6. Asal Usul

"Apa ...? Jadi, kedua orang tuamu telah terbunuh dalam peperangan?" tanya Sigyn seraya menutup mulutnya yang menganga dengan sebelah tangan, saking tak percayanya. Loki mengangguk.

"Dan yang membunuh adalah ... tapi, bagaimana mungkin?" 

Banyak tanda tanya yang masih muncul dalam benak Sigyn. Ia memang tahu, kalau antara dewa kaum Aesir dan raksasa Jotun memang beberapa kali melakukan peperangan. Di kalangan masyarakat Asgard, raksasa dikenal sebagai makhluk besar yang memiliki kekuatan setara dewa. Mereka dikenal ingin mengganggu atau menghancurkan dunia dewa. Oleh karena itu, perang melawan Jotun adalah upaya untuk melindungi dan mempertahankan kedamaian serta ketertiban dalam dunia dewa. 

Tentunya, tak semua kaum raksasa bersifat jahat seperti itu. Ada juga yang berhati baik dan biasa saja layaknya dewa. Namun, tak semua menerima pandangan ini. Masyarakat berpikir secara generalis. 

Itu sebabnya, kehidupan masa kecil Sigyn tak selalu berjalan mulus. Siapa pun yang mengetahui bahwa ayahnya adalah seorang raksasa akan berusaha menjauhinya. Itu sebabnya pula, Sigyn tumbuh menjadi anak yang pendiam dan penurut, karena takut asal-usul ayahnya mempengaruhi cara pandang orang lain terhadapnya. 

Aku tak menyangka, kalau Loki juga memiliki asal-usul yang sama denganku. Kenapa di kehidupan sebelumnya, ia tak pernah bercerita?

"Ayah Odin berperang melawan kaum raksasa Jotun belasan tahun silam. Saat itu, aku baru saja terlahir. Peperangan tak berlangsung lama. Raja raksasa Laufey dan istrinya Farbauti terbunuh di tangan Odin. Lalu, ketika menggeledah istana, Odin menemukanku dalam kamar Raja Laufey," terang Loki, bercerita panjang lebar.

"Oh, jadi kau adalah putra Raja Laufey?" tanya Sigyn memastikan, seraya menyebut nama raja yang pernah memimpin kaum raksasa Jotun selama sekian abad.

"Benar," sahut Loki. "Entah kenapa saat itu, Dewa Odin tertarik untuk mengambilku, bukannya membunuhku di tempat. Ia malah mengangkatku sebagai anak. Mungkin karena aku memiliki bakat pengubah wujud sejak lahir, makanya beliau tertarik untuk membawaku.

Sekarang aku mengerti, kenapa selalu Thor, Balder, dan Hod yang mendapat perhatian lebih dari Ayah dan Ibu. Mereka-lah putra kandung seorang Odin. Bahkan pada Hod yang buta itu, mereka tetap lebih memilihnya dari pada aku.

Sekarang aku tahu, aku hanyalah trofi yang dibawa dari peperangan sebagai tanda kemenangan ...."

Tersirat sendu dalam kalimat terakhir Loki. Sigyn terus mendengarkan secara saksama, ketika selanjutnya Loki bercerita bagaimana ia harus selalu mengalah ketika menginginkan sesuatu. Kemudian, ketika ia harus ikut Odin ke suatu tempat, perjamuan atau apa pun dengan para dewa lain. Loki diharuskan mengubah wujud menjadi sesuatu demi membantu ayah angkatnya itu meraih kepercayaan dari para dewa Aesir untuk terus menjadi pemimpin Asgard. Pernah sekali Loki gagal, dan Odin mengurungnya dalam kamar seharian.

Semakin Loki bercerita, semakin terdengar kegetiran dalam nada bicaranya. Makin erat pula genggaman Sigyn pada tangan Loki, berusaha menguatkan suaminya itu.

"Lalu, dari mana akhirnya kau tahu, kalau kau bukanlah putra kandung Dewa Odin?"

"Itu ... karena ...." 

Kali ini, ada keraguan dalam kalimat Loki. Sigyn mengernyit bingung. "Karena ...?"

"Karena dirimu." Loki menatap ke arah Sigyn dengan pandangan yang tertunduk karena malu. "Maaf, aku telah salah menilaimu."

"Apa maksudmu?"

Loki beranjak dari sisi Sigyn. Ia berjalan dan duduk di sebuah kursi yang ada di dekat jendela. Sinar rembulan menyinari wajah Loki yang sedikit tirus. Warna rambutnya yang hitam terlihat bagai berkilauan tertimpa cahaya. Begitu pula dengan perabotan yang ada di sekitar, kental dengan nuansa warna hitam, hijau, dan emas. Warna-warna favorit lelaki itu, Sigyn tahu betul itu.

"Aku ... sedikit memberontak begitu tahu akan dijodohkan denganmu. Karena asal-usul ayahmu yang raksasa itu. Aku kesal, kenapa aku harus mendapatkan istri setengah Aesir."

