BAB 18.1 : DITEMBAK
Di antara semua murid cewek Akademi Kumala Santika, bukan sekali-dua kali Nara dikira para guru dan staf sekolah seorang murid cowok. Penampilan Nara memang membingungkan bagi banyak orang. Meskipun suaranya masih seperti cewek pada umumnya, gaya potongan rambut dan berpakaian Nara tidak pernah feminin sama sekali. Kalau di sekolah dia pakai seragam tapi dipadu celana panjang, jika di luar sekolah dia pakai kemeja flanel yang dipadu kaus tanpa lengan atau lengan pendek plus celana jeans. Riasan wajah atau gincu tak pernah ia sentuh dan Nara pun terkesan cuek dengan urusan sering dikira cowok itu.
Seperti kejadian pagi ini, seorang guru baru yang mengampu mata pelajaran Pendidikan Jasmani meneriaki Nara yang masuk ke barisan murid perempuan.
"MAS!" hardik guru baru berpenampilan garang itu, "Siapa yang suruh kamu masuk barisan anak cewek?"
Sejenak suasana hening, murid-murid perempuan saling pandang sebelum akhirnya baik murid lelaki maupun perempuan meledak tawanya saat menyadari apa maksud dari guru tersebut.
"Yaowlo Pak!" celetuk Erma, sang ketua kelas, "Nara itu cewek Pak! Cewek!"
"Ha?!" otak Pak Guru itu gagal memproses situasi di sekitarnya selama sepersekian detik sebelum akhirnya murid-murid cewek memperkuat argumen Erma dengan menyatakan bahwa Nara memang cewek tulen.
"Astaghfirullah!" Pak Guru itu terperanjat kemudian membalikkan badan sejenak, menahan malu sekaligus merutuki keteledorannya mengenali Nara sebagai anak cowok yang 'cantik' alih-alih anak cewek yang tomboi. Tapi mau bagaimana lagi? Penampilan Nara kan maskulin banget!
Sementara itu Nara yang sejak tadi jadi objek pembicaraan malah ambil sikap masa bodoh karena ia sesungguhnya tengah mengantuk berat. Tadi malam ada serbuan 100 layon yang nyaris mencapai Tanjung Paser. Kejadian itu memaksa dirinya dan Ignas yang sudah bertugas jaga dari pukul 10 malam melakukan aksi babat habis sampai berjam-jam sebelum akhirnya baru bisa pulang ke asrama pukul 4 pagi.
Nara sebenarnya ingin bolos sekolah saja tapi dirinya tidak ingin raport akhir semesternya nanti jadi penuh kolom alpa karena suka membolos. Ia juga tidak suka izin sakit karena ia sama sekali tidak sakit meski Ignas dengan santainya membolos sekolah untuk hari ini karena merasa benar-benar tidak kuat bangun dan mengirimkan surat izin sakit yang dilengkapi surat keterangan dokter pula.
Jam pelajaran olahraga Nara ikuti dengan tidak konsentrasi sama sekali. Jika disuruh lari Nara akan lari, jika disuruh squat jump, push up, dan sebagainya Nara mematuhi saja toh dirinya sudah terbiasa dilatih fisik ala militer, tapi situasinya yang tidak konsentrasi membuat dirinya saat diajak main bulutangkis oleh teman-teman putrinya lepas kontrol. Kala kok melayang ke arah Nara, Nara tanpa sadar melepaskan kekuatan magisnya sebagai Lokapala dan menghantam kok itu dengan sekuat tenaga sampai raket lawan tandingnya berlubang diterjang kok yang ia tangkis tersebut.
Para remaja putri itupun terkejut melihat kejadian itu, Nara terpana, anggota Lokapala yang lain pun sama-sama mematung tak bisa bereaksi banyak. Namun Oka dengan sigap langsung mendatangi lapangan bulutangkis dan bepura-pura memeriksa kok yang sudah jatuh terbakar di semak-semak di sekitar situ.
"Nara, kok-nya tercemar bubuk peledak!" seru Oka, "Doktor Samad sudah kuberitahu dan beliau bilang tolong bawakan ini ke laboratorium!"
Nara menoleh kepada Regina dan Regina memberi isyarat pada Nara supaya Nara mengikuti Oka sementara Panji meminta izin pada guru supaya Nara dan Oka diberi 'dispensasi' meninggalkan pelajaran serta membawa seluruh kok yang ada di sana karena 'dicurigai' telah ditaburi bubuk peledak 'eksperimental'.
Si Pak Guru baru itu kembali bengong sesaat sebelum akhirnya mengabulkan permohonan Ignas.
