Lokapedia Chapter 20

Tondi

Tondi atau artinya 'roh' dalam bahasa Batak, adalah sebutan untuk sejumlah roh yang tinggal di raga manusia menurut kepercayaan Batak Kuno. Konon ada 17 Tondi yang hidup di raga manusia antara lain :



Jika ada satu tondi saja yang rusak/pergi, bisa jadi manusia itu kena penyakit, contoh dalam kisah ini Si Fajar dan Oka kena serangan di Tondi Raja Aksara dan Tondi Raja Muda. Fajar jadi bertingkahlaku seperti orang linglung dan Oka kehilangan kontrol atas tubuhnya sendiri.


Parmalim

Parmalim atau Ugamo adalah agama asli Suku Batak Toba terutama di sekitar Tapanuli, Samosir, dan wilayah sekitar Danau Toba. Dahulu agama ini tidak punya nama, namun Sisingamangaraja I-XII mereka sebut sebagai Malim (Utusan Debata). Kitab mereka dituliskan dalam laklak (lembaran kayu) dan saat ini sudah banyak yang hilang sehingga pengetahuan mereka lebih banyak dituturkan secara lisan.

Tempat ibadah mereka di luar Huta Tinggi, Samosir, disebut Bale Parsantian dan biasanya dipimpin serta dikepalai oleh seorang pendeta yang disebut Ulu Punguan. Sementara di Huta Tinggi, tempat ibadat mereka disebut Bale Pasogit Partonggoan dan peribadatannya dipimpin oleh Pendeta Tinggi dari Marga Naipospos yang lazim dipanggil sebagai Ihutan/Raja Ihutan.

Penganut Parmalim yang lelaki biasa memakai penutup kepala seperti sorban dan kain ulos kala beribadah. Jumlah mereka di Indonesia masih belum terdata secara pasti namun diperkirakan antara 5000-10000. Parmalim adalah agama monoteisme. Tuhan mereka disebut Debata Mulajadi Na Bolon (Tuhan Yang Ada Sejak Awal Mula) dan Sang Mulajadi ini punya beberapa 'asisten' yang juga disebut Debata namun derajatnya tak setinggi Sang Mulajadi Na Bolon. Penganut Parmalim kadang sering dikira sebagai penganut Sipele Begu, padahal doa-doa Parmalim sama sekali tidak ada unsur ilmu hitamnya sama sekali meski tentu saja ada penganut Parmalim yang kebetulan punya kemampuan lebih sebagai Datu (dukun). Tapi secara umum Datu-Datu ilmu hitam malah bukan penganut Parmalim melainkan belajar ilmu campur-campur baik dari Laklak, kitab sihir, Tajul Mulk dan entah kitab apa lagi.


Ihutan

"Alai pos roham, ro ma ama na tau haposan ni roham. Alai dang pola ajaranghu ho di si. Ai tibu hian do ho diajari tondinghi," adalah bunyi surat terakhir dari Sisingamangaraja XII (ya Sisingamangaraja yang pahlawan nasional itu) kepada seorang raja bawahannya bernama Lanja Naipospos. Surat itu punya arti kurang lebih : "Percayalah engkau, akan datang seorang 'bapak' kepercayaan dan kesayanganmu. Saya agaknya tidak perlu mengajarimu lagi mengenai hal ini. Sudah sejak dulu engkau diajari oleh rohku (tondi-ku)."

Bagi masyarakat Batak masa itu, Sisingamangaraja bukanlah orang biasa, bagi mereka Raja itu adalah Malim Debata (Utusan Debata), setara Nabi, namun setelah Sisingamangaraja XII tewas di tangan Belanda dan derasnya pengaruh misionaris Protestan di Tanah Batak, perlahan-lahan agama asli Batak yang dahulu tidak punya nama ini mulai terlupakan. Praktisi terakhirnya yakni keluarga Naipospos akhirnya mengabdi untuk Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) sampai kemunculan seorang tokoh agama lokal Batak pada tahun 1907 bernama Raja Nasiakbagi yang dianggap sebagai Malim penerus Sisingamangaraja XII.

Nasiakbagi kemudian mendirikan sebuah tempat ibadah bernama Bale Pasogit Patonggoan kemudian mengajak Raja Mulia Naipospos yang saat itu masih bergabung dalam HKBP untuk kembali menyembah Sang Mulajadi Na Bolon. Raja Mulia Naipospos pun bergabung dengan Raja Nasiakbagi dan kemudian Raja Nasiakbagi mengambil gelar Raja Ihutan, pemimpin Ugamo Malim. Kata-kata Raja Nasiakbagi yang paling terkenal adalah perkatannya, "Malim ma hamu (malimlah kalian)" yang merupakan ajakan darinya supaya pengikutnya kembali ingat agama leluhur.

