33. Jaga Diri

"Ibu, tadi malam aku baru saja bermimpi buruk."

Kalimat itu terus saja terngiang-ngiang di telinga Frigg. Tiba-tiba, Balder datang menemuinya di kamar pada pagi hari, sesuatu yang jarang dilakukan oleh putranya yang satu itu. Dengan muka yang sedih dan ditekuk, Balder menceritakan pengalamannya dalam mimpi. 

Biasanya, usai sarapan, Frigg akan pergi ke luar istana, bertemu dengan para dewi untuk mengobrol atau sekadar meminum teh bersama di taman. Frigg adalah pemimpin dari semua dewi di Asgard. Ia selalu menjaga keeleganannya dalam bersikap dan bertindak, mengenai masalah apa pun itu.

Namun, cerita Balder akan mimpi buruknya mengalami kematian telah menghantui benak Frigg. Kali ini, tanpa mengindahkan elegan sedikit pun, Frigg langsung berlari keluar kamar, hendak mencari Odin, suaminya. Ia mengangkat ujung gaunnya, melintasi koridor-koridor istana sembari menahan tangis. Dan seperti biasa, pria tua itu dapat ditemukan dalam ruang singgasana, sedang mengamati apa yang bisa ia lihat dari sembilan dunia.

"Suamiku! Suamiku! Putra kita, Balder, dia mengalami mimpi yang sangat aneh!"

Frigg menceritakan segala yang ia dengar. Air matanya kerap bercucuran dan membasahi pipi, sembari megap-megap karena saking paniknya. Namun, baru setengah jalan Frigg mengungkap semua emosi yang tak dapat dibendungnya lagi, Odin mengangkat tangan, memintanya berhenti.

"Aku sudah tahu. Sudah satu minggu berlalu, sejak aku mendapat penglihatan mengenai kematian Balder," ucap Odin. Tak ada ekspresi apa pun terpampang di wajahnya. Hanya datar. Frigg langsung mengernyitkan dahi.

"Sudah satu minggu?! Kenapa kau tidak mengatakan apa pun!" protes Frigg. "Kau adalah penguasa dunia Nordik ini. Kau adalah rajanya! Suamiku, kau pasti bisa melakukan sesuatu!"

"Ramalan itu belum tentu benar!" seru Odin. Ia memang berpengalaman soal ini. Selama bertahun-tahun belakangan, ramalannya sedikit banyak meleset, entah mengapa. Ia meramal bahwa rambut Sif akan hilang, malah jadinya rambut Sigyn yang rusak sampai akhirnya dapat pengganti. Sama-sama tentang rambut, tapi meleset di subjeknya. Odin berpikir itu agak aneh.

"Kalau begitu, apakah kita bisa mendapat kepastian?" tanya Frigg sekali lagi, penuh harap.

"Di dunia Niflheim, ada seorang peramal perempuan yang sakti. Bila ia meramalkan hal yang sama seperti apa yang kulihat, maka berarti mimpi itu akan terwujud," ucap Odin.

Kemudian, dengan kuda berkaki delapan miliknya yang bernama Sleipnir, Odin turun ke Niflheim dan meminta nasihat kepada peramal yang dimaksud. Sebagai seorang ayah, Odin sangat berharap bahwa kali ini sekali lagi ramalannya akan meleset. Namun, tak seperti yang diharapkan Frigg, peramal tersebut menggeleng.

"Sayang sekali, mimpi itu benar adanya. Putramu akan mati dalam waktu dekat."

Odin kembali pada Frigg, dan dengan sedih mengatakan kabar yang sebenarnya pada istrinya.

"Aku tidak akan menyerah! Pasti ada cara untuk menghindari kematian Balder! Putraku yang malang!"

Usai mengucapkan hal itu, Frigg berlari ke kamarnya. Dari lemari pakaian, ia mengeluarkan jubah terbang yang sama seperti milik Freyja. Lalu, ia terbang keluar lingkungan istana, mengarungi langit semesta.

Frigg memiliki kemampuan untuk berbicara pada semua makhluk, baik itu yang hidup maupun mati. Dengan keahliannya itu, Frigg meminta pada semua benda; api, air, logam, batu, pohon, penyakit, makhluk buas, burung, racun, dan ular naga untuk berjanji agar tidak melukai Balder. Tidak ada yang menolak permintaan Frigg, tidak satu pun. 

Itu sebabnya, sejak itu Balder menjadi kebal.

***

"Nona, Tuan Loki ingin bertemu dengan Anda. Ia sedang menunggu di depan pintu saat ini."

Sementara itu di Jotunheim, seorang pelayan tengah menyampaikan pesan pada Skadi, di kamarnya yang terletak pada lantai teratas menara timur istana Thrymheim. Skadi menoleh lemas pada si pelayan, lalu mengangguk pelan. Kedua matanya telah bengkak, sehabis menangis sesenggukan.

