BAB 18.2 : SARIPUTTA

Sariputta adalah salah satu cowok terpopuler di sekolah. Ia terutama dikenal sebagai Wakil Ketua OSIS serta anggota inti tim basket sekolah yang sudah dua kali menyebut gelar juara provinsi. Karena popularitasnya itu, tidak heran jika banyak sekali siswi-siswi Kumala Santika yang menyatakan rasa sayang mereka padanya baik secara terang-terangan, maupun secara tidak langsung melalui surat atau pesan pribadi via akun media sosial.

Ketika pertama kali Nara datang kemari, adalah Sariputta yang mendampingi Nara berkeliling kompleks sekolah. Kesan pertama yang Nara dapati dari kakak kelasnya itu adalah dia seorang lelaki yang baik, santun, dan rendah hati. Pesona diri Sariputta bahkan pernah membuat Regina yang notabene jarang senyum itu sempat sering senyum-senyum sendiri pasca aksi berbalas chatnya dengan Sariputta ditanggapi dengan positif oleh Sariputta, tapi entah kenapa ternyata beberapa hari setelah itu ekspresi Regina kembali datar seperti biasa. Ketika Nara menanyainya ada apa, dia hanya menjawab, "Tidak apa-apa."

Jawabannya baru Nara temukan sebulan kemudian di forum gosip anak kelas X, ternyata Regina sempat menyatakan rasa sukanya pada Sariputta tapi jawaban Sariputta hanya begini, "Kakak bangga pada Regina. Regina merupakan contoh siswa teladan yang pandai dan aktif, Kak Sariputta bangga sekali bisa punya adik kelas seperti Regina!"

Pendek kata : PDKT Regina gagal total! Walhasil dalam beberapa jam setelah kejadian itu Regina langsung resmi jadi anggota grup medsos perkumpulan cewek yang gagal PDKT sama Sariputta. Tapi karena bukan karakter Regina yang senang bergosip maka dalam beberapa menit saja Regina langsung keluar dari grup itu.

Dan jika Regina yang Nara anggap lebih cantik, feminin, dan jelas-jelas lebih pintar bisa ditolak begitu saja, Nara tak habis pikir kenapa Sariputta bisa-bisanya punya 'rasa' pada dirinya. Sempat terbesit di pikiran Nara bahwa ini hanya anak iseng yang hendak mengerjainya namun jika diingat-ingat lagi para Usana melihat sendiri Sariputta memasukkan surat ini dalam kotak suratnya, maka pikiran lain menggelayut di benak Nara.

"Apa mungkin Kak Sariputta kalah main taruhan sama teman-temannya lalu hukumannya adalah pura-pura menyatakan cintanya padaku?"

"Tapi anak jujur macam dia mana mau ikut serta dalam main tantangan dan taruhan?" ujar Sarita yang masih saja betah berdiam di kamar Regina.

Gara-gara terus memikirkan soal Sariputta, Nara yang tadinya berniat tidur seharian akhirnya malah tidak bisa tidur sama sekali sampai senja turun dan Regina kembali ke kamar yang ia tempati bersama Nara.

"Loh, sudah bangun Nar?" Regina bertanya sembari meletakkan tasnya di ranjangnya.

"Aku malah nggak bisa tidur."

"Kenapa?"

"Dia barusan terima surat cinta dari Sariputta," ujar Ina Saar yang ikut masuk lagi ke kamar Regina dan Nara.

Mata Regina melotot, ekspresinya tampak terkejut-tidak percaya, namun dengan segera ia kembali menguasai dirinya. Senyum tipis terkembang di mulut cewek jarang senyum itu.

"Wah selamat ya, gimana ceritanya nih kamu bisa ditembak?"

"Aku nggak tahu. Akunya juga mau konfirmasi ke orangnya!"

"Tadi kulihat Kak Sariputta ada di lapangan basket sih. Kamu mau tanya dia sekarang?"

Mendengar perkataan Regina itu, Nara langsung bangkit dari tempat tidurnya lalu bergegas memakai celana jeans dan kemeja flanel hijau untuk menutupi kaus tanpa lengan yang ia kenakan lalu bergegas keluar dari kamar. Ia bahkan tidak sempat mendengar seruan Regina yang bertanya, "Eh iya Nara! Kamu sudah mandi belum?"

Biasanya cewek lain akan malu bertemu cowok pujaannya jika ia belum mandi. Tapi Nara sejak dulu memang suatu perkecualian. Kondisi keluarganya yang hidup di daerah di mana air sumurnya keruh dan aliran air PDAM sering sekali tak bisa diandalkan membuat Nara dan keluarganya biasanya mandi setelah larut malam tiba kala air sudah menyala atau bahkan esok paginya sekalian. Selain itu latihannya selama belum menjadi Lokapala juga menuntut Nara bertahan hidup 2 minggu di hutan tanpa bantuan siapapun juga. Kala itu acara mandi rutin bukan menjadi prioritas bagi dirinya, tapi kebiasaannya itu sering membuat Regina kesal.

Sebagai seorang gadis normal, Regina sering khawatir pada teman sekamarnya itu. Selama kenal dengan Nara, Regina memperhatikan kulit Nara kasar untuk ukuran seorang cewek, Nara juga tidak bisa memakai riasan sama sekali, tidak bisa mengecat kuku, dan sama sekali tidak pernah mau memakai pakaian yang feminin. Satu-satunya hal feminin yang bisa Regina dan teman-temannya lihat dari Nara adalah kepandaiannya memasak.

