BAB 16.3 : ORIENTASI
Markas Unit Lima, 23.00 WITA
Semua orang tampak kelelahan hari ini, sehingga ketika jam sudah menunjukkan pukul 22.00 semua orang tampak tertidur, kelelahan, bahkan tak ada satupun yang terbangun termasuk petugas jaga malam. Layar-layar ruang CCTV tampak menampilkan suasana yang normal, tampaknya tak ada satupun yang patut dikhawatirkan.
Kecuali jika seseorang masuk ke suatu ruangan yang amat gelap, di mana sebuah tabung kaca yang memancarkan warna jingga tersimpan dengan penjagaan yang super ketat, dengan sejumlah pemindai laser, senapan turet otomatis, dan beberapa personel penjaga – yang tentu saja tengah tidur.
Namun orang itu dengan tenang mematikan seluruh sistem keamanan yang ada di ruangan itu sebelum berjalan mendekat ke arah tabung kaca itu.
"Karaeng Baning!" panggil pria yang menyusup diam-diam itu.
Penyu raksasa yang tadinya berukuran kapal itu kini mengecilkan tubuhnya menjadi seukuran bola basket saja. Matanya membuka ketika mendengarkan suara pria itu lalu menjawabnya dengan nada ceria seperti anak kecil, "Tonaas! Dari kaum manusia seberang danau!"
"Ngana Tora ri Langi?"
=====
Kita = saya
Ngana = kamu
=====
"Satu dari Tora ri Langi!"
"Ke mana yang lain?"
"Entahlah, aku hanya tahu aku terbangun lalu aku sendirian."
"Apa yang terjadi pada masa lampau?"
"Kamu benar-benar ingin tahu Tonaas? Apakah kamu benar-benar siap menggembalakan ranting-ranting kering ini? Apakah kamu sudah memastikan semua 'Darah Raja' siap untuk ini?"
"Dari ritual yang kulakukan di Asta Dikpalaka, kita hanya menemukan petunjuk lima Usana dan enam termasuk ngana."
"Jika kamu ingin tahu lebih jauh ... persiapkan enam anak ini menghadapi situasi-situasi tak terduga terutama ... Si Pangeran Yang Dikasihi Laut itu."
"Dan ini juga yang jadi pertanyaan ngana, kenapa kita pilih anak manja seperti itu jadi Tubarani?"
"Oh dia sudah penuhi satu dari tiga prinsip utama untuk jadi Tubarani. Beri waktu sedikit saja Tonaas Denny, maka dia akan jadi orang yang layak diandalkan!"
******
Markas Unit Lima, 02.00 WITA
"Bangun! Bangun! Bangun! Hari sudah siang!" tiba-tiba saja Andi merasakan seember besar air dingin yang diberi sejumlah es batu mengguyur tubuhnya.
Andi megap-megap sementara ia mendengar sejumlah orang tampak tertawa kecil ketika menyaksikannya buru-buru berdiri lalu terhuyung jatuh dan mencoba berdiri lagi.
"Prajurit atas nama Andi Ampa Rawallangi, mana dia?" suara seorang pria yang menggelegar terdengar di sepenjuru ruangan itu.
"Sa-saya Pak!" Andi mengangkat tangannya, meski matanya yang masih kabur akibat bangun tidur tak bisa melihat jelas sosok orang yang memanggilnya.
"Betinakah kau?!!!" suara pria itu meninggi.
"Ma-maaf?"
"Betinakah kau? Suaramu kecil seperti monyet betina! Bahkan Sersan Regina yang jelas-jelas betina saja lebih lantang menjawab daripada kamu! Aku tanya kamu ANDI AMPA RAWALLANGI?"
"BENAR PAK!" Andi memekik karena tidak mau dimarahi lebih jauh, tapi justru ia tetap kena marah.
"BODOH! TOLOL! Siapa yang suruh kamu teriak sekencang itu bah?! Ketua sekali kau!" ujar pria itu dengan logat Bataknya yang khas.
=======
Ketua sekali kau = ungkapan kejengkelan yang sedang hitz di Kota Medan.
========
"Dijawab suara normal tidak mau, dijawab dengan ada tinggi tidak mau, maunya apa sih orang ini?" celetuk Andi dalam hati.
"YA SUDAH! Sekarang semuanya ... SIAP GRAK!"
Andi mengikuti lima Lokapala yang lain berdiri di posisi tegak sempurna.
"Lencang kanan Grak!" kembali pria itu memberi perintah.
