5. Ruelle Delaney Carter

Magnus menemukan Ruelle sepuluh tahun lalu, berdiri gusar di antara sederetan gadis-gadis muda nan seksi yang melamar sebagai manajernya dalam sebuah rekrutmen terbuka. Ruelle terpilih karena alasan yang sangat sederhana, gadis itu pintar dan berpenampilan paling buruk. Di antara sederetan gadis modis dan pesolek, Ruelle yang berpenampilan paling sederhana dan tanpa riasan justru terlihat begitu mencolok. Meski kala itu gadis berusia dua puluh lima tahun itu mengenakan blazer usang yang kebesaran, tetapi Ruelle mengangsurkan portofolio-nya dengan penuh percaya diri, lulusan terbaik Standfourth University, universitas paling mentereng di Amricana.

Begitu melihat resumenya, Magnus remaja tak lagi berminat melihat pelamar lain. Pilihannya jatuh pada gadis canggung berkacamata tebal dan berkawat gigi. Ruelle langsung bekerja padanya hari itu juga.

Hal pertama yang dilakukan Magnus adalah menyingkirkan kawat gigi mengerikan Ruelle. Setelah melakukan itu, dia menyadari jika penampilan Ruelle Delaney Carter sebenarnya tidak buruk-buruk aman. Gadis itu sebetulnya istimewa karena sepasang mata besarnya yang indah dan menghipnotis, andai kacamata tebalnya disingkirkan. Namun, Magnus tidak ingin melakukannya, biarlah kacamata mengerikan itu tetap menjadi penghalangnya agar tidak jatuh cinta pada managernya sendiri.

Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, Magnus mulai mempertanyakan perasaannya sendiri setiap kali berinteraksi dengan Ruelle. Gadis sederhana yang tidak cantik-cantik amat itu nyaris selalu ada untuknya di setiap situasi dan kondisi, terlebih karena Ruelle adalah yatim piatu yang merantau dari Nordia. Tidak ada alasan 'keluarga' yang dapat menghalanginya bekerja, bahkan di hari libur sekalipun. Tanpa disadarinya, Magnus menjadi begitu tergantung pada Ruelle dalam banyak hal.

Di atas semua pencapaian tertingginya sebagai aktor pada malam ini, Magnus tidak dapat menafikan peran Ruelle sebagai pendukung nomor satu. Ruelle seharusnya menjadi seseorang yang menerima sebagian piala Onar yang diterimanya, tetapi mengakui andil Ruelle adalah sesuatu yang lain. Untuk itulah, Magnus mengajak Ruelle malam ini, menggunakan jet pribadinya, menuju wilayah pesisir Alegra. Dia akan menyelenggarakan pestanya sendiri, pesta yang lebih private bersama Ruelle.

Sulit mendefinisikan perasaannya terhadap gadis berkacamata tebal itu saat ini. Namun, yang jelas, semenjak kehadiran Ruelle, Magnus merasa memiliki seseorang dalam menjalani kehidupannya yang aneh. Dari dulu, Magnus memang merasa dirinya tidak pernah biasa-biasa saja, begitu pula dengan kehidupan yang dijalaninya. Segalanya terasa berbeda, tetapi seolah ada mata rantai yang hilang, yang menjelaskan keistimewaannya jika dibandingkan dengan manusia lain di Hiddenland. Magnus tidak bermaksud menyombongkan diri dalam hal ini, tetapi dia memang memiliki beberapa bakat berbeda, bakat istimewa, secara harfiah.

Magnus memang kuat, tetapi kekuatan fisiknya jelas-jelas bukan kekuatan manusia biasa. Hawa dingin tidak pernah memengaruhi Magnus, tidak sedikit pun, bahkan pada saat-saat terburuk ketika harus syuting pada musim dingin di Nordia. Seluruh kru film nyaris membeku di bawah badai salju yang mengamuk kala itu, tetapi Magnus sama sekali tidak terpengaruh. Dia membuat keadaan itu tambah sulit bagi semua kru dengan menolak stuntman dan visual Effect berlebih dalam proses pengeditan film. Kelebihan ini jelas-jelas bukan milik manusia.

