19. Demi Takdir
Seperti biasa di pagi hari, Odin menikmati waktu-waktunya untuk duduk di kursi singgasana Hlidskjalf. Hanya di atas kursi itulah, ia dapat melihat seluruh semesta, dan dapat mengetahui segala hal yang terjadi di sembilan dunia yang ada. Meski ia dapat melihat semua, tetapi ada beberapa hal yang luput dari pandangannya. Oleh karena itu, ia sering meminta putra-putranya untuk melaporkan apabila ada suatu hal janggal yang terjadi.
Dan pagi ini, Odin mendapatkan laporan dari seorang putranya.
"Tadi malam, Freyja berjalan kaki sendirian ke arah Midgard, dan menginap di sebuah gua yang panas dan pengap, untuk menemani empat kurcaci penempa."
"Freyja?? Tapi, dia sudah memiliki suami, yaitu Odr! Bagaimana bisa?!" Odin kaget bukan kepalang. Freyja yang ia kenal adalah sosok dewi cantik dan begitu penuh dengan cinta dan kelembutan. Ia juga dikenal sangat mencintai Odr dan bersedia menunggu sampai kapan pun, meski sering ditinggal mengembara sendirian.
"Namun, itulah yang benar kulihat, Ayah. Setelah menginap semalaman, Freyja terlihat keluar dari gua tersebut sembari mengenakan kalung emas yang amat indah." Putra Odin melanjutkan laporannya.
Hal itu membuat Odin berpikir. Freyja adalah dewi yang amat cantik. Ia pun menyukai benda-benda yang indah. Meski laporan tersebut tidaklah lengkap, tetapi Odin mendapatkan gambaran kalau Freyja pasti mengorbankan sesuatu yang amat berharga demi sebuah kalung.
Terlintas sesuatu dalam benak Odin. Sebagai ayah dari semua dewa, ia mengetahui segala takdir yang akan terjadi di semesta. Takdir harus berjalan, bagaimanapun caranya.
Odin melihat, kalau di dunia manusia, sudah lama tak terjadi peperangan. Sementara itu, Freyja adalah dewi cinta, selain itu ia juga memiliki kekuasaan atas perang dan dapat menghidupkan prajurit yang telah tiada.
Odin memutar otak, bagaimana agar ia dapat memanfaatkan situasi ini. Kejahatan dan kebaikan, perang dan perdamaian, semua itu harus berjalan beriringan. Dengan begitu keseimbangan semesta dapat tercapai. Begitu menurut Odin, yang berusaha mematuhi hukum takdir semesta.
"Panggilkan Loki ke hadapanku. Aku ingin bicara dengannya," titah Odin. Kemudian, ia berpaling pada sang putra. "Kerja bagus, Thor."
"Baik, Ayah. Terima kasih."
Thor berbalik keluar dari ruangan. Seringai senyuman tersungging di wajahnya. Dengan begini, reputasiku akan naik jauh di mata Ayah! Singgasana Hlidskjalf dan Asgard, serta seluruh semesta akan segera menjadi milikku!
***
Loki tiba di rumah Freyja dengan kondisi matahari sudah naik ke peraduan. Ia mendapati Sigyn dan Freyja tengah menikmati sarapan bersama di ruang makan. Begitu Sigyn melihat kedatangan Loki, ia segera beranjak dari kursi dan memeluk suaminya itu.
"Apa kau baik-baik saja? Tidak ada yang kurang satu hal pun, kan?" tanya Sigyn secara beruntun, sembari memeriksa seluruh tubuh Loki. Suaminya itu sampai tertawa menanggapi.
"Aku hanya baru pulang dari gua para kurcaci, bukan medan perang!" celetuk Loki.
"Tapi aku takut penyamaranmu ketahuan oleh mereka!"
"Tidak. Tentu saja tidak. Mereka hanyalah para kurcaci penuh nafsu yang sepertinya tidak pernah melihat seorang wanita sekalipun. Aku menyihir seekor hewan untuk menggantikan diriku melakukannya. Benar-benar!"
Usai mengucapkan hal tersebut, Loki mendelik tajam ke arah Freyja di meja makan. "Bersyukurlah kamu tidak harus melalui semua itu!"
"Hei, aku sudah berterima kasih pada Sigyn! Kau ini tak pernah puas, ya!" sahut Freyja sebal. Sigyn segera menenangkan keduanya. "Sudahlah! Yang penting sekarang semuanya selamat."
Tak lama, Loki mengeluarkan sebuah benda dari balik jubah hijaunya. Kalung emas Brisingamen.
"Kalung itu ...!" Freyja langsung beranjak dari kursi makannya, lalu menghampiri Loki. Begitu ia ingin menyambar kalung tersebut dari tangan Loki, lelaki itu menyingkirkan tangannya dari hadapan Freyja, dan menyembunyikannya di balik punggung.
"Jangan! Ini kalung yang bisa membawa petaka bagimu!"
