergi dari sini." Adi meninggalkan Yunda dan yang lainnya sambil menarik tangan Aira. Dia ingin membawa gadis itu menjauh dari Yunda agar tidak dirundung lebih jauh.

"Terima kasih...."

"Tidak, ini bukan salahmu. Kalau saja aku tau sifat aslinya seperti itu, aku tidak akan berpacaran dengannya sejak awal." Adi masih menarik tangan Aira mengabaikan orang-orang yang melihat mereka karena tubuh Aira yang basah disiram Yunda.

"Untungnya kita ada olahraga hari ini. Kau bawa baju ganti 'kan?" tanya Adi memastikan.

"Iya," balas Aira dengan singkat.

"Baguslah, kau harus mengganti bajumu yang basah. Kalau tidak kau nanti bisa sakit."

Meski dia tidak begitu dekat dengan Adi tapi dia merasa senang telah dibantu olehnya. Bukan berarti dia menyukai Adi setelah kejadian itu. Dia hanya merasa kalau Adi adalah orang yang baik.

"Terima kasih telah membentuku," ucap Aira berterimakasih pada Adi untuk kedua kalinya.

"Sudah kubilang ini bukan salahmu, lagipula kau itu teman sekelasku," balas Adi.

'Jadi seperti ini rasanya memiliki teman,' batin Aira. Sejak dia kecil tidak banyak anak yang bermain dengannya. Dia bahkan tidak masalah jika tidak memiliki teman sama sekali. Namun hari ini dia merasa senang karena adanya teman tersebut.

"Apa kau tidak keberatan aku menjadi temanmu? Aku... aku hanyalah seorang pendiam."

"Pertanyaan konyol macam apa itu? Tidak ada aturan dalam berteman. Selain itu kau terlihat seperti orang yang baik bagiku."

Pada saat itu, Aira hanya bisa tersenyum kecil tanpa mengetahui hal apa yang akan terjadi pada mereka ke depannya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top