Selain itu, ada satu rahasia tersembunyi yang telah ditutupi Ruelle, mengenai diri sang aktor yang membuatnya berhutang pada sang manajer, yaitu, kemampuan Magnus beralih rupa menjadi beragam karakter fisik manusia. Pada beberapa kesempatan dalam memerankan karakter di film, Magnus yang menolak jasa make-up artist, berhasil tampil berbeda dengan rupa lelaki tua berwajah keriput yang sempurna atau tampilan perempuan cantik berdada montok yang paripurna. Semua itu tanpa sapuan dan trik make-up. Semua itu diketahui oleh Ruelle tanpa sepatah pun tanya atau raut gusar penuh protes. Akan tetapi, malam ini, ancaman Baron dan ucapan Ruelle tiba-tiba saja membuat Magnus merasa ditelanjangi. Bagaimana jika mereka mengetahui siapa jati dirinya, sementara ia sendiri masih mencari tahu?

Angin malam yang berembus ke arah lambung kapal pesiar mewah Magnus yang bernama Lady of Marine membuat Magnus bergidik. Tidak, bukan karena dingin, tetapi karena ia telah menyadari sesuatu. Sebilah pedang yang merupakan peninggalan keluarganya kini terasa dingin menyetrum telapak tangan Magnus. Benda itu bukan peninggalan biasa, yang hanya bernilai karena usia, tetapi merupakan penanda mengenai jati dirinya. Kini, halusinasi-halusinasi yang pernah Magnus alami terasa semakin nyata dan terhubung. Hal-hal yang semula dianggapnya absurd mendadak terasa masuk akal.

Magnus telah berganti kemeja sutera vercase berwarna biru pucat yang sekilas terlihat seperti putih di bawah cahaya lampu hias temaram yang menerangi geladak kapal, duduk di hadapan sebuah meja bundar. Lampu-lampu kecil berbentuk seperti bintang bergelantungan di sekitar lampu bundar besar yang seolah menjadi pusatnya. Tali-tali lampu yang silang sengkarut membentuk formasi bak rasi bintang besar di atas kapal pesiar yang bergoyang pelan dibuai gelombang Aquatik.

"Anda masih memikirkan ucapan Baron, Bos?"

Suara berat nan serak milik Ruelle bak alunan cello di tengah kecamuk hening pikiran Magnus. Magnus mengangkat pandangannya dari pedang Laevatein peninggalan leluhurnya, menemukan sepasang mata besar nan indah yang langsung menatapnya tanpa penghalang bingkai tebal. Untuk sesaat Magnus terpaku.

Ruelle Delaney Carter sama sekali tidak mirip manajer kakunya sekarang. Gadis itu tak lagi mengenakan kacamata tebalnya dan blazer murahannya yang berwarna monoton. Ruelle tampil berbeda dengan gaun summer dress Gucci bermotif floral. Gaun yang berwarna dominan cream itu jatuh dengan anggun mengikuti lekuk tubuh semampai Ruelle hingga menyapu lantai, sementara belahan tinggi sebatas paha memamerkan kaki jenjang pucat Ruelle yang tak bernah terekspos. Rambut merah Ruelle yang biasanya diikat ekor kuda formal, kini jatuh tergerai dengan indah diterpa cahaya lampu-lampu kapal. Sapuan make-up tipis menyamarkan bintik-bintik merah gelapyang menghiasi pipi dan rahang si gadis hispanik, disempurnakan oleh warna merah plump yang terpoles di bibirnya. Magnus baru saja memikirkan tentang kahyangan serta dewa-dewanya, dan ia merasa salah satu dewinya telah turun di kapal pesiarnya mewujud dalam sosok Ruelle Delaney Carter.

Magnus meneguk ludah susah payah, ketika Ruelle mendekat dan menguarkan aroma jasmine dengan hint vanila lembut yang seketika membuat akal sehatnya berkabut. Ruelle tidak pernah berbau seperti ini, tidak sekali pun dalam kurun waktu sepuluh tahun.

"Ada liur di sudut bibir Anda, Bos," ucap Ruelle ringan, menunjuk sudut bibir Magnus dengan dagu yang anehnya terlihat lebih runcing. Gerakan itu, entah mengapa, membuat leher Ruelle bahkan tampak lebih jenjang dan menggoda di mata Magnus.

Dengan gelagapan, Magnus meraih serbet makannya untuk menyeka sudut bibir. Wajah sang aktor merah padam, ketika tawa renyah Ruelle memecah kecanggungan suasana. "Saya hanya bercanda," selorohnya.

