6. Melancholia

Magnus tahu dia telah melakukan kesalahan fatal. Dia telah melanggar janji yang pernah diucapkannya kepada Ruelle sepuluh tahun yang lalu. Seumpama menjilat ludahnya sendiri, Magnus melanggar janjinya dengan menyentuh Ruelle. Tentu saja gadis itu marah. Akan tetapi, Magnus ingin memperbaikinya, menjelaskan yang sebenarnya, jika Ruelle berbeda. Ruelle, baginya, tidak sama dengan gadis-gadis yang pernah diajaknya berkencan. Mungkinkah Ruelle memercayainya jika Magnus mengatakan yang sebenarnya?

Magnus mencoba bergerak. Kabut di dalam kepalanya telah sirnah, tetapi kegelapan pekat muncul sebagai gantinya. Kegelapan absolut, tanpa menyisakan sestitik bintang pun sebagai petunjuk.

"Loki!" sebuah bisikan lembut terdengar dari balik tirai kegelapan. "Loki, kau baik-baik saja?"

Siapa Loki?

Rasa sakit sekonyong-konyong berdenyut di kepala dan kedua pergelangan tangannya. Rasa sakit yang belum pernah Magnus alami sebelumnya, seolah kesakitan itu telah lama bersarang di sana, rasa sakit purba yang terasa berlangsung selamanya. Rasa sakit itu pun perlahan-lahan membuatnya kesulitan bergerak.

Magnus berusaha mengernyit, melihat menembus kegelapan pekat yang telah menyembunyikan seluruh sumber cahaya. Sang aktor merasa sadar, tetapi juga alpa di saat bersamaan. Mulutnya masih menyisakan asam dan pahit Screaming Eagle Cabernet Sauvignon (1992) yang diminumnya di kapal pesiar ketika Ruelle menamparnya dengan sangat keras. Namun, anehnya Magnus tidak dapat mengingat kejadian setelahnya. Apakah ia pingsan karena tamparan itu atau tertidur karena terlampau mabuk? Magnus sama sekali tak bisa menerkanya. Bahkan, ia tidak tahu apakah ia masih berada di kapal pesiarnya atau di kamar apartemennya?

"Loki?"

Suara lembut yang sedih itu terdengar lagi. Seorang perempuan, tetapi jelas-jelas bukan suara Ruelle.

Magnus berdeham, ia ingin mengatakan sesuatu, tetapi rasa sakit kini mulai mencekik tenggorokannya juga.

Di dalam kegelapan absolut itu, selain keheningan, Magnus baru menyadari jika terdapat bunyi tetesan air samar yang menimbulkan gema konstan dan bau anyir tajam yang memuakkan. Magnus merasa pernah mengalami kengerian dan kehampaan ini di suatu waktu yang nyaris tak diingatnya. Mungkin di masa lalu, pada kehidupan kedewaannya yang terasa samar.

"Loki?"

Kali ini suara berat seorang lelaki yang terdengar. Gemanya membuat Magnus bergidik, meski bukan namanya yang disebut.

"Loki, kita akan segera bertemu," ucap lelaki itu dari balik kegelapan.

Magnus berusaha menggerakkan kepalanya, lehernya, mengernyit, tetapi ia tetap tak bisa melihat apa-apa selain kegelapan, merasakan apa pun selain kesakitan purba. Ia ingin menyahuti suara itu, menanyakan banyak hal yang membingungkannya, tetapi yang lolos dari tenggorokannya hanyalah erangan parau.

"Aku yakin, kau akan mengenaliku jika kita bertemu, Loki."

Suara lelaki tua itu kembali bergema diiringi tawa samar yang mengejek.

Magnus benar-benar ingin melihatnya, andai saja kegelapan yang melingkupinya tidak sepekat ini. Apakah lelaki tua dan perempuan bersuara sedih itu sedang mengajaknya bicara atau ada orang lain selain dirinya di dalam kegelapan ini?

"Kalau kau penasaran, kau bisa menemukanku di The Royal Masquarade, Loki. Aku sangat senang jika kau datang berkunjung." Lelaki itu masih terkekeh dengan tawa tua yang mencemooh sekaligus memuakkan.

Namun, The Royal Masquarade bukanlah tempat yang asing bagi Magnus. Ketika Magnus kembali mengerang sebagai response, kegelapan itu mendadak berguncang. Reruntuhan keras mulai berjatuhan menghantam lantai, salah satunya bahkan menghujam kepala Magnus. Rasa sakit berbeda yang lebih kentara kembali terbit, barangkali menghancurkan tulang tengkoraknya detik itu juga. Lalu, kesadaran Magnus mendadak hilang.

***

Ruelle tidak terlihat di seantero kapal pesiar Magnus. Pilot jet pribadi sang aktor yang telah siaga di depan kemudinya mengatakan jika telah mengantar Ruelle kembali ke Alegra dini hari tadi. Mendengar itu, Magnus merasa sedikit lega sekaligus was-was. Kemarahan Ruelle jelas-jelas bukan mimpi, meski kejadian buruk di dalam kegelapan tadi malam rupanya hanya mimpi buruk. Magnus terbangun setelah tertidur pulas di atas tempat tidur mewahnya dan masih mengapung di Aquatik.

Dengan perasaan tidak nyaman, yang sama sekali bukan pengar atau semacamnya, Magnus meninggalkan kemewahan di atas lautan itu untuk kembali ke Alegra. Jadwal paginya, reading pertama untuk film teranyarnya berjudul 'Behind The Masks', telah menanti. Dan, meski Magnus merasa ingin membatalkannya, ia tidak bisa begitu saja melakukannya karena sutradara dan beberapa pemeran utama sudah akan berkumpul hari itu. Dia tidak sedang ingin menambah musuh di tengah-tengah pikirannya yang sedang kacau.