Tapi yang membuat Regina amat resah adalah karena kebiasaan Nara yang serba cuek seperti itu, ia sudah berkali-kali mendengar betapa sahabatnya itu digunjingkan oleh beberapa siswa dan siswi Kumala Santika. Beberapa menyebarkan gosip bahwa Nara itu lesbian sehingga beberapa siswi tampak enggan bergaul dengan Nara, beberapa lagi menyebarkan gosip bahwa Nara itu sebenarnya cowok karena nyaris tidak ada unsur feminin yang bisa dilihat dari Nara – terlebih buah dada Nara nyaris rata – menyebabkan sejumlah guru baru dan staf sering salah menyebut Nara dengan panggilan 'Mas'.

******

Nara berlari-lari menuju lapangan basket yang letaknya ada di sebelah timur asrama putra. Di sana ia mendapati sejumlah siswa dari ekstrakurikuler basket pria tampak berlatih di sana. Di antara semua siswa itu ia mendapati pula seorang Sariputta. Nara memutuskan untuk duduk di bangku dekat lapangan basket sambil menunggu kegiatan latihan itu selesai.

Dua puluh menit Nara menunggu dan akhirnya kegiatan itu dihentikan oleh satu suara peluit dari pelatih basket. Para pemain itu tampak berkumpul di tengah lapangan guna mendengarkan pengarahan singkat sebelum akhirnya bubar. Nara tampak mengitari lapangan dan mengamat-amati ke manakah gerangan Sariputta namun ia dikejutkan dengan sapaan seorang lelaki dari balik badannya.

"Loh Nara? Mencari siapa?"

DEG! Jantung Nara rasanya nyaris berhenti, namun Nara akhirnya berhasil menguasai dirinya lagi dan membalikkan badannya, menatap kakak kelasnya itu lekat-lekat sambil berkata, "Apa bagi Kak Sariputta, aku ini layaknya Yasodhara?"

Sariputta nampak terperanjat, namun Nara langsung menyambung lagi pertanyaanya, "Kakak kan yang tulis surat ini?"

"Eeee ...," Sariputta memalingkan kepalanya menatap langit dan pepohonan, berusaha mencari jawaban yang tepat untuk pertanyaan Nara barusan.

Tapi otak remaja lelaki itu kacau, sama kacaunya dengan otak Nara yang terus saja menggelontorkan pertanyaan demi pertanyaan kepada Sariputta meskipun cowok itu belum menjawab satu pun dari pertanyaannya.

"Iya Nara," Sariputta akhirnya mengangguk mantap, "Memang saya yang menulis surat itu."

"Tapi kenapa? Kan banyak cewek lain yang suka sama Kak Sariputta? Yang wajahnya lebih cantik daripada aku? Yang lebih pintar dan lebih baik dan lebih ... ," Nara belum usai menyelesaikan kata-katanya ketika Sariputta tiba-tiba menggamit tangannya lalu mencium telapak tangannya.

"Eh, eh, eh? EEHHH!!" muka Nara merah padam ketika menyadari perlakuan kakak kelasnya tersebut.

"Puluhan putri cantik dari sepenjuru anak benua India datang menemui Pangeran Siddharta sambil membawa hadiah yang indah-indah, tapi hanya satu putri bernama Yasodhara yang akhirnya membuat Pangeran Siddharta jatuh hati. Saya pun demikian Nara, entah kenapa hanya kepada kamu hati saya rasanya tertaut. Boleh tidak saya diberi kesempatan untuk menjajaki hubungan kita ini? Supaya jika benar kita berjodoh saya bisa jadi teman seperjalanan yang baik untuk Nara dan Nara juga bisa jadi teman seperjalanan saya dalam kehidupan kali ini?"

"Mimpi apa aku semalam?" gumam Nara masih saja terperanjat.

"Nara? Bagaimana? Boleh tidak saya diberi kesempatan?"

"Eeeehhh, a ... aku tidak tahu harus bagaimana bersikap sama Kakak!"

"Nara sudah makan?" tanya Sariputta lembut.

"Belum eee," Nara masih bingung harus menjawab apa.

"Bagaimana kalau kita mulai hubungan kita dari makan malam bersama? Ayo?" Sariputta menggamit tangan Nara dan sedikit menariknya ke arah kantin sekolah.

******

Markas Lokapala, 19.00 WITA

Oka baru saja akan memulai shift jaganya, menggantikan seorang prajurit zeni Unit V yang berjaga di markas sejak pagi. Tapi baru saja ia hendak duduk di atas bangku sembari memanggil petugas patroli untuk malam ini, Ina Saar dan Sarita tiba-tiba sudah berdiri di samping kursinya.

Oka sudah biasa dengan kemunculan satu Usana secara mendadak di depannya untuk memberitahukan sesuatu, tapi entah kenapa ada yang aneh dengan Sarita dan Ina Saar malam ini.

"Oka, kami minta untuk alasan apapun juga tolong jangan panggil Nara untuk bertugas malam ini!" pinta Ina Saar.

Dahi Oka mengernyit, yang mengajukan permintaan malah Usana milik Regina bukan Usana milik Nara – Sarita – yang tampak hanya diam saja di samping Oka.

"Memangnya ada apa sih?" tanya Oka.

"Biarkan dia istirahat dulu!" kali Sarita mengeluarkan suara menghardik.

"Oke! Oke!" Oka akhirnya menyerah dan tidak mengajukan pertanyaan lagi, "Saya tak akan memanggil Nara malam ini."

"Terima kasih!"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top