BAB 18.5 : PACAR GEBETANMU DIKEJAR MONYET BESAR!
Seharian kemarin yang Oka kerjakan hanya tidur, makan, meratapi nasib, dan sesekali menonton video. Ia sama sekali tidak bersemangat melakukan apapun juga bahkan ia sama sekali tidak bereaksi kala sarapan pagi ini ayah angkatnya menceritakan adanya situasi darurat terkait Kroda sehingga ia baru pulang pukul 2 pagi.
"Gimana menurutmu Oka? Setelah diserang serombongan Orang Bati, Sitanggang dan timnya gagal menemukan Usana Monyet itu. Menurutmu dia ke mana? Kembali ke hutan atau menyusup ke dalam kota?"
Oka hanya diam.
"Oka? Kalau saya tanya dijawab dong!"
"Bodo amat!" Oka yang perasaannya tengah kacau balau itu membentak Pusaka.
Pusaka terhenyak, Laksmi pun juga, tapi Oka segera menyadari bahwa dia tanpa sengaja berbuat salah dan langsung minta maaf, "Maaf Jik! Oka sudah kurang ajar, tapi maaf Jik, Oka sama sekali tidak ingin dengar apapun mengenai Lokapala sampai beberapa hari ke depan."
"Sebenarnya ada apa?" tanya Pusaka khawatir.
"Oka hanya capek."
"Tapi kamu tidak pernah secapek ini sebelumya. Kamu ada masalah?"
Oka hanya menggeleng, "Mungkin Oka hanya perlu istirahat. Permisi!" dan remaja itupun naik kembali ke kamarnya di lantai 2, tidak menghabiskan sarapannya.
"Kenapa sih dia itu, Dik?" tanya Pusaka pada istrinya.
"Dia bilang tidak mau dengar apapun mengenai Lokapala? Kenapa Mas tidak tanya pada para Lokapala itu? Barangkali Oka ada konflik dengan mereka?"
"Masa sih Oka punya konflik dengan mereka?"
"Mas! Oka memang lebih dewasa dari kebanyakan anak seusianya dalam beberapa hal tapi bagaimanapun juga dia anak remaja yang masih labil. Pasti ada satu dan dua hal yang perlu kita bantu! Masnya jangan lepas tanggung jawab kayak gitu dong!"
Pusaka menimbang-nimbang sejenak sebelum akhirnya meraih ponsel lipatnnya. Ia membentangkan layarnya lalu mengirim pesan broadcast kepada enam anggota Lokapala, "Nanti jam 8, tolong semua lakukan video conference dengan saya!"
******
"Saya mau tanya dan tolong jawab dengan jujur!" ujar Pusaka ketika ia melakukan panggilan video dengan keenam Lokapala itu, "Ada dari kalian yang punya masalah kah dengan Oka?"
Keenam remaja itu saling pandang lalu semuanya menggeleng, "Oka pulang cepat kemarin pagi tapi dia juga tidak beritahu apa sebabnya. Dia bilang hanya sakit, tapi sakit apa kami juga tidak tahu."
"Kecualiii ...," Sitanggang sepertinya hendak mengatakan sesuatu tapi ragu untuk bicara.
"Kenapa Sitanggang? Bicara saja, saya tak akan marah," ujar Pusaka.
"Bukan Mayor yang saya khawatirkan marah, tapi teman-teman."
"Memangnya kenapa Nggang? Bicara saja kenapa?" ujar Nara.
Sitanggang dan Regina langsung mendelik ke arah Nara yang sama sekali tidak sadar pembicaraan ini nantinya akan mengarah ke mana.
"Eh kenapa sih?" Ignas yang tidak tahu duduk perkaranya jadi penasaran.
"Nggang, lebih besar manfaatnya apa mudharat-nya ini kalau diomongin?" tanya Panji yang agak khawatir masalahnya jadi bakal serius.
"Kalau tidak diungkapkan, saya juga nggak mau Oka jadi kayak putus asa seperti itu terus!" ujar Pusaka.