Karena Raja Nasiakbagi tak memiliki keturunan, tongkat estafet sebagai Raja Ihutan diteruskan oleh Raja Mulia Naipospos dan kemudian sampai sekarang semua Raja Ihutan Parmalim selalu bermarga Naipospos.Ihutan sendiri memiliki arti 'Yang Harus Dipatuhi'.

Saat tulisan ini dibuat ada dua orang Naipospos yang menduduki jabatan Ihutan. Mereka adalah Poltak Naipospos dan Monang Naipospos.

Poltak Naipospos

Monang Naipospos

Nusa-Five dan Beast Taruna : Dua Seri Yang Mewujudkan Lokapala

Pada mulanya saya sama sekali tidak tertarik menuliskan soal Lokapala. Sampai kemudian ada seorang guru Biologi dari Jakarta bernama Aditya NW yang menuliskan soal Super Sentai Lokal di dunia alternatif di mana Nazi dan Jepang memenangkan perang dunia ke-2 dan Indonesia masih jadi bagian dari Dai Nippon. Konsep yang beliau suguhkan mengenai anak muda bernama Kazuki Yudhistira yang orangtuanya beda bangsa, satu kepercayaan, dan hidup di dunia di mana ia jadi triple minoritas adalah sebuah konsep yang tidak biasa di tahun 2014. Kazuki ini berayahkan orang Jepang Suku Yamato dan ibu Orang Indonesia, dua-duanya Muslim, tapi ketika terjadi tragedi operasi militer di Filipina yang menewaskan kedua orangtuanya membuat Kazuki dan adiknya sama sekali tidak diterima oleh semua paman dan bibi mereka yang masih menganut Kami Shinto dan menganggap Kaisar adalah Tuhan Hidup.

Kazuki sendiri kemudian tergabung dalam kelompok sentai yang berbasis di Kalimantan bernama Beast Taruna. Menariknya Kazuki ini sebenarnya adalah semacam 'tokoh sampingan', dia bukan team leader, hanya karakter ranger yang biasanya di seri super sentai jadi figuran namun justru kehidupannya banyak disorot daripada team leadernya sendiri. Pengambilan sudut pandang inilah yang kemudian mempengaruhi saya menulis sebagian besar sudut pandang Lokapala dari sisi Oka.

Beast Taruna

Seri Beast Taruna terbit dalam wujud 2 seri novel namun sejak 2016 saya belum mendengar lagi kelanjutannya. Jika teman-teman punya rejeki bolehlah dibeli seri novel dengan kisah tak biasa ini. :D

Berlanjut ke Nusa-Five atau dahulu bernama Nusantaranger. Komik Sentai lokal ini dahulu juga terbit tahun 2015-an. Digambar oleh Sweta Kartika dan kawan-kawannya, Nusantaranger adalah konsep yang paling mempengaruhi Lokapala di mana semua karakternya mengambil latar legenda mistis dari Nusantara masa lampau. Sayang saat itu saya sendiri merasa eksekusi perwakilan dari Pulau Sulawesinya kurang mendalam sementara eksekusi tokoh George Saa dari Papua terlalu 'muluk' dalam menggambarkan kondisi anak Papua kebanyakan.

Menggunakan bahan-bahan legenda yang tak sengaja terkumpul saat saya menuliskan Sang Awatara, saya mulai menuliskan kisah tentang Lokapala dan saat itu Lokapala sempat dilirik oleh Kosmik Mook (salah satu penerbit komik lokal Indonesia) dan saya bekerjasama dengan editor Kosmik Rendi Datriansyah serta komikus Maalique Ahmad Alhamra Putra, guna menjadi rival dari Nusa-Five yang saat itu hendak diterbitkan oleh re:On Comics. Sayangnya karena jadwal yang tidak klop, konsep yang berkali-kali ditolak, dan kesibukan Mas Ahmad Alhamra Putra dalam mengurus kafe dan studio komiknya sendiri akhirnya Lokapala batal dikomikkan.

Namun dunia Lokapala akhirnya saya rubah ke versi novel yang sampai sekarang masih bisa teman-teman nikmati.

Meski begitu saya bukan penulis yang gampang lupa terhadap jasa guru-guru saya. Karena itu jika teman-teman ada rejeki, belilah komik Nusa-Five dari re:On yang sedikit banyak telah membantu mewujudkan dunia Lokapala. Karena tanpa Nusa-Five takkan ada Lokapala.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top