Si pelayan pun menerima perintah isyarat tersebut, lalu mempersilakan Loki masuk. Pria itu melangkah ke sebuah ruangan yang memiliki interior berwarna senada, yakni biru muda dan kuning pastel. Sebuah kamar yang sangat menggambarkan milik seorang gadis kecil. Meskipun, yang sedang menekuk lututnya di atas tempat tidur saat ini adalah seorang gadis raksasa Jotun yang sudah dewasa.

"Kamar yang cukup luas ...," komentar Loki, lalu mengalihkan pandangan pada tumpukan boneka-boneka di sudut ruangan. "Dan banyak mainan."

Skadi tidak menyahut. Ia menyembunyikan wajahnya di balik lipatan kedua kaki yang ditekuk. Ia tak mau menggubris keberadaan Loki di kamarnya. Skadi terlalu kecewa, karena tak ada yang memberitahu kalau ini adalah minggu terakhir Loki di Jotunheim.

Loki menghela napas. Ia menghampiri tempat tidur Skadi, dan duduk di tepiannya. Kedua tangannya saling bertaut satu sama lain di atas lutut. "Kenapa kau menangis?"

Skadi masih belum menjawab apa pun. Isak tangisnya terdengar. Loki menggeleng dan menghela napas sekali lagi. Kemudian, ia mengelus pundak Skadi dengan lembut.

"Aku bukan akan pergi ke Hel. Aku hanya akan pulang ke Asgard, dan masih bisa berkunjung ke sini sesekali," jelas Loki. "Kau tidak perlu bersedih seperti itu."

"Tapi tidak akan sesering seperti sekarang!" Akhirnya, Skadi bersuara, sambil megap-megap menahan tangis yang sebenarnya sudah tak terbendung. Wajahnya telah penuh air mata. Sejak sepulangnya dari latihan pagi tadi hingga menjelang sore seperti ini, ia hanya menangis saja di kamar.

"Aku juga tidak diperbolehkan menyusul ke Asgard. Kenapa tidak boleh! Aku kan sudah jadi lebih kuat! Kapan aku boleh ke sana!"

Skadi terus mencerocos protesnya pada Loki. Ia sampai bertumpu dengan lutut dan mengguncang-guncang pundak pria itu. "Di sini tidak ada siapa-siapa! Aku kesepian! Kau jangan pergi! Sigyn dan anak-anakmu saja yang kemari!"

"Permasalahannya," ucap Loki, sembari menghentikan tangan Skadi dan menjauhkan dari pundak. "ada urusan yang harus kami selesaikan terlebih dulu di Asgard. Dan ini maslaah yang sangat penting?"

"Oh? Penting? Sepenting apa?" Mata Skadi membulat. Rasa penasarannya yang bagai anak kecil itu telah mengalihkan perhatiannya dari menangis. Semudah itu. Loki menahan tawa melihatnya.

"Hal yang akan menyangkut soal nyawaku, Sigyn, dan kedua anak kami. Ini tentang masa depan kehidupan kami."

Loki menjelaskan secara singkat. Ia juga pada akhirnya menerangkan alasan sebenarnya mengapa Skadi tidak diperbolehkan untuk pergi ke Asgard.

"Jadi, Sigyn telah mengulang hidupnya, dan akhirnya bisa mengetahui masa depan?"

Loki mengangguk begitu Skadi bertanya seperti itu. Skadi yang sekarang telah menjadi gadis dewasa yang mau berusaha memahami orang lain dan keadaan sekitarnya. Tidak sulit lagi memberinya penjelasan seperti dulu.

"Itu sebabnya, aku harus pulang. Aku mempelajari ilmu berubah wujud pada ayahmu supaya aku bisa melindungi keluargaku." Loki menutup ceritanya.

"Itu berarti, kita tidak akan bertemu lagi?" tanya Skadi lesu. Loki tertawa, lalu menepuk-nepuk kepala gadis itu. "Tenang saja. Pasti bertemu. Mungkin setelah semua keadaan menjadi tenang, justru aku dan Sigyn yang akan ke Jotunheim, dan kita bisa tinggal bersama-sama."

Skadi mengangguk-angguk lemah. Kemudian, gadis itu memeluk Loki dengan hangat. "Berjanjilah, kau dan Sigyn, juga kedua anakmu, akan baik-baik saja. Sampai nanti waktunya kita bisa bertemu kembali, kalian harus benar-benar menjaga diri!"

"Iya. Aku janji, akan menjaga diriku dan semuanya. Kau dan ayahmu juga. Kumohon agar selalu waspada. Sekarang kau sudah dewasa, dan juga calon penerus takhta. Kau harus bisa menjaga kerajaan ini dengan baik."

***

Baca sampai TAMAT hanya Rp. 1000/bab di karyakarsa.com/ryby. Tanpa jeda iklan, tanpa download apk!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top