Magnus refleks mendengkus, membuang pandangan pada langit yang bertabur bintang. Namun, ke mana pun pandangannya terbuang, wujud cantik Ruelle selalu muncul bak hantu. "Sialan!"

"Anda bilang apa barusan, Bos?" tanya Ruelle dengan ekspresi polos, tetapi kemudian gadis itu menarik sudut-sudut bibirnya. Ruelle memang tidak pernah tersenyum. Ia hanya memamerkan gigi-gigi mungilnya tanpa ekspresi. "Oh, iya, Bos, terima kasih buat gaun ini dan juga parfumnya, meski agak tidak cocok untukku dan terlebih untuk dikenakan di atas kapal begini." Kerutan samar muncul di antara alis tebal Ruelle. Gadis itu pun memeluk tubuhnya yang menggigil ketika angin malam yang terus-terusan berembus ke arah geladak.

Malam itu sebetulnya cukup cerah. Salah satu malam musim panas terbaik di Alegra, tetapi angin malam di tengah laut dengan summer dress yang nyaris menerawang bukanlah pilihan yang cocok untuk dikenakan. Magnus hampir lupa jika Ruelle tidak seperti dirinya, yang meski kaku dan terkadang canggung, gadis itu masih manusia biasa.

"Oh." Hanya itu yang menjadi petunjuk akan secarik rasa bersalah Magnus. Biasanya, ia tidak akan memikirkan Ruelle, gadis itu toh tidak pernah mengeluhkan apa pun, tetapi Magnus membuat pengecualian untuk malam ini. "Kau bisa mengenakan punyaku."

"Maksud Anda?"

Dengan gerakan anggun, Magnus melepaskan satu per satu kancing perak kemeja sutra vercase-nya.

Ruelle membelalak. Mata hijau zambrudnya terlihat lebih besar dan bercahaya di dalam suasana remang. Gadis berambut merah itu menggelang dan memeluk tubuhnya sendiri lebih erat. "A-apa yang akan Anda lakukan?!" Kursi beige bersandaran tinggi itu berderit, ketika Ruelle bergerak mundur dengan panik.

Sebelum Ruelle beranjak dari kursinya, Magnus telah selesai melepas kancing terakhir kemeja vercase-nya. Dengan gerakan luwes, sang aktor meloloskan kemeja sutra itu dari tubuhnya, membiarkan otot-otot bisepnya yang berlekuk sempurna terekspos. Magnus bergerak gesit ke sisi Ruelle, sebelum gadis itu sempat bereaksi, menyampirkan kemeja vercase-nya menyelimuti lengan Ruelle yang telanjang.

"Kau pikir apa yang akan kulakukan?" bisiknya di telinga Ruelle dengan tawa mengejek.

Kini giliran wajah Ruelle yang merona. Seumur hidup, ralat, selama sepuluh tahun, Magnus berani bersumpah jika ia tidak pernah melihat gadis kaku itu merona, kecuali malam ini. "Lihat wajahmu, Ruelle, kau memakai terlalu banyak perona pipi, ya?" oloknya. Magnus kembali ke kursinya dengan tubuh bagian atas yang polos. Meski pucat, nyaris seputih porselen, tubuh Magnus disusun oleh lekuk sempurna pada bisep dan perutnya yang menandakan kekuatan dan stamina. Tubuh yang akan membuat iri sesama kaumnya, sekaligus menggoyahkan benteng pertahanan kaum hawa.

Ruelle membuang muka, menatap piring makannya. Steik tanderloin setengah matang dengan saus jamur telah tersaji dalam tatanan mengundang, persis kesukaannya, beserta anggur mahal Screaming Eagle Cabernet Sauvignon (1992) yang memenuhi seloki kristal. Sungguh sebuah pengalihan yang sempurna. Ruelle menggerakkan tangan, hendak mengapai garpu ketika jemari Magnus bergerak cepat menggenggam jemarinya. "Minum dulu supaya tubuhmu lebih hangat."

"Ada apa dengan Anda, Bos? Sikap Anda sangat aneh," tegur Ruelle dengan nada sedikit meninggi.