"Tapi---"
"Freyja, sudah! Kalung itu tak baik menjadi milikmu," ucap Sigyn pada akhirnya.
Freyja mengangkat alis. "Kenapa?"
"Ada hal buruk yang akan terjadi, kalau kau memiliki kalung tersebut." Kemudian, Sigyn bercerita kalau dalam waktu dekat, Odin akan memanggil Loki untuk mencuri kalung tersebut dari Freyja. Lalu, Odin akan memanfaatkan hal itu untuk menyuruh Freyja melakukan sesuatu.
"Tunggu sebentar! Tunggu!" Freyja memegang dahinya, dan sebelah tangannya menghentikan Sigyn dari pembicaraan mengenai Odin. "Kau, tahu dari mana tentang semua ini!"
"Umm, ceritanya panjang ...." Sigyn memilih untuk tak menjawab. "Yang jelas, percayalah padaku!"
Tak berapa lama kemudian, apa yang dikatakan Sigyn benar terjadi. Loki mendapat panggilan untuk menghadap Odin di ruangan Hlidskjalf.
***
"Aku ingin kau mengambil kalung emas yang baru saja didapatkan Freyja, dan bawakan padaku," titah Odin. Lalu, sang dewa menceritakan apa yang baru saja dilaporkan Thor padanya.
Betapa Loki terkesiap mendengar hal ini. Yang dikatakan Sigyn semuanya benar terjadi. Apa dia memang benar-benar bisa meramal? Sampai detail persisnya seperti ini? Bahkan Ayah saja tidak bisa!
"Maksudmu ... aku harus mencuri?" tanya Loki, mengonfirmasi. Odin mengernyit. "Mencuri adalah kata yang sedikit ... barbar. Katakan saja, 'meminjam'."
Meminjam tapi diam-diam, apa bukan mencuri namanya? sahut Loki keki dalam hati. Ia tak berani mengatakannya. Meski Loki sudah tahu ia bukanlah anak kandung, tetapi ia masih diam dan tak memberontak, karena posisinya masih kalah kuat dibanding ayahnya dan kaum Aesir. Loki hanya berpura-pura tidak tahu saja.
"Baiklah." Loki mengiyakan, lalu pergi dari ruangan. Ia harus memutar otak sekarang. Kalung yang dimaksud ada di balik jubahnya sedari tadi.
Haruskah aku menyerahkan kalung ini pada Ayah?
Namun, sesampainya di rumah, Sigyn justru meminta Loki untuk membuang saja kalung tersebut. "Tidak ada gunanya untuk kita."
"Tapi, aku punya ide. Kita bisa saja meletakkan ini di kamar Sif, agar wanita itu yang dituduh berselingkuh dengan para kurcaci, dan---"
"Tidak usah! Jangan balas dendam begitu!" cegah Sigyn. "Lagi pula, Sif bisa saja memiliki alibi di malam saat Freyja pergi ke gua. Sebaiknya bakar saja kalung itu, atau kau ubah saja wujudnya jadi benda lain. Pokoknya, jangan sampai Freyja terlihat mengenakan kalung tersebut!"
"Hmm, kau benar. Baiklah ...." Loki berpikir sejenak. Kemudian, ia menyihir kalung Brisingamen emas yang besar itu menjadi sepasang anting mungil dengan untaian bandul emas kecil.
"Dari pada dibuang, lebih baik kuberikan padamu dalam bentuk lain." Loki tersenyum.
"Oh? Tapi, bukankah sihir pengubah wujudmu itu tidak dapat bertahan lama? Aku takut kalau saat efeknya habis, anting ini akan berubah kembali menjadi kalung Brisingamen," ujar Sigyn.
Loki menggeleng. "Akan kupastikan, tiap pagi kuperbarui efeknya. Paling maksimal selama seminggu."
Kemudian, Loki memasangkan kedua anting mungil tersebut pada telinga Sigyn. Selama ini, Sigyn tak pernah memakai anting apa pun yang menjadi ciri khasnya. Anting yang ia kenakan selalu mengikuti pakaian yang ia pakai di kala itu.
"Dengan begini, kau memiliki perhiasanmu sendiri dariku." Loki membawa istrinya ke depan cermin di meja rias, untuk melihat sepasang anting barunya. "Apa kau suka?"
"Sangat. Terima kasih banyak ...." Sigyn berbalik dan memeluk Loki. Ini pertama kali, Loki menghadiahkan sesuatu. Sebelumnya, jangankan hadiah. Memeluk saja tidak pernah.
"Kalau begitu, nanti malam aku akan berpura-pura datang ke rumah Freyja dan mencari kalung tersebut. Selanjutnya bagaimana?" tanya Loki.
Sigyn berpikir sejenak, sebelum menjawab, "Bilang saja kalau kalung yang dimaksud tidak ada. Nanti kalau ada yang bertanya pada Freyja, aku siap menjadi saksi, bahwa Freyja tidak pergi ke mana pun malam kemarin."
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top