Andi yang jarang ikut upacara bendera otomatis langsung melakukan lencang kanan meski dia ada di posisi paling kanan, akibatnya satu gulung kertas koran langsung melayang menampar mukanya.
"BODOH! TOLOL! KAMU ITU PALING KANAN TAHU?! NGAPAIN LENCANG KANAN? KAMUNYA HARUSNYA GESER DEKAT KE KOPRAL DUA SITANGGANG! BUKAN MALAH DIAM DAN PASANG MUKA TOLOL-TOLOL BAHAGIA MACAM ITU! BAH! KETUA SEKALI KAU!"
"Dih! Lagi-lagi dimarahi!" Andi sudah mulai sebal dengan semua ini, tapi dia masih berusaha menahan diri.
"Istirahat di tempat grak!" pria itu kembali memberi perintah dan semua yang hadir di sana langsung mengambil posisi istirahat di tempat.
"Yak! Mungkin kalian semua sudah kenal saya, kecuali si anak baru yang namanya Andi itu! Baiklah saya kenalkan diri sekali lagi! Nama saya Pembantu Letnan Satu Sitaba Aritonang Daeng Rate!"
"WUT?" Andi langsung tak tahan menceploskan keheranannya, "Batak campur Bugis? Kacau sekali kau Pembantu Letnan Satu! UPS!" tanpa sadar Andi kelepasan bicara
"WAOW! Rupanya si manusia entah jantan atau betina ini jantan juga! Berani juga!" Peltu Aritonang langsung mendekati Andi dan mendekatkan mukanya sangat dekat kepada Andi, sampai-sampai Andi bisa mencium aroma nafasnya yang berbau ikan asin.
"MASALAH KAH KAU KALAU AKU BATAK CAMPUR BUGIS?"
"Ti-tidak Pembantu Letnan Satu!" Andi tergagap-gagap panik, sementara Regina dan Panji sudah mati-matian menahan diri supaya tidak tergelak.
"Betinakah kau? Atau jantan?"
"Ja-jantan Pembantu Letnan Satu!"
"Tahu pangkatmu apaaa di sini?"
"Ti-tidak! Warga sipil mungkin?" Andi sehabis pertarungan kemarin langsung tidur di ruang tahanan, sebab dia belum dapat kamar, dan berani sumpah dia tidak tahu apa-apa soal pangkat.
"KALAU BEGITU AKU BERITAHU! KAU PUNYA PANGKAT PRAJURIT SATU! SEBELAHMU SITANGGANG KOPRAL DUA! SEBELAHNYA LAGI NARA KOPRAL DUA, SEBELAHNYA LAGI IGNAS KOPRAL DUA, SEBELAHNYA LAGI REGINA SERSAN SATU, SEBELAHNYA LAGI PANJI SERSAN MAYOR!"
Suara Aritonang yang keras menggelegar rasanya hampir membuat telinga Andi tuli dalam sekejap!
"TAHU ARTINYA APA?"
"Tahu Pak! Saya harus hormat pada mereka!"
Dua jari Aritonang langsung mendorong dahi Andi kuat-kuat sampai lehernya miring sedikit, "Bodoh! Tolol! Itu artinya kau itu pangkatnya paling rendah! Itu artinya kau harus turuti apa kata aku, kata Sitanggang, kata Nara, kata Ignas, kata Regina, dan lebih-lebih kata Panji! Paham?"
"WAHAM PAK!"
Satu jitakan mendarat di atas kepala Andi.
"Bodoh! Tolol! Belajar di mana kau soal Bahasa Indonesia? Paham beda jauh artinya dengan waham tahu? Dasar! Ketua sekali kau!"
=====
Waham = keyakinan atau pikiran yang salah karena bertentangan dengan dunia nyata serta dibangun atas unsur yang tidak berdasarkan logika (KBBI)
=====
"Kuulangi! Paham kau kalau kau harus patuh pada kami semua?"
"Paham Pak!"
"Paham kau kalau sekarang kamu prajurit dan artinya tidak boleh membantah perintah sama sekali?"
"Paham Pak!"
"Yang keras! Atau kupanggil 10 dokter untuk menyunat kepunyaanmu sampai habis!"
"PAHAM PAK!"
"Yak kalau begitu mari kita mulai saja! Semuanya! Lari dua puluh kali keliling aula!"
"Siap!" jawab mereka semua sebelum mulai berlari dimulai dari Panji sampai akhirnya Andi.
