BAB 17.4 : BATU BERTANGKUP
Sitanggang tidak pernah suka jika ia harus memimpikan pengalaman orang yang sudah mati. Maka dari itu ketika ia bangun Oka dan Panji bisa merasakan betapa suasana kamar itu menjadi tidak enak. Si kontet itu sedang bad mood parah dan Oka serta Panji sudah cukup tahu diri untuk membiarkan anak itu berbuat sesukanya. Sebab jika ia diusik dalam kondisi seperti ini selalu saja ada kecelakaan yang menimpa mereka, seperti jatuh dari tangga atau keseleo. Memang sih sebagai Lokapala, Panji bisa sembuh dari cedera ringan itu dalam waktu semalam, tapi bagi Oka cedera macam itu kadang harus dia tanggung beberapa hari.
Pintu kamar diketuk dan Sitanggang langsung berseru, "Masuk Lae!"
Andi yang tadi mengetuk pintu langsung memasuki kamar, memberi salam dan menyampaikan kabar terbaru yang diterima dari lapangan, "Seorang petugas polisi yang berjaga di TKP hilang tanpa jejak. Kopral Sitanggang diminta kembali ke TKP untuk membantu investigasi, Sersan Mayor Panji dan yang lainnya diminta ikut turun ke lapangan juga!"
"Saya akan turun ke basement untuk memantau kondisi dari sana," kata Oka.
******
Tanjung Paser, 23.00 WITA
Penelusuran malam ini sangat tidak kondusif. Hujan deras tiba-tiba turun, sehingga mempersulit anjing-anjing pelacak yang tadinya hendak mengendus jejak Briptu Yahya – petugas penjaga TKP yang hilang dalam hutan. Pendeteksi objek di visor Lokapala pun jadi tidak berguna karena jejak-jejak kaki itu sudah bercampur dengan air dan lumpur sehingga banyak jejak yang hilang.
"Sitanggang! Kita sekarang cuma bisa andalkan kamu!" ujar Panji ketika para polisi itu memberitahunya bahwa anjing pelacak mustahil digunakan.
Yang dipanggil hanya mengangguk dari balik helm visornya kemudian memberi isyarat dengan tangan kanannya supaya semua teman dan para penyelidik itu mengikutinya berjalan masuk ke dalam hutan.
Tanpa pikir panjang Panji langsung menyuruh segenap anggotanya juga para penyelidik kepolisian itu untuk berjalan mengikuti Sitanggang yang sudah mendahului mereka masuk hutan. Rombongan itu mulanya berjalan melintasi jalan setapak sebelum akhirnya Sitanggang berbelok ke sebuah lembah yang jalannya menurun dengan curam. Para Lokapala dengan zirah mereka yang mampu mengadaptasikan posisi semua otot tubuh sesuai kondisi segala medan tak mengalami kesulitan berarti menuruni lembah itu, namun para polisi dengan anjing-anjing pelacaknya tampak kesulitan karena lembah itu penuh dengan semak duri dan akar-akar pohon yang licin berlumut sehingga butuh waktu agak lama bagi para polisi itu untuk sampai ke dasar lembah.
"Kenapa berhenti Sitanggang?" tanya Ignas yang mendapati Sitanggang diam mematung menatap ke suatu arah.
"Bapak-Bapak Polisi," Sitanggang menoleh ke arah para polisi yang baru saja tiba di dasar lembah itu, "Sepertinya Bapak-Bapak punya 'paket istimewa' di sini," Sitanggang mengeluarkan sebuah cerawat dari kompartemen senjatanya lalu melemparkannya kea rah gundukan tanah di hadapannya.
Percikan api dari cerawat itu menunjukkan kepada semua yang hadir di sana sekumpulan tulang belulang manusia. Sejumlah tulang di sana bahkan masih tampak baru dan masih berlumuran darah serta ada sedikit potongan daging menempel di sisi-sisinya.
Para Lokapala yang melihat hal itu sontak langsung merasa jeri. Mereka memang pernah melihat mayat manusia, bangkai hewan yang membusuk bahkan sudah menjadi tulang, tapi mereka belum pernah melihat tumpukan belulang seperti ini, apalagi yang tulangnya masih berdaging.
"Apa yang sebenarnya ... terjadi di sini, Kopral?" Andi tak tahan untuk tidak bertanya karena ini benar-benar sesuatu yang baru baginya.
"Teman-teman, aku rasa kita semua berurusan dengan makhluk yang namanya 'Batu Bertangkup'.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top