"Kalau saya ngomong tolong jangan ada yang dendam sama saya ya? Terutama kamu, Nara, dan Oka!" pinta Sitanggang.
"Okeee ...," Nara tampak agak ragu.
"Jadi Oka itu sudah beberapa minggu ini suka ke Plaza Tanjung Paser. Kalau nggak sama saya dan Panji ya dia sekedar nonton bioskop, tapi di sana dia sering lihat Nara berdiri di depan sebuah toko jaket. Saya nggak tahu ya bagaimana ceritanya tapi Oka hanya cerita seperti itu. Terus dia sering datang nanya-nanya anak-anak cewek soal warna favorit Nara, dan tahu-tahu dia beli jaket yang mirip dengan jaket yang pernah Nara lihat di etalase. Dia juga beli kertas kado dan kartu ucapan. Waktu saya tanya sih jawabannya 'rahasia' gitu deh. Nah pas kemarin, seisi sekolah heboh kan soal Nara jadian sama Kak Sariputta terus Oka kayak ngambek gitu deh!"
"Inna illahi!" Pusaka menepuk jidatnya, "Jadi intinya Oka naksir Nara tapi kalah cepat sama kakak kelas? Begitu kan?"
Sekarang muka Nara merah padam. Perasaannya campur aduk karena malu tiba-tiba ditaksir orang banyak, marah karena sikap Oka yang dia anggap kekanak-kanakan dan, sebal entah kenapa pada Sitanggang yang menceritakan masalah ini.
"Eit Nara! Sudah janji ya nggak boleh marah sama Sitanggang!" Regina memperingatkan.
"Oke terima kasih soal ceritanya! Nanti saya coba bicara pada Oka."
"Mayor, tolong sampaikan juga bahwa saya juga mau bicara empat mata dengan dia!" ujar Nara.
******
Pusaka baru saja hendak bicara baik-baik dengan Oka ketika Laksmi melaporkan bahwa tadi Oka barusan keluar.
"Ke mana?" tanya Pusaka.
"Katanya cari angin!"
Pusaka dengan gusar mengaktifkan mode pelacak di gawainya. Ia memang punya hak akses untuk melacak lokasi setiap personel Unit Lima tak terkecuali Oka dan para Lokapala tapi alangkah terkejutnya dia ketika mendapati bahwa ponsel Oka tampak masih berlokasi di rumahnya. Pusaka lekas naik ke kamar Oka dan mendapati bahwa Oka dengan sengaja meninggalkan ponsel miliknya.
"Akses lokasi Dwarapala C-34!" Pusaka berusaha melacak Oka melalui arloji Dwarapalanya.
"Akses ditolak! Mohon otorisasi dari Wakil Kepala Unit Lima!" begitu suara yang terdengar dari perangkat Pusaka.
"Anjirrr! Ini pada kenapa sih?" Pusaka dengan gusar langsung menelepon Denny, tapi jawabannya kurang memuaskan.
"Doktor Samad memang minta izin menggunakan Oka sebagai tes percobaan pengacak sinyal sih, Mayor, tapi saya nggak menyangka efeknya sampai memblokir hak akses saya pula."
"Terus?! Doktor Samad ke mana?"
"Sedang konferensi di Ibukota Baru. Ponsel dan alat komunikasinya mati semua. Email juga tidak dijawab."
******
Oka tadi tak sengaja mencuri dengar pembicaraan Pusaka dan keenam Lokapala kala turun ke bawah untuk mengisi air minum. Percakapan itu membuat moodnya yang tadinya sudah jelek menjadi semakin kacau. Hatinya tiba-tiba dipenuhi api cemburu dan kala melihat status ponselnya yang menunjukkan bahwa Sariputta tengah mengikuti kegiatan bakti sosial di Taman Putri Petong rasanya ia ingin melihat apa sih hebatnya Sariputta sampai-sampai Nara langsung takluk pada dia?!
