BAB 15.3 : AMPA RAWALLANGI (DAN TERPANDANG DI BAWAH LANGIT)

Andi pernah bilang ia tidak pernah percaya pada jin, tapi apa namanya ini kalau bukan jin? Binatang nggak bisa ngomong, penyu apalagi! Penyu paling besar juga seukuran anak usia 6 tahun, bukan seukuran satu kapal! Positif! Jin!

"Tunggu! Tunggu! Sebelum kamu menghilang lagi aku mau nanya ...!" terlambat, Karaeng Baning sudah lenyap lagi.

"Aku tidak menghilang Andi Ampa Rawallangi! Aku menyusupi ragamu! Aku memberimu tenaga tambahan pada tubuh yang sudah terpapar ammoso ini! Tapi untuk bisa mengalahkan para makhluk jahat ini aku memerlukan kesediaanmu! Izinkan aku bersatu dengan ragamu! Kita akan keluar dari sini, tapi sebelumnya aku harus hancurkan para Lanun yang mencemari laut ini!"

"Ini buruk!" pikir Andi, raganya dirasuki jin dan tak ada jaminan jin ini tidak akan bertindak macam-macam dengan raga Andi.

"Jangan khawatir begitu Andi Ampa Rawallangi! Begitu urusan kita selesai aku akan segera meninggalkan ragamu!"

Mau tidak mau, Andi pun terpaksa setuju karena dia sudah sakit kepala dengan segala masalah yang menimpanya hari ini. Dengan panduan dari Karaeng Baning yang kini bersatu dengan raganya, Andi menaiki kembali kapal yang penumpangnya penuh anggota CIA dan DARPA itu. Di atas dek, ia melihat prajurit berbaju besi merah dan kuning tengah sibuk melawan mayat hidup yang tadi membantai para penumpang. Andi naik dengan hati-hati, sampai luput dari penglihatan Sitanggang dan Nara kemudian berjalan ke sebuah bilik penyimpanan yang letaknya di bawah ruang kemudi. Aroma darah menguar tajam karena di sana ada sejumlah bule yang berdarah amat hebat dan tengah ditolong sebisanya oleh Mr. B199ie.

"Hei!" Andi mengeluarkan suara yang lebih berat daripada nada suaranya yang biasa, "Aku butuh baju kalis itu!" katanya lagi sembari menunjuk zirah Tubarani yang dicuri Mr. B199ie.

"Tidak bisa! Saya harus membawanya kembali ke kepala stasiun!

=====

Kepala stasiun = julukan resminya station chief / station master, adalah koordinator jaringan mata-mata yang berada di suatu wilayah asing di luar negaranya. Para agen CIA yang bertugas di Indonesia misalnya, akan diawasi dan dikoordinir oleh satu kepala stasiun. Beberapa negara seperti Rusia dan beberapa negara Eropa Timur menjuluki kepala stasiun mereka Rezident / Residen. Kepala Stasiun biasanya memiliki jabatan resmi staf khusus kedutaan besar bidang intelijen jika ia harus tampil dalam pertemuan diplomatik.

=====

Andi tak berdebat lebih jauh lagi, ia langsung mencengkeram leher Mr. B199ie lalu melemparkan pria botak itu ke atas dengan kekuatan di luar nalar manusia sebelum menyambutnya dengan satu pukulan keras di dada pria itu yang membuat pria itu terhempas dan terbatuk-batuk sebelum diakhiri dengan satu sabetan tangan tepat di tengkuk yang mengakibatkan Mr. B199ie pingsan tak sadarkan diri.

Andi kemudian berjalan masuk ke tabung penyimpanan zirah, mencoba-coba menekan beberapa tombol sebelum akhirnya panel zirah terbuka, dan memungkinkan dirinya untuk masuk ke dalamnya. Andi pun memasuki zirah tersebut dan Karaeng Baning pun memasuki sistem zirah, mengakses semua fitur-fiturnya dan menampilkannya kepada Andi melalui layar visor.