Selama beberapa jam kemudian, ketika Magnus telah duduk di salah satu ruangan yang dipenuhi kaca di Studio Heroes, pikirannya terus tertuju pada Ruelle yang tak terlihat batang hidungnya. Dari kaca-kaca bening panjang yang mengelilinginya, Magnus melihat ketampanannya yang sedikit ternoda, memperlihatkan raut khawatir dan kelelahan. Kantung hitam muncul di bawah sepasang mata hijaunya yang kuyu. Rambutnya tidak ditata dengan Pomade seperti biasa sehingga ujung-ujungnya yang panjang tergerai di bahu dan sebagian menjadi tirai di atas kening. Dan, Magnus masih mengenakan kemeja vercase yang sama, yang dikenakannya semalam. Untuk pertama kali dalam hidupnya, Magnus membenci kaca dan sama sekali tak merasakan kekaguman pada dirinya sendiri.

Monica Carlo, artis cantik nan sensual yang tengah naik daun, sebagai lawan mainnya, bahkan tidak mampu menarik perhatian Magnus seperti biasa. Gadis cantik dengan make up tebal itu terlihat sedikit kecewa dengan sikapnya. Ekspresi terusik dan marah Ruelle justru semakin jelas terbayang di dalam benak Magnus seiring berjalannya waktu.

Ketika sesi pertama reading berakhir, Magnus merasa lega hingga mengembuskan napas terlampau keras. Gelagatnya ternyata menarik perhatian Roberto Sanchez, sutradara yang menangani 'Behind The Masks'. "Kau tidak terlihat seperti dirimu hari ini, Magnus Harr," tegurnya dengan menekankan penyebutan nama Magnus di akhir kalimat.

Magnus meneguk Caramel Machiato Starbug-nya dengan agak keras, berharap frustrasi yang sedang dialaminya menghilang bersama tegukan itu. Akan tetapi, perasaannya tetap sama, bahkan rasanya semakin buruk.

"Rasanya aku tidak begitu sehat." Hanya itu yang dapat Magnus ucapkan sebagai alasan.

Roberto mendengkus seraya mendudukkan dirinya di samping Magnus yang sengaja menyendiri selama jeda reading sesi pertama. Lelaki paruh baya dengan jenggot kelabu panjang mirip Santa Clause itu sama sekali tidak terlihat marah dengan sikap ogah-ogahan Magnus selama reading sesi pertama, bahkan meski Magnus tidak mencoba menghayati perannya sama sekali.

"Aku tahu kau sedang tidak baik-baik saja. Ya, aku juga mendengar beritanya pagi ini."

Magnus sontak mengalihkan pandangannya dari langit cerah Alegra yang mengintip dari balik jendela kaca yang sedikit terbuka. "Berita apa?" tanya Magnus berusaha menutupi keterkejutannya.

Roberto berdeham. "Tuduhan ... Hm, tentang penggunaan sihir dan ....." Lelaki paruh baya itu terlihat kesulitan menemukan kata-kata yang tepat untuk mengungkapkannya.

Namun, Magnus telah mengerti. Kata-kata Baron pada After Party Academy Awards kembali terngiang di benaknya, bagaikan lonceng yang berdentang mengancam. Lelaki itu ternyata benar-benar menepati kata-katanya.

"Oh, ah, ya, dan apakah Anda percaya dengan ocehan seorang aktor yang kalah menerima Award?" balas Magnus dengan tawa canggung. Sekali lagi, ia berhasil mengendalikan ekspresinya.

Roberto menatapnya, kemudian ikut-ikutan tertawa. Jenis tawa yang terdengar hambar di telinga Magnus. "Kau benar juga," sahut Roberto. "Tapi kau tetap harus mematahkan segala tuduhan itu." Wajah sang sutradara berubah serius.

"Maksud Anda?"

"Yah, kupikir kau harus mulai menerima make-up artist. Dan yang terpenting, kau juga harus mulai menggunakan stuntman untuk film ini. Hal-hal itu akan membuatmu terlihat ... terlihat seperti kebanyakan aktor pada umumnya."

Magnus memiringkan kepalanya, menatap Roberto lekat-lekat, sementara benaknya tengah mencerna ucapan sang sutradara. "Jadi, Anda meragukanku juga sama seperti Baron?"

Roberto menggeleng cepat. "Tidak, tidak, Magnus Harr. Aku sama sekali tidak peduli selama kau bisa berakting dengan baik dan membuat film ini laku keras. Hanya saja, terlalu banyak pemberitaan buruk mungkin saja akan mempengaruhi promosi kita. Jadi, apa salahnya menjadi terlihat sedikit manusiawi, bulan begitu?"

Magnus mengernyit, masih tak terima dengan respons Roberto. Akan tetapi, sang sutradara telah berdiri, sebelum Magnus sempat mengucapkan sepatah kata pun. Lelaki paruh baya berperawakan tambun itu menepuk bahunya sekilas. "Aku harap percakapan kita membuatmu merasa lebih baik, Magnus Harr. Aku tidak sabar melihatmu menghidupkan karakter King Brad," ucapnya ditutup dengan tawa khasnya yang melengking.

Akan tetapi, Roberto salah. Magnus justru merasa lebih buruk sepanjang sisa sesi reading selanjutnya, meski ia berhasil menampilkan King Brad dengan sangat sempurna. Dan, Ruelle masih tidak terlihat hingga nyaris di penghujung hari.











Pontianak, 19 Juni 2023, pukul 10.54 WIB

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top