Doktor Samad sudah memberikan Oka beberapa purwarupa peralatan Unit Lima. Salah satunya adalah zirah portabel yang dikecilkan ukurannya sedemikian rupa menjadi seukuran dompet 2,5 inci. Kala tombol di tengahnya diaktifkan maka partikel-partikel nano seketika akan menutupi seluruh tubuh penggunanya dengan zirah Dwarapala. Nantinya teknologi ini akan diterapkan pada Lokapala kalau saja dua masalah besar tidak menghalanginya. Usana sama sekali tidak bisa merasuki zirah ini entah kenapa dan pertahanan zirah ini juga sangat payah jika harus berkonfrontasi dengan Kroda. Oka menekan tombol di tengah lempengan logam itu dan setelah usai mengenakan zirahnya, Oka langsung berjalan menuju Taman Putri Petong.
Taman itu tampak ramai oleh beberapa tuna wisma dan warga kurang mampu yang mengantre paket sembako serta pakaian layak pakai. Di sana ia lihat Sariputta tampak dengan telaten melayani beberapa warga kurang mampu yang kesulitan mengantre entah karena tidak kuat berdiri ataupun tidak tahan panas. Sariputta bahkan sempat memijat kaki seorang tuna wisma yang tampak sakit sebelum menyerahkan tuna wisma itu untuk diperiksa tenaga medis yang ada pula di tempat itu.
Oka sama sekali belum terkesan dengan tindakan Sariputta itu. Api cemburu membangkitkan sifat jelek lain yang Oka miliki : posesif. Ia seakan tidak rela Nara jadi milik orang lain meski sebenarnya dengan siapa Nara hendak pacaran adalah hak pribadi Nara seorang. Rasanya Oka ingin menembak kepala Sariputta yang tampak selalu tersenyum itu. Persetan urusannya dengan polisi atau Unit Lima nantinya.
Tapi belum sempat Oka mengambil keputusan final, ada suara raungan binatang terdengar dari atas sebuah pohon palem di seberang jalan. Di sana Oka melihat seekor kera putih seukuran orangutan dewasa bergelayut di pepohonan. Tangan kirinya serta mulutnya tampak bernoda darah segar. Oka terhenyak dan langsung membuka segala blokir komunikasinya, "Dwarapala C-34! Melaporkan kontak visual dengan Kroda!"
"Negatif Kopral! Bukan Kroda, para Usana mengkonfirmasi makhluk itu masih termasuk Usana! Laporan diterima! Lokapala segera ke sana!"
Oka lantas melihat monyet besar itu melompat tepat ke tengah taman lalu menarik kasar satu meja dan menghantam kepala salah satu warga dengan meja itu. Kepanikan langsung melanda sepenjuru taman.
"Lari! Lari! Ada monyet ngamuk!" seru seorang petugas bakti sosial.
"Ayo-ayo ke sini Bapak-Ibu! Adik-adik!" Sariputta langsung menyambar sebuah toa dan mencoba melakukan evakuasi.
Tapi monyet ini buas dan liar, ia segera saja melompat ke jalur evakuasi yang diarahkan oleh Sariputta lalu menggamit tangan seorang anak kecil. Melihat hal itu, Sariputta alih-alih lari menyelamatkan diri, malah mengambil sebuah batu besar dan melemparkannya ke arah si monyet besar, guna mengalihkan perhatian si monyet besar itu dari anak yang ia gamit tersebut. Usahanya berhasil, anak itu dilepaskan, tapi kini justru Sariputta yang dikejar oleh si monyet besar tersebut.
Oka yang dari tadi hanya diam saja akhirnya tergerak untuk menolong rivalnya itu. Ia segera mencabut pistolnya dari kompartemen dan menembak bahu si monyet besar. Tembakannya kena telak namun monyet ini kini menggeram marah padanya. Oka lantas menyiapkan senjata kedua, sarung tangan kejut di tangan kirinya. Begitu monster itu menerjang ke arahnya, Oka mengayunkan sarung tangan kejut itu dan menampar muka monster itu dengan kejutan listrik 10.000 volt.