Rona di wajahnya telah lenyap, tetapi Magnus tahu, sikapnya telah memengaruhi Ruelle dengan cara yang berbeda. Gadis kaku yang minim ekspresi itu kini terlihat sedikit kehilangan kendali.

"Kita sedang berpesta, Ruelle Sayang. Perayaan untuk kita berdua." Magnus mengangkat seloki berisi Screaming Eagle Cabernet Sauvignon-nya yang tinggal setengah. Sepasang mata abu-abunya memberi isyarat kepada Ruelle untuk melakukan hal yang sama.

Ruelle mendengkus pelan, kemudian mengangkat gelas selokinya. Suara denting beradu di antara tiupan angin dan buaian ombak yang menampar geladak saat gelas keduanya beradu di udara.

"Mari bersulang!"

Untuk beberapa saat lamanya, kapal pesiar itu hening. Magnus dan Ruelle sama-sama larut dalam pikiran masing-masing serta bergelas-gelas anggur yang mereka tenggak kemudian. Perpaduan antara aroma serta rasa blackccurant, oak, dan mint tertinggal di dalam indera perasa Magnus ketika pandangannya kembali terpaku pada Ruelle. Magnus sama sekali tidak pernah mabuk karena anggur, tak peduli berapa banyak cairan ungu kehitaman itu ditelannya, tetapi kali ini ia merasa kepalanya berkabut. Anehnya, pandangannya dipenuhi Ruelle; Ruelle berkacama tebal, Ruelle yang berambut merah, Ruelle dengan blazer lusuhnya yang kebesaran, dan Ruelle dalam summer Dress berbelahan tinggi hingga ke paha. Ruelle telah membuat Magnus mabuk kepayang.

"Anda tidak perlu terlalu memikirkannya, Bos. Sejujurnya, aku sudah tahu jika Anda berbeda. Aku seringkali menganggap Anda mutant dengan kelainan genetik atau mungkin titisan dewa, tetapi bukankah hal-hal semacam itu tidak pernah mungkin terjadi di Hiddenland. Maksudku, hal-hal kuno itu telah lama ditinggalkan. Jadi, kemungkinannya hanyalah teori tentang mutant. Mungkin kau pernah menenggak sesuatu sewaktu kecil atau menelan pil berbahaya."

Bibir merah Ruelle bergerak, gadis itu terus mengoceh dalam suara berat nan serak. Jenis suara favorit Magnus. Namun, Magnus seolah kesulitan untuk mencerna kata-kata yang keluar dari bibir gadis itu.

"Jika Baron melakukan sesuatu, Saya pasti akan membela Anda. Kita masih bisa berkilah dengan menuduhnya mengarang-ngarang cerita mitos."

Ruelle kembali berbicara. Suara seraknya terdengar begitu melodius di telinga Magnus. Sang aktor meneguk habis isi slokinya lagi, entah gelas ke berapa. Lalu, sebelah tangannya menggapai Ruelle.

"Anda baik-baik saja, Bos? Anda terlihat mabuk?"

Suara Ruelle nyaris tenggelam di antara kabut yang meyelubungi kesadaran Magnus. Sementara kepala Magnus sebetulnya dipenuhi kata-kata, mulutnya justru terasa dikunci. Ia berharap dia baik-baik saja, tetapi Magnus cukup dapat merasakan jika ia sama sekali tidak dalam keadaan terbaik. Magnus merasa harus mengatakan sesuatu pada Ruelle agar sesak di dadanya bisa berkurang.

"Bos?!" suara Ruelle terdengar gusar.

Kulit Ruelle terasa hangat dan manusiawi di dalam genggamannya, begitu pula embusan napasnya ketika menerpa kulit Magnus.

"Ruelle ...."

Buaian ombak, angin malam, kerlip lampu yang temaram, juga Ruelle Delaney Carter, membuat Magnus merasakan gejolak aneh di dalam dadanya, seolah lautan besar yang tengah mengamuk berada di dalamnya.

"Bos!"

Kemudian, sebuah tamparan keras yang telak menghantam pipi Magnus. Nyeri seketika menjalari pipi hingga kepalanya, membuat segenap kabut di permukaan pikiran Magnus refleks menghilang. Magnus baru saja menyadari jika ia telah melakukan sebuah kesalahan fatal.









Pontianak, 09 Juni 2023, 19:29 WIB







Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top