"Sekarang apa?" tanya Andi.

"Bunuh Lanun yang menyulitkan dua prajurit berbaju kalis itu!" ujar Karaeng Baning.

*****

Nara dan Sitanggang tak bisa menyembunyikan keterkejutannya ketika melihat zirah Tubarani yang masih belum final itu keluar dari sebuah ruangan kapal tersebut. Nara langsung berinisiatif melaporkan hal itu kepada Panji dan Doktor Samad, "Kita menemukan zirah Tubarani yang hilang! Zirah itu ada di kapal ini sekarang! Tapi seseorang sudah mengoperasikannya!"

"APAA?!" Doktor Samad di seberang sana tak bisa menyembunyikan keterkejutan dan kemarahannya ketika menyadari bahwa pencuri zirah itu sudah membawa zirah itu cukup jauh dari Tanjung Paser hanya dalam hitungan jam saja.

"Sabar Dok! Sabar! Ingat umur Dok!" Oka berusaha menenangkan Doktor Samad yang sudah terbawa emosi itu.

"Harus bagaimana kita?" tanya Sitanggang

"Biarkan dia coba lawan kroda itu dulu!" kata Kapten Pusaka, "Dan bantu dia jika dia kesulitan! Setelah itu baru kita tangkap dia!"

******

Kroda berbaju kuning itu mengambil posisi kuda-kuda dengan posisi kaki kanan terangkat dan badik ia posisikan di atas kepala, mengacung kepada Andi. Andi sendiri membuat gerakan serupa, namun dengan gerakan tangan kosong tangan terkepal penuh.

"Gaya bertarung mereka sama!" ujar Nara melaporkan situasi.

"Gaya tarung dari mana itu?" tanya Pusaka melalui jalur komunikasi radionya.

"Itu kok sepertinya pamanca," kata Oka menimpali.

=======

Pamanca = beladiri khas Suku Bugis, sebangsa silat namun lebih dominan serangan tangan serta tusukan badik. Tendangan yang digunakan dalam Pamanca lebih sedikit daripada ragam silat Indonesia yang lain.

=======

Lanun itu memulai serangan dengan satu hujaman badik mengarah ke perut Andi. Andi berkelit dengan satu putaran kaki kiri, mendaratkan kaki kanannya di lantai kapal, lalu mengayunkan tangan kirinya dengan posisi kepalan penuh ke leher Lanun tersebut. Lanun tersebut berkelit tipis, menangkis gerakan tangan Andi lalu menusukkan badik itu ke arah dada Andi. Andi bereaksi cepat berkat bimbingan Karaeng Baning, dengan meliukkan badannya sedemikian rupa hingga ia kini berada di sisi kiri Si Lanun lalu membanting Si Lanun ke lantai kapal dan diakhiri dengan satu injakan kaki. Si Lanun menangkis injakan kaki Andi. Andi pun mundur, membuat gerakan tangan menepuk sikut kanan dengan tangan kirinya kemudian merundukkan badan, bersiap kembali bertukar pukulan dengan lawannya.

Beberapa detik hanya saling adu pandang, Andi dan Lanun itu kembali maju, tangan kiri Andi menangkis tusukan Si Lanun; di saat yang sama tangan kanan Andi menyarangkan pukulan ke kepala Si Lanun yang ditangkis oleh Si Lanun dengan satu tangannya yang lain. Sikut mereka beradu sedetik kemudian disusul dengan satu aduan sikut lagi dan beberapa gerakan pukulan yang saling ditangkis satu sama lain. Keduanya seimbang!

"Wow!" Sitanggang tak bisa menyembunyikan kekagumannya terhadap operator Tubarani itu, "Dia hebat juga!"

"Ada Usana yang membantunya!" Datu Merah berkomentar.

"Apa? Aku sama sekali tak merasakannya," sahut Sarita.