Lima kali berlari keliling lapangan, Andi masih kuat. Di putaran kesepuluh nafasnya sudah mulai dipaksa teratur. Di putaran kelimabelas, kakinya mulai ngilu. Di putaran kesembilanbelas dia sudah mulai tak sanggup berlari dan sedikit-sedikit mulai mengambil langkah jalan cepat sementara yang lain tampaknya masih kuat.
"PRATU ANDI AMPA RAWALLANGI!" lagi-lagi Peltu Aritonang yang 'jahat' meneriakinya, "Siapa yang suruh kamu jalan? LARI! Lari kau pejantan jadi-jadian!"
Terpaksa Andi mengerahkan seluruh tenaga yang tersisa untuk berlari sekuat tenaga. Sampai akhirnya usai putaran terakhir, nafasnya sudah naik-turun tidak karuan.
"Sudah usai kan?" tanya Andi setengah berbisik pada Sitanggang.
"Belum," Sitanggang nyengir, "Baru mulai kok!"
"YAK! NASI GORENG TANPA TELOR! 100 KALI!"
Semua Lokapala lantas memposisikan diri di lantai, bersiap untuk melakukan push-up.
"Eh kenapa kok posisi kalian begitu?"
"Pratu ANDI!" lagi-lagi Andi diteriaki, "Untuk pertama ini saya maafkan kamu! Tapi dengar ya jika sampai besok-besok kau masih tak paham apa maksud Nasi Goreng Tanpa Telor artinya push-up, kuberi kau Nasi Goreng Spesial Tiga Telor!"
Andi tak paham apa maksud 'Nasi Goreng Spesial Tiga Telor' tapi kayaknya itu bakal lebih menyakitkan daripada push-up biasa sehingga ia cepat-cepat mengambil posisi push-up dan Si Peltu jahat mulai menghitung, "SATU! DUA! TIGA!"
******
"Kayaknya lima anak itu abnormal deh!" begitu pikir Andi ketika ia terpaksa menyerah kalah di hitungan kelimapuluh dengan pakaian yang sudah bersimbah keringat meski tadi ia sempat kedinginan diguyur air dingin.
"Positif! Pejantan jadi-jadian!" ujar Peltu Aritonang sembari mengecek denyut nadi Andi, "Masih hidup toh! Dih! Padahal kupikir dia sudah terbang ke akhirat!"
Andi kesal dibeginikan terus, tapi kalau dia melawan, bisa jadi dia bakal diperlakukan lebih parah.
"Sebagai ganti ketidaksanggupanmu melakukan latihan rutin mingguan dan kekurangajaranmu mengata-ngatai aku, maka ini hukumanmu! Bersihkan seluruh aula ini," Aritonang menunjuk deretan kursi yang jumlahnya delapan baris dan jumlah totalnya 240 kursi itu, "Dalam waktu 2 jam! Sebelum waktu subuh sudah harus selesai!"
"Sendirian?" mata Andi membelalak.
"Tenang! Kali ini kamu akan dapat teman! Yuhuuu Ratu Pantai Utara?!"
Seorang pria berperawakan kekar namun memakai daster hijau dan wig palsu masuk ke dalam aula, membawa sebuah ember besar, kemoceng tersampir di pinggang, dan kain pel dipanggul di bahu kiri.
"HUEK! Mimpi apa aku semalam?" batin Andi yang merutuki pemandangan pedas yang tersaji di matanya.
"Hei Ratu Pantai Utara! Ini rekanmu bersihkan aula! Masing-masing bersihkan separoh aula! Kalau dia belum selesai sebelum subuh, jangan dibantu! Kasih cium sayang saja biar dia semangat lagi!"
"APA?!" Andi nyaris tidak percaya dengan perintah Peltu Aritonang barusan, "Maaf Pak! Saya masih normal!"
"Kalau kamu masih ingin tetap 'NORMAL' selesaikan tugasmu sebelum subuh! Cepat! Cepat! Tunggu apa lagi kau Pejantan Jadi-Jadian?! Lihat! Coba kau lihat itu! Ratu Pantai Utara yang katamu jantan jejadian malah sudah mulai bekerja! Cepat-cepat!"
"Masya Allah!" Andi meringis,"Cobaan apalagi yang hendak Kau timpakan kepadaku, Ya Allah?"
"Cyiin! Selamat datang ya di Orientasinya Unit Lima!" dari seberang sana prajurit lelaki tulen yang memerankan Ratu Pantai Utara mengirimkan ciuman jauh yang langsung membuat Andi cepat-cepat meraih ember, sikat, pel, dan lap yang sudah Aritonang siapkan dan mengerjakan tugasnya secara tergesa-gesa seperti dikejar setan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top