16. Komunikasi
"Selamat siang, Loki." Freyja menyapa suami Sigyn, ketika ia telah berdiri di hadapan wanita tersebut. Freyja menatap mata Loki dan Sigyn secara bergantian, lalu tersenyum lembut.
Loki sendiri mengangguk sesaat, lalu membalas, "Siang, Freyja." Loki berpaling pada Sigyn di sebelahnya. "Kalian sudah saling mengenal?"
"Iya, dia dulu juga hadir saat perjamuan teh pertamaku. Namun, kami baru saling mengobrol sekarang ini saja," jawab Sigyn.
"Sigyn benar. Aku terlalu sibuk dengan kegiatanku, sampai-sampai tak sempat keluar rumah sering-sering. anak-anakku mulai memasuki usia aktif di rumah." Freyja maju dan mengelus kepala bayi yang ada dalam pelukan pelayan. "Kalian juga pasti akan merasakannya nanti. Siapa nama anak ini?"
"Namanya Nari," jawab Loki. "Syukurlah kalian saling berteman. Aku butuh seseorang untuk menjaga Sigyn, selagi aku tak ada di sisinya."
"Hahaha, tenanglah!" tawa Freyja. "Barusan saja, aku berhasil mengusir kawanan serangga yang mengerubungi istrimu!"
"Serangga?"
"Yah, kau tahulah, serangga yang mana." Freyja mengedipkan sebelah mata pada Sigyn, membuatnya tertawa geli. Loki pun langsung paham apa maksudnya.
"Oh, mereka. Para serangga itu, lebih berbahaya dari ular berbisa sekali pun." Loki geleng-geleng. "Terima kasih banyak."
Beberapa saat kemudian, menara jam di taman berdentang, menunjukkan waktu sudah hampir sore. "Sudah saatnya Nari pulang. Anak ini belum terlalu kuat untuk terkena embusan angin sore," pamit Sigyn.
Freyja mengangguk, lalu mengecup kepala Nari sekali. "Baiklah, sampai jumpa, Nari. Nanti kita bertemu lagi, ya!"
Usai berpamitan, Loki pun menemani Sigyn dan Nari untuk berjalan pulang ke rumah. Para pelayan dan pengawal pun mengekor di belakang. Sigyn melambaikan tangan untuk terakhir kalinya pada Freyja, lalu berpaling ke arah sebaliknya. Sesekali ia melirik ke arah Loki, yang terus berjalan menatap depan. Tak ada tanda-tanda mencurigakan dari suaminya itu. Loki tampak biasa saja menanggapi Freyja, meski tadi terlihat sempat tertegun sejenak begitu melihat sang dewi cinta tersebut.
Lalu, apa yang dimaksud Sif dalam perkataannya tadi? Sigyn terus berpikir sepanjang perjalanan pulang mereka.
***
"Sigyn, ada apa?" tanya Loki, ketika ia dan Sigyn baru saja tiba di kamar. Hari sudah memasuki senja. Nari dibawa oleh seorang pelayan untuk dimandikan, dan setelahnya ditidurkan di kamarnya sendiri. Loki dan Sigyn sendiri telah ganti pakaian untuk bersantai.
Loki menyadari, Sigyn melamun sepanjang perjalanan pulang dari taman. Kedua matanya terus saja menatap ke bawah, seolah sedang memikirkan sesuatu yang rumit.
Pertanyaan Loki membuat Sigyn sedikit terkejut, sekaligus terbersit rasa senang. Ini pertama kalinya, Loki bertanya mengenai keadaannya. Loki mengkhawatirkannya. Sesuatu yang tak pernah suaminya itu lakukan di kehidupan sebelumnya.
"Sigyn, kunci sebuah hubungan, apa pun itu, adalah komunikasi. Bila ada yang mengganjal dalam hatimu, katakan saja. Ceritakan. Maka kau akan mendapatkan penjelasan, terlepas itu fakta atau kebohongan, atau tak dijawab sama sekali. Setidaknya, hatimu akan lega, kau tak gelisah lagi. Jadi, jangan dipendam sendirian ya, Nak."
Nasihat ibunya tiba-tiba terngiang dalam benak Sigyn. Ibunya memberi wejangan seperti itu di kala kecil, ketika ia baru saja pulang dirundung oleh anak-anak sekitar karena identitas ayahnya. Sigyn saat itu hanya mengurung diri di kamar, tak berani bercerita pada ibunya sama sekali.
Komunikasi? Haruskah aku bertanya pada Loki langsung mengenai Freyja?
Sigyn menimbang-nimbang ragu. Ia menatap kedua mata Loki dalam-dalam, membuat suaminya itu sampai mengernyit heran. "Ada apa?"
"Aku ingin bertanya sesuatu," ucap Sigyn pada akhirnya. Loki menaikkan alis. "Ada apa?"
"Umm ... ada hubungan apa antara kau dan ...."
"Dan? Siapa?" Loki tak sabar dengan kalimat menggantung Sigyn. "Ada apa sebenarnya?"
"Antara kau dan ... Freyja, ada hubungan apa kalian di masa lalu?" tanya Sigyn pada akhirnya. Benar kata ibunya. Ia sudah sedikit lega, telah mengutarakan kegelisahannya dalam hati.