"Usananya lain daripada kita. Dia berasal dari ... zaman yang lebih tua!"

Aksi saling bertukar pukul dan sikutan itu masih berlangsung sampai beberapa lama. Sampai pada satu kesempatan Lanun itu melompat dengan posisi badik siap menghujam lawan, dan Andi membuat gerakan menyatukan tangan lalu menggerakkan kedua tangan itu ke atas, menciptakan momentum energi yang tepat sehingga begitu kedua tangan itu membentur badik Si Lanun, badi itu terlempar ke tengah lautan dan Si Lanun juga terkena hantaman pukulan Andi.

"SEKARANG!" Karaeng Baning berseru kepada Andi untuk menghabisi lawannya.

Andi pun langsung berlari dengan tangan kanan disiagakan untuk memukul, dan tangan kiri dibuka telapaknya untuk menyabet. Lanun itu bersalto dan berhasil berdiri tegak kembali namun serangan dari Andi tak siap ia tangkis. Pukulan Andi berhasil ia tangkis namun sabetan tangan kiri Andi menghempaskan dirinya ke lantai dan Sitanggang serta Nara bisa melihat bagaimana zirah Tubarani kemudian mencengkeram kepala Si Lanun kemudian memutar kepalanya 360 derajat sampai terdengar suara derak tulang patah. Si Lanun itupun akhirnya roboh ke lantai kapal, namun Karaeng Baning tampak belum puas.

"Dia sudah mati kan?" tanya Andi kepada Karaeng Baning.

"Belum!" Karaeng Baning mengontrol gerakan Andi dan membuat Andi menggenggam rambut Si Lanun lalu ditariknya kepala itu kuat-kuat sampai kepala itu terpisah dari tubuhnya.

Kepala yang dipisahkan dari tubuh itu mengeluarkan suara melengking yang amat keras sebelum akhirnya kepala itu sirna menjadi serpihan abu.

"HEI!" Nara menegur operator zirah Tubarani itu, "Siapapun yang ada di dalam sana, kami mau bicara!"

Andi langsung panik mendengar teguran Nara, "Celaka! Aku lebih baik kabur saja!"

"Kamu mau kabur?" tanya sosok penyu raksasa itu di visor Andi.

Andi mengangguk dan Karaeng Baning menjawab, "Baiklah! Tapi mari kita urus dulu dua yang lain!"

Tubarani kemudian dibawa oleh Karaeng Baning masuk ke dalam laut, peringatan Nara sama sekali tak diindahkan sehingga asumsi Nara langsung sampai pada kesimpulan, "DIA MAU KABUR!"

"Pindai lokasi sekitar sana! Jangan sampai operator zirah itu kabur!" perintah Panji yang mulai mengaktifkan mode pemindai bawah laut di visornya, hal yang sama juga dilakukan oleh Nara dan Sitanggang.

Sementara itu meskipun sejauh ini bisa bertahan, Ignas dan Regina sudah mulai bosan sedari tadi gagal terus menghabisi kedua kroda ini. Sabetan parang Regina selalu meleset, sementara tembakan pistol juga tak bisa mengenai kedua Lanun jago renang tersebut. Baru saja mereka berpikir untuk minta dukungan meriam artileri dari kapal patroli yang mereka tumpangi, ada sejumlah roket mini menghambur ke arah mereka berdua.

"Ignas! Berlindung dekat beta!" seru Regina.

Ignas pun lantas menyudahi usahanya membidik kroda lawannya lalu berenang ke arah Regina dan di balik perlindungan selubung energi Salawaku, ledakan-ledakan roket itu sama sekali tak dapat mengenai Regina maupun Ignas.

Ledakan roket tadi berhasil membuat satu kroda kehilangan sebelah tangannya. Ia tampak menyumpah-nyumpah kepada Andi yang tadi menembakkan roket sebelum turun menyelam ke bagian laut yang lebih dalam bersama kawannya yang masih tersisa.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top