******
"Kamu sebaiknya balik ke asrama lalu tidur deh," ujar Oka ketika ia dan Nara bersama-sama menuju kantor Doktor Samad di Akademi.
"Nggak ah! Aku takut di raport aku tertulis banyak absen!"
"Hmmm, ya nggak apa-apa kan? Soalnya kamu kan kurang tidur. Lagipula kamu harus lebih kasih perhatian sama dirimu sendiri lah, Nar. Kamu itu termasuk sering begadang dan kurang tidur lo jika dibandingkan anggota yang lain."
"Kamu sendiri? Gimana? Kamu kan juga tidurnya cuma 4 jam sehari?"
"Ya sih, tapi tugasku kan nggak seberat kalian. Udah deh kamu balik dan tidur saja sana. Daripada nanti kamu meledakkan sesuatu lagi karena kekuatanmu nggak terkontrol gitu."
Nara baru saja hendak membantah argumen Oka ketika ia tanpa sengaja malah menubruk papan peringatan 'Lantai Licin' dan selanjutnya kakinya menendang ember berisi cairan pembersih lantai sampai isinya tumpah berserakan.
Oka bergegas meletakkan kardus yang ia bawa lalu menolong Nara berdiri. Seragam olahraganya basah kuyup.
"Tuh kan! Aku bilang juga apa? Balik asrama lalu tidur sana!"
Kali ini Nara tidak membantah, tapi ia tampak sedikit cemberut ketika melangkah kembali ke asrama.
Sepuluh menit kemudian Nara sudah tiba kembali ke asrama. Ia langsung naik ke lantai atas kemudian membuka pintu kamarnya dengan arlojinya ketika ia mendapati suara dari sistem pengawas elektronik asrama mengucapkan sesuatu untuk dirinya, "Nara Sanja! Kamu baru saja menerima satu surat fisik di kotak surat kamar ini!"
Nara mengerutkan dahi, lalu langsung membuka kotak surat yang terpasang di pintu kamar. Biasanya yang diletakkan di kotak ini adalah paket berukuran kecil, tapi kali ini yang ada di situ adalah sebuah amplop merah jambu yang menguarkan aroma bunga mawar. Nara menggapai amplop itu, kemudian membawanya ke meja belajar dan membukanya secara hati-hati menggunakan cutter.
Di dalam amplop itu ada sebuah kartu yang ditulis dengan tulisan tangan yang amat rapi. Isinya :
Teruntuk Nara,
Aku hanya ingin tahu bahwa aku memiliki perasaan yang lain padamu.
Perasaan yang mungkin juga dirasakan oleh Siddharta
Saat pertama kali ia bertemu dengan Yasodhara
Aku ingin kita mencoba mengenal lebih dekat
Supaya kita bisa jadi lebih dari sekedar teman
Salam penuh cinta,
Dari Pengagum Rahasiamu
"Waow! Anak muda zaman sekarang yah? Mau melamar anak orang tidak bilang-bilang dulu ke orangtuanya si gadis!" tiba-tiba ada yang berkomentar dari balik punggung Nara.
"Sarita! Apaan sih?!" Nara terhenyak kaget.
"Siapa yang kirim?" tanya Sarita penuh selidik.
"Aku tidak tahu."
"Mau kuberitahu?" tiba-tiba Usana Ina Saar ikutan nimbrung dalam kamar itu.
Dalam hati Nara bertanya-tanya, kenapa namanya cewek dan ibu-ibu apapun jenis makhluknya mau manusia ataupun Usana sama-sama suka usil menginvasi ranah pribadi orang?
"Siapa yang kirim? Bukan Tanghi Balian Mambur kan?" tanya Sarita.
"Bukan," Ina Saar menggeleng, "Yang kirim itu anak muda yang bikin separuh wanita di sekolah ini memilih jadi budak cinta daripada belajar untuk masa depan!"
"Siapa? Julio? Rahmat? Arif?" Nara menyebut satu demi satu cowok-cowok terpopuler di sekolahnya.
"Dia tulis Siddharta dan Yasodhara, siapa mereka itu?" Ina Saar balik bertanya.
"Oh itu ...," Nara terdiam dan beberapa detik kemudian mulutnya melontarkan jawaban, "Kak Sariputta?"
Ina Saar mengangguk dan Sarita sekarang malah beraksi gila dengan menarikan tarian entah apa mengitari kursi Nara.
"Itu tari apa, Sarita?"
"Tari upacara perkawinan!"
"Heh! Aku masih belum mau kawiiinn!!!"
"Nanti juga kau akan kawin Nara. Tapi jujur saja, aku jadi sedih pada orang yang satu lagi."
"Maksudmu Ina Saar?" Nara tampak bingung.
"Nanti kamu juga akan tahu sendiri."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top