Mendengar pertanyaan Sigyn, Loki makin bingung. "Uh? Tidak ada apa-apa antara aku dan dia. Kenapa bertanya seperti itu?"
"Benarkah? Karena tadi Sif sempat mengatakan sesuatu tentang hal itu." Kemudian, Sigyn menceritakan apa saja yang terjadi di taman sebelum Loki datang, termasuk pada apa yang dikatakan Sif sebelum ia dan teman-temannya pergi dari hadapan Sigyn.
"Hah, dasar wanita sialan!" umpat Loki, begitu Sigyn selesai bercerita. Kedua matanya mengilat saking menahan amarah di dada. "Kamu jangan sampai terpengaruh olehnya!"
"Aku tidak terpengaruh. Hanya saja ... aku jadi penasaran, mengenai sedekat apa dirimu dan Freyja sebelum menikah denganku."
"Aku tidak ada hubungan apa pun dengannya, percayalah padaku!" Loki mencengkeram kedua pundak Sigyn tanpa sadar, membuat istrinya sedikit mengaduh, "Aww!"
"Ah, maaf. Kau tak apa?" Loki mengusap lengan atas Sigyn penuh lembut. Sigyn menggeleng. "Tak apa. Dan aku bukannya tak percaya padamu. Aku hanya ingin tahu saja, mengapa sampai Sif berkata seperti itu."
"Entahlah. Mungkin hanya ingin mengadu domba. Hubunganku dan Freyja tak ada bedanya dengan hubunganku dan Frey. Kami berteman sejak kecil. Mereka pindah dari Vanaheim ke Asgard tanpa tahu apa yang terjadi saat itu."
Loki menerawang ke masa lalu, berusaha mengingat apa yang terjadi saat itu. "Kami menemukan kesamaan satu sama lain karena orang-orang di sekitar memperlakukan kami berbeda, bila dibandingkan dengan Thor, Balder, dan Hod.
Aku sudah tahu sejak awal, kalau hal itu dikarenakan mereka berasal dari kaum Vanir, sementara aku karena warna rambutku hitam dan wajahku tampak berbeda. Dulu, aku belum tahu kalau aku bukanlah anak Ayah."
"Tapi, bila seperti itu, rasanya tak mungkin Sif sampai menyebut kau dan Freyja sebagai 'kekasih masa lalu'." Sigyn mengernyit.
"Aku tak tahu! Mungkin saja karena dulu aku sesekali mengawasi dan menjaganya," celetuk Loki. Sigyn kembali bertanya, "Mengawasi?"
Loki mengangguk. "Menurutmu, bagaimana wajah Freyja di matamu?"
"Hmm, sangat cantik! Aku begitu menyukainya!" seru Sigyn spontan.
Loki kembali mengangguk. "Begitu pula yang dilihat oleh orang lain, termasuk para lelaki. Banyak gangguan dan godaan datang padanya. Frey sering menjaganya dari mereka. Namun, saat Frey sibuk, ia memintaku untuk mengawasi Freyja.
Seperti itu saja. Sesekali kami memang mengobrol, tapi tak ada hal-hal yang begitu berarti. Layaknya teman saja. Dan, makin beranjak dewasa, kami makin menjauh. Frey dan Freyja makin sibuk. Frey sibuk membantu pekerjaan ayahnya, sementara Freyja telah menikah dengan Odr. Kami jadi makin jarang untuk bertemu."
"Oh, begitu ...." Sigyn mengangguk-angguk pelan. Ia mulai memahami semuanya. "Jadi, benar Sif hanya mengompori saja. Mungkin rencananya, agar aku tidak bisa dekat dengan Freyja. Sebenarnya, kau dan Freyja hanya teman baik saja?"
"Tentu saja!" seru Loki, setengah berteriak. Lelaki itu menangkup sebelah pipi Sigyn, dan mengangkat dagunya. "Kumohon, percayalah padaku!"
"Suamiku, tentu saja aku percaya padamu." Sigyn menatap Loki lekat-lekat. "Kenapa kau ragu, kalau aku percaya padamu?"
"Kamulah yang paling mengerti diriku. Aku tidak ingin kehilanganmu. Kau dan anak kita adalah satu-satunya cahaya dalam hidupku. Jangan pernah pergi ...."
Loki mendekap Sigyn erat dalam pelukan, seakan tak akan pernah mau melepaskannya lagi. Ini juga pertama kalinya, Loki mengungkap perasaannya pada Sigyn, dan mengatakan tak ingin berpisah.
Sigyn tertegun, lalu membalas pelukan tersebut sama eratnya. Kehangatan mengalir hingga ke relung dada masing-masing. Malam ini, Sigyn kembali bahagia, karena bisa mengenali suaminya selapis lebih dalam lagi.
"Ralat sedikit," ucap Sigyn. Loki meregangkan pelukannya. "Ralat?"
"Bukan hanya 'anak', tapi 'anak-anak'."
"Tapi, kita baru punya Nari, kan?" tanya Loki tak mengerti.
Sigyn tertawa kecil. "Di masa depan, kita akan punya seorang putra lagi, namanya Vali."
"Oh, nama yang bagus. Tapi, dari mana kau tahu kalau anak kedua kita adalah seorang putra?"
Ditanya seperti itu, Sigyn hanya mengedipkan sebelah mata penuh arti. "Yah, tahu saja."
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top