Makhluk biasa mungkin sudah pingsan dengan cara itu, tapi Kera Putiang tidak. Ia bereaksi dengan menghantam kepala Oka namun Oka berkelit dan sekali lagi menembakkan sinar plasma ke leher si kera. Kera itu makin mengamuk, ia patahkan sebuah pohon besar lalu ia ayunkan batang pohon itu ke segala arah. Patung di tengah taman pun akhirnya hancur menjadi serpihan karena batang pohon itu telah diimbuhi kekuatan dari Kera Putiang.
Beruntung Oka masih bisa selamat karena menghindar tepat pada waktunya. Namun ia kini punya masalah, sistem manuver zirah purwarupa ini tidak sempurna, persenjataannya belum maksimal, dan kompartemen amunisinya hanya berisi satu amunisi cadangan. Oka masih harus melindungi Sariputta dan beberapa aktivis bakti sosial yang terjebak karena mereka tadi memprioritaskan keselamatan warga lain.
"Hei Bang yang namanya Sariputta!" tiba-tiba Oka terpikir untuk bicara pada kakak kelasnya itu.
"Ya Pak Tentara?" tentu saja Sariputta akan merespon demikian sebab wajah Oka sama sekali tidak terlihat.
"Aku dengar kau punya pacar cantik dan barusan jadian pula. Jadi begini rencananya, aku akan pancing dia ke sisi lain lalu kalian larilah cepat-cepat! Jangan tengok ke belakang dan tolong ... buat pacar kau itu bahagia!"
Sariputta tidak paham darimana prajurit ini dapat info soal itu tapi ia mengangguk mengiyakan.
Oka sudah bersiap melakukan manuver bunuh diri dengan memancing monyet besar itu keluar dari area taman menuju gedung kosong berjarak lima bangunan dari sini, tapi untunglah dia tidak perlu buang nyawa sia-sia hari itu.
Sebab dari angkasa turunlah Ignas, Regina, Nara dan Andi dari sebuah helikopter dan menjerat Kera Putiang itu dengan jaring khusus beralirkan listrik, sementara dari sisi lain ia melihat Panji dan Sitanggang membawa sebuah senapan dan sebuah tabung berisi cairan hitam.
"Tahan monyet itu!" seru Panji.
"Kopral! Bantu tembakkan ini ke bagian mana saja!" Sitanggang melemparkan satu kotak amunisi yang isinya merupakan sederetan ampul hitam yang dipadu dengan jarum suntik di ujungnya.
Oka mengangguk paham dan langsung menyuruh Sariputta dan lainnya untuk lari sebelum memasukkan ampul itu ke ujung pistolnya dan menembakkan jarum berisi cairan hitam itu ke arah dahi si monyet. Tak lama setelahnya Panji pun menembakkan jarum serupa dan mendarat di leher si monyet. Monyet itu menggeram marah tapi keempat Lokapala yang menahan jaring itu berusaha mati-matian supaya makhluk itu tidak lepas.
Lima kali tembakan darii senapan Panji dan tujuh kali tembakan dari pistol Oka, geraman makhluk itu mulai melemah dan akhirnya ia tampak menutup mata, tertidur. Seluruh personel yang ada di sana tampak menarik nafas lega sementara polisi dan TNI tampak berusaha menghalau warga yang ingin menonton sejauh mungkin dari TKP.
Oka pikir itu semua sudah selesai tapi ternyata tidak, Nara menghampirinya lalu menampar wajahnya yang masih ditutupi helm dan langsung memarahi Oka, "Kamu itu ... kalau memang suka kenapa tidak bilang dari dulu! Dan kamu itu ya ... apa memang hak kamu larang aku berhubungan sama orang lain! Memangnya aku ini barang pribadi kamu apa? Kamu ... kamu ... ah!"
Nara langsung berbalik dengan sebal sementara Oka hanya bisa diam seribu bahasa.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top