Lagi-lagi, jati diri Sigyn yang setengah dewa dan setengah raksasa dipertanyakan. Di kehidupan sebelumnya, Loki tak pernah mengungkap kalau ia pernah keberatan untuk dijodohkan dengan Sigyn. Ia tak pernah menunjukkan keluhannya di hadapan sang istri. Sigyn kini mengerti, kalau kehadirannya sempat tidak diterima oleh suaminya itu.

"Lalu? Apa yang kau lakukan?" tanya Sigyn lagi, berusaha menepis perasaan kecewanya untuk sementara.

"Banyak hal yang membuatku penasaran dengan perlakuan orang tuaku yag berbeda padaku, tapi aku tak pernah berusaha untuk mencari tahu. Puncaknya adalah ketika aku tahu akan dijodohkan denganmu. Aku mendatangi sumur Mimir, sumber kebijaksanaan dan pengetahuan, lalu meminum airnya tanpa sepengetahuan Mimir itu sendiri," terang Loki.

"Dan dari sanalah, kau mengetahui kalau ayah kandungmu bukanlah Dewa Odin?"

Loki mengangguk mendengar pertanyaan Sigyn. "Maafkan aku yang telah menghakimi terlebih dahulu tanpa pernah mengenalmu."

Ini adalah pertama kalinya, Loki meminta maaf pada Sigyn. Seumur hidup, bahkan di kehidupan yang terdahulu, sekalipun Loki tak pernah mengucap kata maaf. Tersirat rasa haru dalam benak Sigyn ketika mendengarnya.

"Tidak apa." Sigyn menggeleng, sembari tersenyum lembut. "Karena kau sudah mau membuka diri padaku, sekarang kita impas, hehe!"

Tawa kecil Sigyn membuat Loki terpana.  Hingga beberapa saat, Loki tak dapat melepaskan pandangan dari istrinya itu. Sampai akhirnya, Sigyn berjalan mendekat sampai tiba tepat di hadapan Loki, membuat lelaki itu tersadar dari lamunan dan membuang pandangannya.

"Lalu, apakah ada hal lain yang ingin kau ceritakan lagi?" tanya gadis itu. Tangan Sigyn yang terulur kosong di sisi tubuhnya membuat dada Loki berdesir. Entah kenapa, ada keinginan untuk menautkan jemarinya pada milik Sigyn.

"Itu saja tentang kehidupanku. Selanjutnya, soal Thor. Karena sekarang aku tahu soal identitasku yang sebenarnya, kini aku mengerti mengapa Thor bersikap meremehkanku sejak kecil. Sif - istrinya - juga sama saja dengannya. Aku hanya tak suka bila ia menyerangmu juga."

Loki memberanikan diri menggenggam tangan Sigyn sekali lagi. Istrinya itu rupanya tak sungkan untuk membalas dengan mempererat tautan jemari mereka, membuat Loki merasa keinginannya tidak bertepuk sebelah tangan.

"Memang, kata-katanya yang tadi siang memang menyakitkan. Ia terang-terangan menertawakanku bersama para dewi lain." Sigyn mencoba mengingat-ingat kejadian tadi siang. "Setelah mengetahui semua ini, aku jadi bisa menyusun langkah-langkah untuk menghadapi kakak iparku yang satu itu."

"Kamu mau melakukan sesuatu?"

"Tidak sekarang. Aku menunggu saat yang tepat." sahut Sigyn. "Saat itu tiba, aku ingin kamu percaya sepenuhnya padaku."

"Saat itu? Apa maksudmu?" Loki bertanya tak mengerti. Namun, Sigyn hanya tersenyum simpul. "Nanti kalau sudah waktunya, akan kuberi tahu."

"Baiklah ...."

Loki menggumamkan kata terakhir, sembari tangannya mengelus lengan Sigyn. Awalnya hanya di sekitar pergelangan tangan. Lama-kelamaan, naik ke atas lengan, kemudian berpindah ke pundak, lalu leher. 

Loki berdiri di hadapan Sigyn, menangkup pipi kanan istrinya itu dengan lembut. Sigyn terpejam. Ia merasakan ujung ibu jari Loki mulai meraba permukaan bibirnya, melingkari dari atas sampai bawah. 

Malam ini, perlakuan Loki begitu lembut. Belum pernah Sigyn merasakan hal yang seperti ini sebelumnya.

"Kalau sekarang, boleh?" tanya Loki, berbisik di telinga Sigyn. Sang istri sedikit meringis ketika mendengarnya. Ia merinding mendengar permintaan Loki. Malu-malu sambil kedua mata masih terpejam, Sigyn mengangguk perlahan.

Malam itu, menjadi malam pertama yang tak terlupakan bagi Sigyn dan Loki. Untuk sejenak, mereka melupakan kejamnya dunia, dan hanya ingin menikmati saja momen-momen seperti ini.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top